Anandita Misellia Atmaja adalah anak dari selingkuhan seorang pria berkeluarga yang memiliki ekonomi menengah ke bawah. Ana hidup di lingkungan orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ibu kandung Ana yang merupakan seorang pekerja seks komersial sudah meninggal akibat dibunuh oleh pelanggannya. Ana tidak pernah merasakan hari yang tenang saat tinggal bersama dengan ayah kandungnya, ibu tirinya, dan tiga saudara tirinya karena mereka memperlakukan Ana layaknya sampah yang tidak berguna. Griselda Edna Hariman adalah anak selingkuhan dari pria berkeluarga yang merupakan konglomerat. Edna begitu disayang oleh ayah kandung, ibu tiri, dan kakak tirinya karena keluarga itu memang mengharapkan anak perempuan. Kesamaan Edna dan Ana adalah mereka yang sama-sama merupakan anak dari selingkuhan dan juga wajah mereka yang bagaikan kembar identik. Suatu hari Edna meninggal akibat ketidaksengajaan Adhyaksa Jagad Lazuardi yang merupakan calon suaminya. Jagad yang tidak ingin pernikahan ini batal akhirnya menggunakan Ana sebagai pengganti Edna. Di satu sisi Ivander Patrik Hariman yang merupakan kakak tiri Edna merasa ada yang salah dan berbeda dengan Edna setelah kecelakaan itu dan mulai melakukan penyelidikan. Apakah Patrik akan menemukan kejanggalan yang dia curigai dan membongkar kebohongan Jagad?
view more"Ana, kalau kerja yang becus! Jangan cuma leha-leha aja! Kamu pikir kamu siapa di rumah ini?!"
Ana menghela napas mendengar ucapan dari wanita paruh baya itu. "Kerjaan aku udah beres semua, Tante. Piring sama perabotan yang lain udah dicuci, baju kalian semua juga udah dicuci, rumah udah dibersihin. Bukannya kalian yang dari tadi cuma leha-leha?"
PLAK!
"Dasar jalang gak tahu diri! Masih untung kamu masih diterima di rumah ini. Anak haram itu gak usah kebanyakan bacot!” sergah Rita, ibu tiri Ana. Setelah puas mencacinya, wanita itu pergi dan memanggil ketiga anaknya.
Ana merasakan bekas tamparan yang sakit sekaligus panas. Dari dulu ibu tirinya itu memang punya dendam yang membara pada Ana karena ia adalah anak selingkuhan ayahnya. Ana tahu, Rita merasa sakit hati dengan bukti perselingkuhan suaminya yang hidup di rumah yang sama dengan dirinya.
Dan Ana tidak bisa melakukan apapun untuk itu. Ibu tirinya akan selalu memperlakukannya dengan kasar, seolah dirinya bukan manusia.
"Heh pelacur, mana uang buat aku?" Alma, anak sulung keluarga itu, datang menghampirinya dengan wajah galak.
“Nggak ada,” kata Ana. “Kamu minta ke Bapak aja. Kemarin upahku udah aku belikan untuk kebutuhan sehari-hari.”
"Dasar belagu! Udah dibilangin tiap dapat duit dari hasil kerjaan kamu itu ya harus dikasih ke aku! Sialan!" Alma mengumpat sambil menendang tulang kering Ana dengan keras.
Tendangan itu langsung membuat Ana terjatuh. Alma mendengus melihat saudara tirinya meringis kesakitan. "Dasar manja! Ditendang gitu aja langsung roboh!"
Masih pagi, tapi Ana sudah mendapatkan dua macam kekerasan fisik yang mengenai pipi dan kakinya. Ana mungkin harus menanti lagi siksaan fisik dari dua saudara tirinya yang lain.
"Ya ampun, Ana. Kamu baik-baik saja?" Nara, saudara tiri yang lain menatapnya iba. Namun, tatapan itu berubah secepat kilat saat dengan sengaja Nara menuangkan air minumnya ke tubuh Ana. "Astaga, tangan aku kepeleset. Maaf ya."
Setelah melakukan itu, Ana ditinggalkan sendiri dengan kondisi kuyup.
Sungguh, rasanya Ana sudah muak dengan keadaan ini. Ana buru-buru berdiri agar Vina tidak menambah penderitaannya.
Vina adalah manusia terkejam di rumah ini. Ana tidak ingin mencari gara-gara dengan dirinya. Namun naas, Ana terlambat. Suara Vina muncul dari arah belakangnya, membuat Ana menelan ludah gugup.
"Loh, Ana? Kok masih di rumah? Bukannya harusnya kamu udah berangkat kerja?” Vina memang berucap dengan lembut, tapi senyum palsu di wajahnya itu benar-benar mengerikan. Seolah ia akan menerkam ketika Ana lengah.
"Vina, ngapain kamu masih ngobrol sama anak haram itu?!" Sebelum Vina memberikan siksaan pada Ana, ibunya lebih dulu menegur agar ia segera berangkat.
Vina mendengus, tapi tak membantah. Ia berlalu setelah melemparkan tatapan penuh peringatan pada Ana yang tertunduk.
"Heh, anak haram! Ngapain masih di sana? Sana kerja! Mau jadi apa kamu kalau malas seperti itu!” cecar Rita pada Ana yang hanya berdiri sambil melamun.
Ana hanya menoleh sekilas sebelum keluar untuk berangkat kerja. Tentu saja tindakan tersebut dianggap tidak sopan oleh Rita sehingga dia memaki-maki Ana yang sudah keluar dari rumah.
"Dasar jalang gak tahu diri! Begini nih akibatnya kalau anak yang lahir dari perbuatan haram!"
*
"Edna, kok kamu di sini? Masih marah soal kemarin?"
Sore itu, Ana berjalan pulang sehabis bekerja. Tapi tiba-tiba saja, seseorang menarik tangannya. Saat menoleh dan menjumpai seorang pria asing, Ana langsung menghempaskan pegangan pria itu.
Apalagi Ana dipanggil dengan nama orang lain. Siapa juga Edna itu?
"Maaf sepertinya Mas salah orang. Saya bukan Edna." Ana pun segera bergegas kembali berjalan.
Upah pekerjaan sebagai buruh cuci dan buruh gosok kali ini jelas akan diminta oleh Rita. Untung saja tadi Ana sudah menyisihkan sedikit uangnya untuk ditabung.
"Edna, kamu masih marah? Apa-apaan juga baju kamu ini? Ngapain kamu pakai baju lusuh begini? Kalau mama kamu tahu pasti beliau bisa syok!"
Ana yang dikejar oleh pria itu tentu saja merasa kesal. Ia masih harus melakukan banyak pekerjaan di rumah. Tiba-tiba saja orang ini memanggilnya dengan nama yang aneh dan juga menghina dirinya.
"Mas, Anda salah orang. Saya bukan Edna dan soal baju saya yang lusuh ini, ya memang ini pakaian saya sehari-hari," kata Ana berusaha tidak tersulut emosi.
Ana tahu bahwa orang di depannya ini adalah orang kaya, terlihat dari penampilan dan barang-barang branded yang melekat di tubuhnya. Dia terlihat sangat kontras dengan pemukiman di sekitarnya.
“Edna, jangan bercanda,” kata pria itu lagi. Ia mendekat dan menelisik wajah Ana dengan kerutan pada dahi. “Wajah kamu kenapa? Kok jadi kusam begini?”
Ana menghela napas panjang, mulai lelah menghadapi lelaki aneh di hadapannya. Tepat saat ingin bersuara, dering ponsel tiba-tiba terdengar.
“Sebentar aku angkat telepon dulu.”
Pria itu sedikit menjauh dari Ana. Dari caranya memegang ponsel, Ana tahu pria itu sedang melakukan panggilan video. Ekspresinya yang tadinya datar tiba-tiba berubah kaget. Matanya membelalak sambil sesekali menatap ke arah Ana.
Ana tidak mendengar percakapan mereka, tapi yang jelas, pria asing itu tampak begitu syok.
Tak lama kemudian, pria itu kembali lagi setelah selesai bertelepon. "Mbak, maafkan saya yang kurang ajar sama mbak dan mengganggu aktivitas mbaknya,” katanya sungkan. Ia lalu menyerahkan sebuah kartu nama pada Ana. “Mbak bisa datang ke sini untuk minta ganti rugi atas kesalahan saya.”
Ana menerima kartu itu dengan ragu, dahinya mengerut kebingungan. Mengapa pria itu tiba-tiba ingin ganti rugi?
"Tenang saja mbak, untuk biaya transportasi ke sana dan pulang akan saya tanggung. Saya harap mbak mau menerima permintaan maaf saya."
Ana terdiam sambil berpikir. Pria ini ingin ganti rugi dengan apa? Apakah dia akan memberi sejumlah uang?
‘Aku lagi butuh uang,’ batin Ana sambil menimbang-nimbang.
"Kalau saya ke sana besok apa bisa? Saya butuh uang ganti ruginya," kata Ana, berusaha menekan harga diri. Bagaimanapun, ia pasti akan terbantu jika pria itu benar-benar memberinya uang.
‘Setidaknya, aku tidak akan disiksa untuk sementara waktu kalau membawa uang lebih,’ pikir Ana.
Pria itu mengangguk. “Besok mbak hubungi saja nomor di kartu itu kalau memang mau ke tempat saya. Oh, nama mbak siapa? Saya Jagad.”
“Saya Ana,” sahutnya.
Jagad kembali mengangguk. Setelah basa-basi sejenak, ia pamit pergi.
Ana juga kembali melanjutkan jalan dengan pikiran melanglang buana. Ia merasa ini pertemuan yang aneh. Apalagi, pria itu benar-benar mengira dirinya adalah orang lain.
Sebenarnya, siapa Edna itu? Dan mengapa Jagad tampak begitu terkejut melihatnya?
"Aku?" Ana jadi makin tidak mengerti dengan ucapan Edric. Manusia ini punya rencana apa sih? Segala macam ucapan yang keluar dari mulutnya terlalu berputar-putar. Ana sampai dibuat pusing ketika mendengarnya."Iya. Ini semua tentang kamu. Itu sebabnya aku gak bisa ngasih tahu apa-apa untuk saat ini. Yah semuanya rumit, semuanya berliku-liku. Aku sendiri bahkan gak yakin rencana ini akan berhasil atau gak. Tapi yang jelas ini gak akan membahayakan kamu kok." Edric berucap dengan sangat yakin.Ana sendiri tidak tahu harus menjawab apa dengan pernyataan Edric ini. Haruskah Ana menyemangati Edric dengan mengatakan bahwa rencananya pasti berhasil? Lah memang Ana tahu apa soal rencana itu? Ana tidak mengerti apa-apa jadi tidak layak rasanya jika dia meyakinkan Edric sampai sedemikian rupa. "Edna, ini bikin kamu mikir lagi ya? Aku minta maaf ya karena aku jadinya kamu harus mikir terus. Mikir terus-terusan itu gak akan baik untuk pikiran kamu. Aku tahu soal itu tapi aku malah membebani kamu
"Edric, aku gak tahu apa maksud kamu tapi bekerja disini kayaknya bukan pilihan yang tepat. Pekerjaan kamu di tempat lain juga sudah banyak kan? Kenapa harus membebankan diri kamu dengan pekerjaan yang ada disini?" Ana mencoba memberanikan diri untuk bertanya pada Edric. Keberanian ini muncul dengan kesadaran bahwa dirinya adalah istri Edric."Menurut kamu kenapa aku sampai harus bersusah payah seperti itu? Menurut kamu aku cuma mau bekerja saja disini?" Edric malah gantian memberikan pertanyaan yang di telinga Ana terdengar sangat menyebalkan. Kenapa tidak dijawab saja sih daripada harus gantian bertanya seperti ini? "Ya aku gak tahu apa alasan kamu makanya aku sampai nanya gini. Aku yakin juga bukan hanya sekedar keinginan untuk kamu bekerja disini tapi ada hal lain yang lebih daripada itu. Hanya saja aku tetap gak paham apa tujuan kamu, Edric. Aku gak tahu apa yang sedang kamu rencanakan dan lakukan. Aku harap itu bukan hal yang berbahaya." Entah mengapa Ana takut sekali jika hal
Setelah mengatakan hal itu tanpa diduga Nata langsung pergi dengan menggandeng Edric. Tentunya itu bukanlah hal yang pantas untuk dilihat oleh siapapun dan Ana pun berpendapat demikian. Namun untuk mencegahnya pun sudah terlambat. Gerakan Nata lebih cepat dari siapapun dan tanpa diduga. Benar-benar gerakan orang yang sangat serakah dengan apa yang menjadi milik orang lain. "Maksud kamu apa, Edric? Kan kantor ini sudah menjadi milikku. Kamu gak ada hak untuk bekerja disini apalagi mengawasi pekerjaan disini. Istrimu memang mengadu apa ke kamu? Kamu percaya saja dengan ucapan dia padahal kalian belum lama menikah." Suara dan raut wajah Nata terlihat sangat gusar. Tentu saja gusar karena wilayah kekuasaannya dimasuki oleh orang lain. "Nata, kenapa sekarang kamu jadi sok memiliki tempat ini ya? Tidak ada bukti tertulis tempat ini aku serahkan ke kamu kan? Tempat ini tetap menjadi milikku dan aku berhak kembali kesini kapanpun juga. Kamu gak ada hak apapun untuk melarang aku kesini. Just
Hari ini adalah hari kerja seperti biasanya. Ana bekerja untuk mendapatkan uang dan tentunya harga diri setelah merasa dirinya lebih rendah daripada Nata. "Edna, kamu datang terlambat." Ana yang baru saja masuk kantor langsung diserbu dengan ucapan bahwa dia terlambat. Ana tidak mengerti. Apakah dirinya benar-benar terlambat atau Nata ini hanya cari gara-gara saja dengan dirinya? "Iya? Saya terlambat?" Ana buru-buru mengecek jam tangannya dan dirinya terlambat satu menit. "Iya. Kamu terlambat satu menit. Jangan mentang-mentang kamu istrinya Edric maka kamu beranggapan bahwa kamu lah yang paling berkuasa disini. Disini itu semuanya setara, Edna. Ini adalah wilayah yang aku kelola jadi gak sepantasnya kamu bersikap arogan. Aku harap setelah ini gak ada kesalahan semacam ini lagi." Nata berucap dengan intonasi yang jujur saja membuat Ana merasa geram. Andai saja di dunia kerja ini boleh mencampur adukkan antara urusan pribadi dan urusan profesional maka dengan segera Ana langsung memb
Raut wajah Edric terlihat terkejut dengan ajakan yang dilontarkan oleh Ana sedangkan Ana sendiri memiliki rasa terkejutnya sendiri yaitu Edric yang hanya diam dan tidak kunjung menjawab atau melakukan apapun. "Edric, kenapa diam saja? Apa ajakanku salah? Atau bagaimana?" Jujur saja Ana merasa takut bahwa dirinya melakukan kesalahan yang besar sehingga Edric sekarang ini hanya diam membatu. "Kamu gak salah kok. Aku saja yang terkejut karena ajakan kamu yang tiba-tiba gitu. Edna, kita memang merencanakan untuk punya anak secepatnya tapi proses pembuatannya juga tidak secepat ini ya. Aku yang belum siap kalau sekarang kita melakukan hal tersebut. Bagaimana kalau ditunda dulu sampai aku siap?" Edric merasa posisinya dengan Ana saat ini terbalik karena biasanya perempuan lah yang tidak siap jika harus melakukan aktivitas ranjang. "Kamu siapnya kapan kalau gitu?" Balasan Ana makin membuat Edric merasa bahwa dirinya adalah perempuan. "Edna, seperti yang aku bilang tadi. Kita bisa merenca
"Tempat yang tepat bersama dengan Jagad? Maksud kamu itu apa, Harjokusumo? Aku benar-benar gak mengerti dengan jalan pikiran kamu dan apa yang kamu inginkan sebenarnya. Pikiranku benar-benar kacau dan orang yang seharusnya menenangkanku malah bersikap sesantai ini. Aku benar-benar tidak paham." Claudia benar-benar frustasi. "Bagaimana kalau kita singkirkan Edna palsu itu saja? Awalnya aku masih mengasihani anak itu tapi begitu tahu bagaimana tempat pemakaman Edna aku benar-benar tidak habis pikir. Darahku mendidih. Bisa-bisanya mereka memperlakukan Edna dengan kejam seperti itu. Putri konglomerat Harjokusumo dimakamkan di tempat yang tidak layak dengan nisan bertuliskan nama orang lain pula." Sekarang ini Harjokusumo baru terlihat emosional. Emosi yang ditunjukkan oleh Harjokusumo menular kepada Claudia. Claudia benar-benar tidak tahu harus bersikap seperti apa sekarang ini. Semuanya benar-benar kacau dan di luar kendalinya. "Mas, menyingkirkan anak itu pun sekarang bukan tindakan y
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments