Share

Alter Ego (Bab 3)

"Kenapa saya di sini Bu?"

Kania yang baru tersadar dari pingsannya, langsung bertanya pada seorang wanita yang memakai jas putih yang merupakan dokter di SMU tempat Kania bersekolah. 

"Tadi katanya kamu tiba-tiba pingsan. Untung ada temen kamu yang lihat. Jadi Pak Usman langsung membawa kamu ke sini," jawab dokter itu sambil tersenyum. "Sekarang apa yang kamu rasakan?" 

Dahi Kania sedikit berkerut, mengingat-ingat kenapa dirinya bisa pingsan. Ingatan terakhirnya, dia baru sampai di depan pintu gerbang sekolah sambil menangis. Tiba-tiba sekarang dirinya ada di ruang UKS.

Kania menggelengkan kepalanya pelan, lalu berfikir kalau dia pingsan di depan gerbang sekolahnya.

"Kania!"

Kania dan dokter sekolah itu melihat Jovan muncul dan masuk begitu saja. Memang sudah beberapa bulan ini Jovan selalu ada di sekitar Kania.

"Kamu ngapain ke sini?" tanya Kania.

"Kok nanya?" Jovan balik bertanya. "Karena aku khawati sama kamu. Kalau gak khawatir, ngapain aku bela-belain ninggalin kelas coba?"

"Ehem!" Dokter sekolah itu terdengar berdehem. Jovan dan Kania menoleh. "Kamu main masuk aja tanpa izin dulu dari saya."

Jovan cengengesan sambil garuk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. "Hehehe ... Maaf, dok. Saking khawatirnya sama Beib Kania."

Refleks Kania memukul tangan Jovan meski tak kencang. "Kamu ngomong apaan sih?"

Jovan makin cengengesan, sementara dokter sekolah hanya bisa menghela nafas dengan percintaan masa SMA seperti yang dilihatnya saat ini.

Padahal tidak ada hubungan apapun diantara Jovan dan Kania.

"Kamu yakin kalau gak merasa apapun, Kania?" tanya dokter sekolah.

"Enggak ada, Bu. Sepertinya saya baik-baik saja," jawab Kania. "Saya mau kembali ke kelas saja."

"Baiklah."

Kania dengan ditemani Jovan kembali ke kelas.

Bu Ayumi yang sedang duduk di kursi pengawas dan beberapa siswa pun menoleh ke arah pintu yang diketuk dari luar. 

"Akhirnya kamu kembali. Kamu baik-baik aja, kania?" tanya Bu Ayumi.

"Saya gak apa-apa kok, Bu" jawab Kiranna sambil menggelengkan kepala. "Saya izin ikut ujian, Bu."

"Tapi waktunya tinggal dua puluh menit lagi loh. Ibu takut kamu gak sanggup."

"Saya coba dulu, Bu."

"Kasih izin saja, Bu. Kania kan pinter. Apa lagi ini mapel ujian kesukaannya dia," sahut Heru. Kania tersenyum manis ke arah Heru sambil mengangkat kedua jempolnya. 

"Yasudah, silahkan duduk kalau begitu."

Matanya bergulir ke arah Jovan ynag berdiri di belakang Kania. "Kamu yang tadi kabur gitu aja, kan?"

Jovan kembali cengengesan, lalu menganggukkan kepalanya.

"Kembali ke meja kamu!"

Jovan dan Kania pun akhirnya kembali ke meja mereka.

Dari mejanya Jovan agak kesal melihat Kania tersenyum manis ke arah Heru. Sudah jadi rahasia umum dengan kedekatan Jovan dan Kania.   

Tiga bulan yang lalu Jovan menyatakan sukanya pada Kania, namun belum Kania belum memberikan jawaban apapun pada Jovan.

Namun hal itu tidak membuat Jovan menghentikan niatnya mengejar cinta Kania.

Kania masih tetap mengingat janji terakhirnya dengan Reza. Delapan bulan pertama sejak Reza mengenyam pendidikan lanjutan di Cambridge, mereka masih menjalin komunikasi.

Ponsel Kania yang hilang jadi kendala bagi mereka untuk bisa saling berkomunikasi. Mustahil Kania merengek pada orang tuanya, apalagi pada bapaknya, untuk dibelikan ponsel baru.

Baru mengetahui ponsel Kania hilang saja, bapaknya sudah sebegitu murkanya. Lagi-lagi siksaan fisik diterimanya.

Suasana kembali hening. Semua siswa sibuk mengerjakan kertas ujian dengan sedikit kacau mengingat waktu semakin mepet.

Berbeda dengan Kania yang tampak tenang.

***

Kania dan Kamila terlihat berjalan bersama menuju kantin. Saat jam istirahat seperti ini, Kania dan Kamila kerap menghabiskan waktu di kantin sekolah.

"Keren kamu, Kania. Bisa ngerjain soal ujian sesulit itu hanya dalam waktu dua puluh menit.

Kania terkekeh. "Itu karena efek kepepet."

"Kalau aku, jangankan dua puluh menit, dikasih waktu empat puluh lima menit aja pasti ngebul otakku."

Kania hanya tersenyum mendengar ocehan Kamila. Lalu menoleh ke arah Kamila. "Berkat Kak Reza juga ini. Dulu dia yang selalu membimbingku belajar. Jadi aku gak mau ngecewain dia, Mil. Aku pengen buat dia bangga."

"Nah loh … Bakal ada yang nangis darah nih kayanya," ucap Kamila sambil melirik ke arah Jovan yang sedang bicara dengan temannya di meja yang berbeda.

Saat ini Kania sedang memakan roti, sedangkan Kamila memesan semangkuk mie ayam.

Kania harus pandai mengatur uang sakunya yang diberikan Ranti setiap seminggu sekali.

"Kami cuma temenan kok, Mil. Dia baik dan selalu bantu aku," ujar Kania lirih.

"Padahal dia udah nembak kamu pake acara romantis. Memangnya hati kamu gak tergugah?"

"Aku dah janji mau nunggu kak Reza. Meskipun sekarang kami lose contact, tapi aku percaya dengan janji kami," ucap Kania sambil tersenyum membayangkan wajah Reza.

Kania pun ikut memutar kepalanya mengikuti arah pandang Kamila. 

"Aku yakin dia tulus," ucap Kamila. 

 "Aku dengar Kayla suka banget sama Jovan. Biarlah Jovan sama Kayla aja," jawab Kania.

Kamila memutar bola mata malas. Jengah dengan perkataan Kania.

Semua siswa pun tahu kalau Kayla menyukai Jovan. Dia remaja berparas cantik. Dia juga seorang poto model untuk majalah remaja. Bahkan sudah pernah menjadi pemeran pembantu di beberapa ftv.

"Semoga kamu gak nyesel udah abaikan perasaan Jovan, Kania. Kalau aku jadi kamu, aku gak bakal banyak mikir deh. Aku iyain aja buat jadi pacar dia," keluh Kamila.

Kania hanya tersenyum saja.

*** 

Ujian Nasional pun telah usai. Dan kelulusan pun telah diumumkan. Semua sudah menduga kalau Kania lah yang jadi juara umum dengan perolehan nilai terbesar.

"Selamat, Kania."

"Aku udah duga sih kalau kamu yang bakal dapat nilai tertinggi."

"Einstein versi cewek nih."

Banyak siswa yang memberikan ucapan selamat pada Kania. Kania begitu senang.

Hari ini hari yang ditunggu-tunghu seluruh siswa kelas tiga. Mereka berencana membuat perpisahan dengan coret-coret seragam menggunakan pylox dan akan saling membubuhkan tanda tangan di seragam mereka masing-masing. 

Tawa lepas dari para siswa terdengar sangat renyah. Bahagia karena akhirnya mereka bisa menyelesaikan pendidikan mereka selama tiga tahun hingga lulus. 

*** 

Ting... 

Ponsel Kania berbunyi tanda ada notif chat dari seseorang. Kania yang sudah mode rebahan, segera meraih ponselnya yang diletakan di atas nakas.

Sebenarnya sudah dua bulan sejak sebelum ujian nasional dilaksanakan, Jovan meminjamkan ponsel pada Kania, dengan dalih kalau itu ponsel lamanya. Sementara Jovan sudah dibelikan ponsel baru oleh mamanya.

Karena butuh untuk belajar, terpaksa Kania menerima pinjaman ponsel itu. Nanti kalau Kania sudah bekerja dan bisa beli ponsel sendiri, Kania akan mengembalikan ponsel yang dipinjamkan Jovan padanya.

Jovan: Lagian ngapain? 

Kania: Rebahan aja. Kamu?

Jovan: Lagi mikirin seseorang, tapi orang yang lagi aku fikirin, entah lagi inget sama aku aap gak. 

Kania: Oh.

Jovan: Oh doang? Singkat amat sih? Gak pengen tau gitu siapa yang lagi aku fikirin? 

Kania: Gak aja deh. Aku 'kan gak kepoan orangnya. Biar itu jadi privasi kamu aja. 

Jovan: Ih dasar nyebelin. 

Hening sejenak tidak ada yg saling memulai chat lagi. 

Jovan: Kania, kamu lanjut kuliah kan? Ke kampus mana? 

Kania: Gak, Jo. Aku kayanya nyari kerja aja deh. Orang tuaku gak ada biaya buatku ngelanjutin kuliah. Kalau udah dapet kerja, kan nanti aku bisa nabung buat biaya kuliahku. 

"Kania! Buka pintu!"

Kania: Jo, chattingnya udah dulu ya. Aku dipanggil bapak.

Jovan: Oke.

Kania meletakkan ponselnya di atas nakas lalu melangkah ke arah pintu kamarnya yang terus saja diketuk oleh Fero.

Begitu pintu dibuka. "Ada apa, Pak? Eh, bapak mau ngapain? Jangan, Pak!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status