Share

Datang

Author: nabilajihan
last update Last Updated: 2021-08-29 22:36:49

Kini mereka berdua dalam perjalanan pulang. Setelah membicarakan Satria tadi, Meyra banyak berdiam diri dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun membuat Ara bingung. Ingin bertanya, namun takut salah. Jadi lebih baik diam saja.

Sesampainya di rumah, terdapat mobil seseorang yang tidak Ara dan Meyra kenal membuat mereka berdua saling pandang. Dengan segera, Meyra keluar dari mobil dan berlari menuju ke dalam rumah. Ara yang melihat hal itu bingung dan ikut mengejar Meyra.

"Meyra," panggil Ara membuat Meyra menoleh.

"Lo kenal ini mobil siapa?" tanyanya membuat Ara menggeleng. Ara saja tidak tahu, kenapa malah bertanya.

"Apa mama udah pulang?" celetuk Ara membuat Meyra terdiam.

"Bisa jadi, ayo masuk." Meyra dan Ara melangkah masuk dan menuju ke kamar Winda.

Tok tok tok

"Mamaaaa," panggil mereka berdua namun tidak ada jawaban.

"Maaaa," panggil mereka lagi lalu keluarlah Winda dengan baju yang sedikit acak acakan?...

"Mama udah pulang," ucap Meyra lalu berhambur ke pelukan Winda membuat Winda mengusap rambut anaknya sayang. Ara yang melihat itu hanya tersenyum simpul, sudah biasa melihat pemandangan seperti ini jadi dia sudah cukup kebal.

"Kalian dari mana?" tanya Winda setelah Meyra melepaskan pelukannya.

"Dari mall, mama kok pulang sekarang? Katanya masih lama?" tanya Ara membuat Meyra juga mengangguk.

"Ayah kalian besok akan pulang," ucap Winda membuat Ara dan Meyra kaget. Benarkah?

Ara tersenyum senang, begitupun Meyra.

"Ma, mobil di depan mobil siapa?" tanya Meyra membuat kening Winda berkerut.

"O-oh itu emm apa itu mobil temen mama. Tadi mama pinjem, iya pinjem," ujar Winda membuat Ara dan Meyra mengangguk.

"Kalau gitu kalian mandi dulu, nanti kita makan. Mama pesenin delivery," ucap Winda lalu menutup pintu kamarnya.

Ara dan Meyra hanya acuh lalu berjalan menuju kamar mereka masing masing.

Beberapa menit lalu, Ara sudah selesai makan malam. Tadi Winda memesankan mereka ayam crispy. Kini Ara sudah berada di kamar. Selesai berganti baju, Ara ingin merebahkan tubuhnya. Hari ini dia sangat lelah, untung saja Winda tidak menyuruhnya untuk membersihkan rumah. Saat akan memejamkan matanya, suara ponselnya berbunyi membuat Ara mengernyit. Malam malam begini siapa yang menelepon?

Ara mengambil handphone nya yang ada di nakas dan melihat nama kontak yang tertera disana.

Satria is calling...

Satria? Untuk apa telepon malam malam begini?

Ara mendudukkan tubuhnya lalu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Lalu ia menggeser tombol hijau yang ada di sana untuk menerima panggilan.

Hai, Ara. Ganggu ya?

Eh, hai. Nggak kok, ada apa?

Nggak ada sih, emmm kangen aja

O-ohh kangen

Udah makan malam, Ra?

Udah kok, kamu gimana?

Udah. Baru selesai

Ara hanya mengangguk

Mereka sama sama terdiam membuat suasana menjadi canggung. Ara memperhatikan Satria, kenapa dengan dia, melamun kah?

Ara, maaf

Iya, kenapa?

Kamu ada pacar, kah?

Ah, enggak. Aku lagi nggak pacaran, kenapa?

Gapapa, tanya aja hehehe

Ohhh

Yaudah kalau gitu kamu tidur aja, udah malem nggak baik cewe begadang

Iya, ini juga mau tidur

Good night, Ara

Night too

Ara mematikan sambungannya secara sepihak, lalu kembali merebahkan tubuhnya di kasur. Ia sebenarnya ingin mengabari Reisya, namun ia urungkan karena rasa kantuk yang sudah melanda dan akhirnya Ara terlelap masuk ke dalam alam mimpinya.

Keesokan paginya....

"Araaaaaaa,"

Ara yang belum terbangun kaget. Siapa yang sudah memanggilnya pagi pagi seperti ini?

"Araaaaaa,"

Ara menggeliat dari tidurnya dan langsung terduduk. Akhh dia sebenarnya masih mengantuk, matahari saja belum menampakkan dirinya.

"Araaaaa,"

"Iya sebentar,"

Ceklek

"Eh, ma. Kenapa?" Ternyata yang memanggilnya tadi adalah Winda.

"Jangan tidur mulu, cepet beres beres rumah, ayah kamu mau datang. Saya yang masak," ucapnya lalu melenggang pergi dari sana.

Ara kembali menutup pintunya lalu mengambil wudhu dan melaksanakan shalat subuh. Setelah itu barulah dia membersihkan rumah. Mulai dari menyapu, mengepel, dan yang lainnya. Tapi dia tidak melihat Meyra, di mana dia?

"Ma, Meyra ada di mana?" tanyanya.

"Meyra masih tidur, dia kecapean," ujar Winda yang tengah sibuk dengan masakannya. Ara menghela napas pelan. Seperti biasa, Meyra selalu dimanja oleh Winda, bahkan Meyra tidak diperbolehkan sama sekali untuk menyentuh sapu, bahkan cuci piring saja tidak.

"Oh iya, nanti setelah selesai, jangan lupa cuci piring sama cuciin baju yang ada di keranjang," ucap Winda yang mau tak mau harus Ara turuti agar tidak terkena hukuman.

Matahari sudah mulai menampakkan dirinya, kini Ara sedang menyiram tanaman milik mendiang bundanya yang masih ia rawat sampai saat ini. Bunga inilah salah satu kenang kenangan yang ia miliki untuk mengenang bundanya. Karena saat pergi, bunda tidak menitipkan apapun dan kebanyakan barang barang lama bunda sudah diletakkan di gudang dan sebagian baju baju milik bunda disedekahkan kepada orang yang kurang mampu.

Tin tin

Suara klakson mobil terdengar memasuki pekarangan rumah membuat Ara menoleh. Ahh ayahnya sudah tiba. Dengan cepat, Ara mematikan keran air dan menghampiri sang ayah. Namun, dia kalah cepat. Sang ayah sudah lebih dulu memeluk Meyra dan Winda. Ara tersenyum simpul, lagi lagi ia tertinggal momen berharga yang jarang sekali ia rasakan. Bahkan dia tidak tahu bagaimana rasanya dipeluk seorang ibu, sudah tiga tahun ini ia tidak merasakannya.

Evan menoleh ke arah Ara membuat Ara tersenyum. Ara mendekat ke arah mereka bertiga.

Dengan senyum yang merekah, Evan melebarkan tangannya agar Ara masuk ke dalam pelukannya. Dengan senang hati, Ara mulai masuk ke dalam pelukan Evan dan memeluk ayahnya itu dengan erat. Lama sekali Ara tidak merasakan pelukan yang damai seperti ini, andai saja waktu bisa terulang kembali dan ia bersama ayah serta bundanya berpelukan seperti ini lagi. Namun Ara sadar, keadaan sudah berbeda, bunda sudah tidak ada dan yang ada sekarang hanyalah mama Winda. Ara harus menerima apapun yang memang sudah ditakdirkan dalam hidupnya.

"Ayo masuk. Aku sudah masak, mas," ajak Winda kepada Evan membuat mereka semua masuk ke dalam.

Evan menghirup aroma rumahnya yang sangat wangi dan rapi serta sangat bersih.

"Waahh rapi sekali rumah kita, siapa yang membersihkan?" tanya Evan

Saat ingin menjawab, Meyra sudah lebih dulu membuka suaranya membuat Ara menghela napas.

"Meyra, yah yang bersihin. Meyra bangun pagi pagi biar bisa bersihin rumah, supaya ayah nyaman kalau udah sampai," ujarnya lalu mendekat ke arah Evan dan memeluk lengannya membuat Evan mengelus lembut rambut coklat milik Meyra.

"Yasudah, ayo makan." Winda, Evan dan Meyra berjalan menuju meja makan meninggalkan Ara yang masih berdiri disana dengan senyuman miris. Dia yang lelah mengerjakan semua ini, tapi malah diakui orang lain, bahkan tidak dipedulikan.

Ara melangkah pelan menuju meja makan. Saat akan duduk, Winda membuka suara membuat Ara mengurungkan niatnya.

"Ara, mama boleh minta tolong?" ucapnya membuat Ara mengangguk.

"Tolong ambilkan barang barang ayah yang masih tertinggal di depan, takut diambil orang kan kalau dibiarkan disitu," ucap Winda selembut mungkin membuat Ara kadang bingung sendiri. Sifat ibu tirinya ini saat ada ayahnya dan tidak ada ayahnya sangat berbeda.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ARABELLA   Nasi goreng spesial

    "Loh? Kok kamu udah dateng sih?" tanya Ara yang baru turun dari mobil bersama Reisya. Mereka kaget karena Satria yang tiba-tiba sudah nangkring di depan rumah Reisya."Ya ngga boleh cepet-cepet?" tanya Satria membuat Ara menggeleng. "Ya boleh. Siapa bilang nggak boleh," jawabnya membuat Satria mengangguk."Yaudah yuk masuk, nggak enak kalo di luar terus," ajak Reisya. Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah sangat sepi karena Reino yang pergi ke luar kota bersama temannya dan orang tua Reisya yang berada di luar negeri."Om sama Tante nggak pulang, Sya?" tanya Ara membuat Reisya menggeleng. Ara hanya ber-oh saja."Gimana Meyra? Udah sampe rumah kan?" Ara bertanya kepada Satria dan dibalas dengan gelengan."Loh?""Aku tinggalin. Lagian ya, Ra. Si Ellen sama Sisca tuh belum pulang. Jangan percaya deh sama sandiwara mereka," jelas Satria membuat Ara menghela napas lalu mengangguk."Oke,"

  • ARABELLA   Ibarat pengganggu

    Tidak ada yang spesial di hari Minggu ini. Besok sudah Senin saja, waktunya upacara. Sebenarnya, meskipun Ara pintar, ia juga seperti murid pada umumnya yang tidak menyukai upacara. Panas, capek, keringetan, pegel semua.Ara sudah selesai belajar dan menyiapkan buku mapel untuk besok. Rencananya, besok setelah pulang sekolah ia akan mampir sebentar ke rumah Reisya untuk mengerjakan tugas kelompok.BrukAra merebahkan dirinya di kasur. Ia menatap langit kamarnya lalu tersenyum. Beberapa hari ini, kehidupannya berjalan dengan baik. Hari-harinya menjadi bahagia. Tidak ada yang melakukan kejahatan pada dirinya, ia selalu diperlakukan baik oleh semua orang. Senang? Tentu saja. Akhirnya kehidupannya yang dulu kembali walaupun tak sepenuhnya."Kangen bunda," lirihnya lalu menatap pigura yang selalu ia letakkan di atas nakas."15 September, sebentar lagi bunda ula

  • ARABELLA   Semuanya berubah?

    Paginya, Ara sudah sampai di sekolah. Betapa kagetnya dia karena sepanjang perjalanan menuju kelas, banyak teman-teman lainnya yang meminta maaf kepada Ara."Ra," panggil Reisya ketika Ara sudah duduk di sampingnya."Ini semuanya beneran minta maaf tau, Sya," jelas Ara membuat Reisya mengangguk. Reisya juga tidak habis pikir, sebenarnya mereka benar-benar berubah atau tidak."Tapi kamu jangan langsung percaya gitu aja, Ra. Takutnya kamu dijebak," ujar Reisya serius membuat Ara mengangguk. Benar, ia jangan terlalu percaya begitu saja kepada Meyra dan yang lainnya. Siapa tau ini hanya bualan mereka semata."Oh iya, Minggu depan Meyra ulang tahun, kayaknya kamu juga bakalan diundang deh."Reisya terkaget, "hah? Dirayain lagi?""Ya iya, kan emang biasanya gitu," ujar Ara membuat Reisya menggeleng."Terus ka

  • ARABELLA   Ara yang baper

    "Salepnya digunakan secara rutin ya, agar segera pulih dan bekasnya tidak terlihat," jelas dokter membuat mereka mengangguk."Baik, dok. Terima kasih,"Setelah kepergian dokter, mereka bertiga berdiam di ruangan. Tanpa mengucapkan kata sedikitpun.Lalu atensi mereka teralihkan karena mendengar pintu ruangan yang terbuka."Araaa," teriak Meyra, Ellen dan Sisca. Hah? Mereka kenapa?Satu-persatu mereka memeluk Ara yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Sedangkan Reisya dan Satria saling tatap."Ara, maafin kita karena udah buat jahat sama kamu," ujar Ellen tiba-tiba membuat semuanya kaget.Bisa gitu ya?"Iya, Ra. Maafin juga ya kita udah bikin kamu masuk rumah sakit terus. Aku bakal bayarin biaya rumah sakitnya.""Ga perlu," tolak Satria dengan tegas. Wajahnya yan

  • ARABELLA   It's okay (Arabella)

    Pagi ini, Ara sudah bersiap-siap untuk pergi sekolah. Berusaha mungkin ia akan menguatkan mentalnya karena pasti saat disekolah ia akan dibully habis-habisan mengingat kejadian kemarin yang tersebar luas seantero sekolah."Sayang, sini duduk," ajak Evan membuat Ara tersenyum dan duduk di samping ayahnya."Berani juga, Lo masuk sekolah," batin Meyra sembari menatap Ara sinis."Ada apa, Mey?" tanya Evan yang tidak sengaja melihat Meyra yang sedang menatap Ara."Eh, nggak yah." Meyra gelagapan sendiri lalu beralih memainkan ponselnya. Semoga saja ayahnya tidak ada curiga terhadapnya."Ara nanti ayah yang antar ya?" tanya Evan membuat Ara terdiam sejenak kemudian mengangguk."Meyra?" Evan beralih bertanya pada anaknya itu. Ya walaupun bukan anak kandungnya setidaknya Evan berusaha adil kepada mereka berdua.

  • ARABELLA   Orang misterius

    Disini Ara sekarang, gudang belakang rumahnya. Tadi setelah di siksa oleh Angel dan Sisca, Ara langsung dimasukkan ke dalam gudang belakang. Badannya menggigil karena kedinginan. Bahkan ia saja masih memakai seragam."Aakhh, bunda," lirihnya. Suasana gudang yang gelap ditambah dengan cuaca yang mulai dingin membuat Ara semakin menggigil.Ia ingin meminta bantuan juga tidak mungkin, kepada siapa ia akan meminta bantuan. Berteriak pun percuma, ini gudang belakang tidak ada seorangpun yang akan mendengar."Tolongin Ara," lirihnya. Bibirnya sudah pucat pasi, terlebih dia belum makan sejak siang tadi. Kepalanya sudah mulai berkunang-kunang, tubuhnya siap untuk ambruk namun tidak jadi karena pintu gudang sudah dibuka."Heh, keluar lo," teriak Meyra dari luar membuat Ara berdiri dan berjalan pelan menuju pintu gudang."Buruan, lama banget sih." Meyra menarik lengan Ara dan dibawanya masuk ke dala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status