Share

Pindah

Author: nabilajihan
last update Last Updated: 2021-08-30 23:31:47

Setelah sarapan tadi, sekarang Ara sedang cuci piring. Tadi Winda mengancamnya untuk cuci piring, lalu saat ditanya oleh Evan mengapa Ara yang mencuci piring, dengan pintar Ara mengelak dengan alasan bergantian karena tadi ia tidak membantu berberes rumah. 

Kini ia sedang berada di dapur berkutat dengan piring piring kotor yang sedang ia cuci. Dari ruang tamu terdengar suara gelak tawa dari Meyra, Winda maupun Evan. Mereka bercanda tawa sedangkan Ara disini sedang melakukan tugas rumah. Ara rindu ayahnya yang dulu. Rindu keadaan yang dulu, Ara rindu bunda juga. Air mata Ara ingin menetes namun dengan cepat Ara menahannya. Dia tidak boleh menangis, dia sudah berjanji kepada bundanya untuk selalu tersenyum. 

Selesai mencuci piring, Ara akan kembali ke kamarnya saja, namun Evan memanggilnya membuatnya mau tak mau menghampiri nya. 

"Ara, kamu mau ikut jalan jalan?" ujar Evan membuat Ara tersenyum. Tak sengaja matanya menangkap Winda yang memelototinya tajam dan menggeleng pertanda ia harus menolak. Dengan senyum, Ara menggeleng. 

"Ara mau istirahat aja, Yah. Soalnya kemarin seharian main di luar sama Meyra," alibinya untuk meyakinkan Evan. 

"Yasudah kalau gitu, nanti ayah belikan hadiah buat kamu," ujar Evan lalu dibalas senyuman oleh Ara. 

Liburan sekolah tinggal seminggu lagi, kehidupan Ara juga begini begini saja. Winda dan Meyra yang sudah kembali bersikap semena-mena dan sering mengancamnya, membuatnya hanya bisa tersenyum dan bersabar. Sekarang dirinya duduk di kursi belajar, memandangi foto yang berisi tiga orang yang sedang tersenyum senang disana. Satu laki laki, satu perempuan berhijab, dan satu anak yang masih balita. Ya, itu adalah Ara, ayah dan bundanya. Jika kembali menerawang jauh ke masa lalu, rasanya Ara ingin menangis. Kebahagiaan yang dulu dia dapat, dengan yang sekarang sudah berbeda. Bahkan sangat sangat berbeda. Dunianya yang dulu berwarna warni menjadi suram berwarna hitam putih, seperti tak akan pernah ada kebahagiaan lagi. 

_________________

Seminggu berlalu, hari ini adalah hari pertama Ara masuk di kelas baru. Kelas 12. Penentu untuk masa depannya, dan juga akhir dari perjuangannya dua tahun lalu serta awal akan memulai perjuangan yang baru di bangku kuliah nanti. 

Ara sudah rapi dengan seragam putih abu-abunya. Rambut yang dikuncir kuda serta polesan bedak tipis di wajahnya membuatnya tampak natural. Ara memang tidak seperti anak anak lain yang suka mengoleksi skincare atau make up. Ia hanya menggunakan yang ia perlu saja dan jika ada uang sisa pasti ia tabung. Entah sudah berapa uang tabungan yang dikumpulkan Ara, dia belum mengeceknya lagi. 

Ara keluar dari kamarnya dan turun dengan wajah berseri-seri. Di meja makan sudah ada Evan dan Meyra sedangkan Winda masih memasak. Ara mendudukkan pantatnya di kursi sebelah Meyra lalu meletakkan tasnya di bawah. 

"Ara," panggil Evan membuat Ara menoleh. 

"Iya, ayah?" 

"Hari ini, Meyra pindah ke sekolah yang sama seperti kamu," ujar Evan yang tentu saja membuat Ara terkejut namun sedetik kemudian ia merubah raut keterkejutan itu menjadi senyuman. Dengan senang hati Ara mengangguk mengiyakan. Sedangkan Meyra yang nampaknya acuh tak acuh dengan urusan ini. Toh yang penting dia sekolah, pikir Meyra. 

"Ayo, makan dulu," ucap Winda sambil membawa beberapa piring di tangannya dan ia letakkan di meja makan. Mereka semua makan dengan hening dan hanya terdengar dentingan antara sendok dan piring saja. 

Kini mereka berdua berada di satu mobil. Ya, Evan menyuruh Ara dan Meyra agar berangkat bersama. Awalnya Meyra menolak namun karena gertakan sang mama ia kembali menurut dan mau berangkat bersama Ara. Selama perjalanan, tidak ada yang saling berbicara diantara mereka. Meyra yang sibuk bermain handphone dan Ara yang melihat pemandangan dari kaca mobil. 

Sesampainya di sekolah, Ara disambut langsung oleh Reisya. Terakhir mereka bertemu saat di mall dan setelah itu tidak bertemu lagi karena Reisya yang mudik ke rumah neneknya di Sumatera Barat. 

"Araaaaaaaaa," teriaknya membuat telinga Ara berdenging. Reisya ini jika teriak akan sebelas dua belas dengan toa masjid. Jadi jika berdekatan dengan Reisya harus waspada dan kuat. 

"Aku kangeeeeennn," ucapnya seraya memeluk Ara dengan sangat erat. Saat ia melepas pelukannya, matanya mengarah kepada orang yang berada di belakang Ara. Dahinya berkerut menandakan ia sedang kebingungan. 

"Emmm..." Reisya terdiam seperti berpikir sambil memandangi orang tersebut. Ara yang melihat itu terkekeh. 

"Kalau nggak tau itu, tanya dong," ucap Ara membuat Reisya cengengesan. 

"Ini Meyra, tau kan?" jelas Ara membuat Reisya mengubah wajahnya menjadi datar. Reisya tahu bagaimana sifat Meyra dari yang Ara ceritakan. Ternyata tampangnya begini, Reisya julid mode on membuat Ara menatap sahabatnya itu sembari terkekeh lalu menepuk pundaknya. 

"Ayo, masuk. Kamu mau langsung ke ruang kepsek kan?" ujarnya membuat Meyra mengangguk. Reisya dan Ara pun mengantarkan Meyra ke ruang kepala sekolah. Sedari tadi, banyak siswa siswi yang berbisik mengenai kedatangan Meyra. Ya, sepertinya gadis itu akan menjadi primadona baru disini karena parasnya yang cantik dan badannya yang body goals. Penampilannya juga sangat modis, menggunakan liptint dengan bedak serta skincare lainnya. Rambut kecoklatan yang diurai begitu saja membuatnya terbang saat diterpa angin. Bagi kaum adam, Meyra adalah gadis yang harus dijadikan pacar. 

"Aku ke kelas dulu, Mey," pamit Ara lalu pergi dari sana bersama Reisya. 

"Kamu kenapa sih, Rey. Dari tadi diam terus," tanya Ara saat mereka sudah duduk di kursi masing masing. Ara dan Reisya kembali sekelas membuat mereka senang dan memutuskan untuk duduk bersama. Mereka masuk di kelas 12 IPS 1.

"Ra, aku nggak suka deh liat dia. Masa gayanya songong gitu sih, mana tadi dia sok cantik lagi," gerutu Reisya membuat Ara terkekeh melihat sahabatnya ini. Ya memang ketika Reisya sudah mode julid, bibirnya akan mengerucut dan menggerutu tidak jelas sampai mendapat asupan makanan. Misalnya bakso atau mie ayam dengan minuman jus alpukat. Maka suasana hatinya akan kembali seperti semula. 

"Nanti aku traktir bakso sama jus alpukat deh," ujar Ara membuat Reisya mengangguk saja. 

"Ra, nanti main ke rumah yuk." Reisya memohon kepada sahabatnya itu membuat Ara tersenyum lalu menggeleng. 

"Nggak bisa, Sya. Ayah aku baru pulang kemarin, terus juga aku nanti harus jaga rumah," jelasnya membuat kening Reisya mengerut. 

"Jaga rumah, emang semuanya pada kemana?" tanya Reisya kepo. Mode julidnya hilang, sekarang malah berubah menjadi mode kepo. 

"Mau jalan-jalan sih, katanya. Tapi aku nggak tahu kemana."

"Loh, kamu gak diajak?" pekik Reisya membuat atensi siswa lain mengarah ke mereka berdua. Namun beberapa saat kemudian mereka kembali fokus pada kegiatan masing-masing. 

"Aku udah diajak sama papa, tapi akunya aja yang nggak mau," ucap Ara membuat mata Reisya memicing. 

"Kamu yang nggak mau atau kamu dipaksa supaya nggak mau ikut?" Reisya seperti mengintrogasi Ara membuat Ara tidak nyaman sendiri. Sahabatnya ini jika jiwa keponya keluar maka semua akan ditanyakan. Katanya demi kebaikan Ara. Yayaya memang sahabat yang pengertian. 

"Gimana kalau nanti aku yang ke rumah kamu?" 

Ara yang sedang menyiapkan buku tulisnya itu menoleh ke arah Ara. 

"Ide bagus, nanti aku chat aja ya," ucapnya membuat Reisya mengacungkan jempolnya. Mereka pun duduk dengan rapi karena guru baru mereka akan datang dan siap memulai pelajaran. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ARABELLA   Nasi goreng spesial

    "Loh? Kok kamu udah dateng sih?" tanya Ara yang baru turun dari mobil bersama Reisya. Mereka kaget karena Satria yang tiba-tiba sudah nangkring di depan rumah Reisya."Ya ngga boleh cepet-cepet?" tanya Satria membuat Ara menggeleng. "Ya boleh. Siapa bilang nggak boleh," jawabnya membuat Satria mengangguk."Yaudah yuk masuk, nggak enak kalo di luar terus," ajak Reisya. Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah sangat sepi karena Reino yang pergi ke luar kota bersama temannya dan orang tua Reisya yang berada di luar negeri."Om sama Tante nggak pulang, Sya?" tanya Ara membuat Reisya menggeleng. Ara hanya ber-oh saja."Gimana Meyra? Udah sampe rumah kan?" Ara bertanya kepada Satria dan dibalas dengan gelengan."Loh?""Aku tinggalin. Lagian ya, Ra. Si Ellen sama Sisca tuh belum pulang. Jangan percaya deh sama sandiwara mereka," jelas Satria membuat Ara menghela napas lalu mengangguk."Oke,"

  • ARABELLA   Ibarat pengganggu

    Tidak ada yang spesial di hari Minggu ini. Besok sudah Senin saja, waktunya upacara. Sebenarnya, meskipun Ara pintar, ia juga seperti murid pada umumnya yang tidak menyukai upacara. Panas, capek, keringetan, pegel semua.Ara sudah selesai belajar dan menyiapkan buku mapel untuk besok. Rencananya, besok setelah pulang sekolah ia akan mampir sebentar ke rumah Reisya untuk mengerjakan tugas kelompok.BrukAra merebahkan dirinya di kasur. Ia menatap langit kamarnya lalu tersenyum. Beberapa hari ini, kehidupannya berjalan dengan baik. Hari-harinya menjadi bahagia. Tidak ada yang melakukan kejahatan pada dirinya, ia selalu diperlakukan baik oleh semua orang. Senang? Tentu saja. Akhirnya kehidupannya yang dulu kembali walaupun tak sepenuhnya."Kangen bunda," lirihnya lalu menatap pigura yang selalu ia letakkan di atas nakas."15 September, sebentar lagi bunda ula

  • ARABELLA   Semuanya berubah?

    Paginya, Ara sudah sampai di sekolah. Betapa kagetnya dia karena sepanjang perjalanan menuju kelas, banyak teman-teman lainnya yang meminta maaf kepada Ara."Ra," panggil Reisya ketika Ara sudah duduk di sampingnya."Ini semuanya beneran minta maaf tau, Sya," jelas Ara membuat Reisya mengangguk. Reisya juga tidak habis pikir, sebenarnya mereka benar-benar berubah atau tidak."Tapi kamu jangan langsung percaya gitu aja, Ra. Takutnya kamu dijebak," ujar Reisya serius membuat Ara mengangguk. Benar, ia jangan terlalu percaya begitu saja kepada Meyra dan yang lainnya. Siapa tau ini hanya bualan mereka semata."Oh iya, Minggu depan Meyra ulang tahun, kayaknya kamu juga bakalan diundang deh."Reisya terkaget, "hah? Dirayain lagi?""Ya iya, kan emang biasanya gitu," ujar Ara membuat Reisya menggeleng."Terus ka

  • ARABELLA   Ara yang baper

    "Salepnya digunakan secara rutin ya, agar segera pulih dan bekasnya tidak terlihat," jelas dokter membuat mereka mengangguk."Baik, dok. Terima kasih,"Setelah kepergian dokter, mereka bertiga berdiam di ruangan. Tanpa mengucapkan kata sedikitpun.Lalu atensi mereka teralihkan karena mendengar pintu ruangan yang terbuka."Araaa," teriak Meyra, Ellen dan Sisca. Hah? Mereka kenapa?Satu-persatu mereka memeluk Ara yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Sedangkan Reisya dan Satria saling tatap."Ara, maafin kita karena udah buat jahat sama kamu," ujar Ellen tiba-tiba membuat semuanya kaget.Bisa gitu ya?"Iya, Ra. Maafin juga ya kita udah bikin kamu masuk rumah sakit terus. Aku bakal bayarin biaya rumah sakitnya.""Ga perlu," tolak Satria dengan tegas. Wajahnya yan

  • ARABELLA   It's okay (Arabella)

    Pagi ini, Ara sudah bersiap-siap untuk pergi sekolah. Berusaha mungkin ia akan menguatkan mentalnya karena pasti saat disekolah ia akan dibully habis-habisan mengingat kejadian kemarin yang tersebar luas seantero sekolah."Sayang, sini duduk," ajak Evan membuat Ara tersenyum dan duduk di samping ayahnya."Berani juga, Lo masuk sekolah," batin Meyra sembari menatap Ara sinis."Ada apa, Mey?" tanya Evan yang tidak sengaja melihat Meyra yang sedang menatap Ara."Eh, nggak yah." Meyra gelagapan sendiri lalu beralih memainkan ponselnya. Semoga saja ayahnya tidak ada curiga terhadapnya."Ara nanti ayah yang antar ya?" tanya Evan membuat Ara terdiam sejenak kemudian mengangguk."Meyra?" Evan beralih bertanya pada anaknya itu. Ya walaupun bukan anak kandungnya setidaknya Evan berusaha adil kepada mereka berdua.

  • ARABELLA   Orang misterius

    Disini Ara sekarang, gudang belakang rumahnya. Tadi setelah di siksa oleh Angel dan Sisca, Ara langsung dimasukkan ke dalam gudang belakang. Badannya menggigil karena kedinginan. Bahkan ia saja masih memakai seragam."Aakhh, bunda," lirihnya. Suasana gudang yang gelap ditambah dengan cuaca yang mulai dingin membuat Ara semakin menggigil.Ia ingin meminta bantuan juga tidak mungkin, kepada siapa ia akan meminta bantuan. Berteriak pun percuma, ini gudang belakang tidak ada seorangpun yang akan mendengar."Tolongin Ara," lirihnya. Bibirnya sudah pucat pasi, terlebih dia belum makan sejak siang tadi. Kepalanya sudah mulai berkunang-kunang, tubuhnya siap untuk ambruk namun tidak jadi karena pintu gudang sudah dibuka."Heh, keluar lo," teriak Meyra dari luar membuat Ara berdiri dan berjalan pelan menuju pintu gudang."Buruan, lama banget sih." Meyra menarik lengan Ara dan dibawanya masuk ke dala

  • ARABELLA   Yang bisa membuat malu

    "Makasih, Sat." Ara menurunkan dirinya dari motor milik Satria dan melepas helm milik laki-laki itu."Sama-sama, besok berangkat sekolah aku yang anter ya?" tawar Satria membuat Ara dengan cepat menggeleng."Loh, kenapa?" tanya Satria bingung sedangkan Ara berpikir keras untuk mencari alasan."Ra, ayah kamu lagi sakit, gak mungkin juga kan anterin kamu,""Reisya juga, akhir-akhir ini dia berangkat telat kan? Kamu juga cerita katanya Reisya nggak bisa dihubungi," ucap Satria membuat Ara semakin bingung."Nggak, aku nanti sama pak supir aja, mungkin berangkat bareng sama Meyra," ujar Ara membuat Satria mengernyit."Bukannya kamu bilang supir kamu lagi cuti, ya?""Astaga," batin Ara menepuk dahinya pelan."Ra, segitu nggak maunya kamu berangkat sama aku?" ucap Satria lirih."Ah nggak, Sat. Aku dengan senang hati mau berangkat sama kamu kok, tapi untuk besok nggak dulu, ya," ucap Ara

  • ARABELLA   Cinta segitiga

    Sesampainya di rumah, Ara merebahkan dirinya di kasur empuk miliknya. Ingatannya masih terbayang tentang kejadian tadi saat ia melihat Reisya bersama Reino di hotel.Ara terduduk. Ia berinisiatif akan menelepon Reisya agar memastikan gadis itu baik-baik saja.Sudah hampir 10 kali namun Reisya tak menjawab panggilannya padahal jelas-jelas disitu sedang berdering. Ara semakin khawatir dengan apa yang dialami Reisya. Semoga saja tidak terjadi apa-apa.Tok tok tok"Masuk,"Masuklah Meyra yang langsung duduk di ranjang milik Ara."Kenapa?" tanya Ara sembari mendudukkan dirinya."Lo bisa jauhin Satria?" ucapnya dengan tatapan tajam membuat Ara bingung."Untuk?""Gue suka sama Satria!!" bentak Meyra membuat Ara berjingkat kaget. Apakah iya?"Aku sama Satria cuman sebatas teman aja, nggak lebih. Kamu boleh suka sa

  • ARABELLA   Musibah

    "Heh!" Seseorang menarik rambut Ara dari belakang membuat sang empu hampir saja terjengkang jika tidak berpegangan pada tiang."Lo pake pelet apa? Hah?" hardik Ellen kepada Ara. Ara yang tidak tahu maksudnya hanya mengerutkan kening."Gak usah pura-pura nggak tau. Lo itu ganjen banget sama si anak baru itu ya," tuduh Sisca makin-makin."Siapa? Awhh, Satria?" Ara mulai membuka suaranya dan berusaha melepas cengkraman tangan Ellen."Berani-beraninya lo berangkat bareng gebetan gue, mau lo apa sih, dasar anak pembantu,"PlakMeyra menampar keras pipi kanan Ara membuat sang empu meringis hingga menimbulkan bekas merah."WOY APA-APAAN LO," teriak seseorang dari arah sana. Semuanya menoleh dan mendapati, Reisya? Apakah itu Reisya?"Sya?" Ara juga tak kalah terkejut sama seperti siswa-siswi lain. Reisya yang, berbeda. Ya, rambutnya yang ia potong

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status