Tepat tengah malam, aku berada di atas bukit di sebuah padang rumput maha luas bersama dengan Seonghwa. Setelah sesi perkenalan itu, Aquilla tanpa menjelaskan apa pun lagi langsung memerintah Seonghwa untuk menjadi pemanduku dalam pelajaran pertama sebagai seorang Seraphie.
“Aku sudah mendengar garis besarnya dari Aquilla tentang dunia ini,” ujarku membuka percakapan dengan kakak satu darahku yang sedang berdiri di ujung bukit kecil ini. “Jadi, kau sudah setua apa untuk menjadi seorang Seraphie?”
Hening sejenak, kakak satu darahku itu tak bergeming sama sekali. Angin malam yang dingin yang tak dapat kurasakan berembus, menerbang surai hitamku dan juga Seonghwa yang masih berdiri di sana. Mendongak menatap langit yang bertabur bintang.
“Empat puluh delapan tahun.” Seonghwa bersuara tanpa emosi dan tak berniat mengalihkan sedikit pun pandangannya kepadaku. “Tepat hari ini, empat puluh delapan tahun yang lalu, hari terakhirku menjadi seorang manusia.”
Setua itu ternyata. Kalau setua itu, aku benar-benar harus menjaga perilakuku terhadapnya. Aku menghampirinya, berdiri di sebelah Seonghwa yang menatapku dari atas. Perbedaan tinggi badan kami cukup jauh. Sekitar sepuluh sampai lima belas senti.
“Kita akan berburu.” Es tiba-tiba mengalir di pembuluh darahku, menegang kaku karena pelajaran pertama yang kupelajari adalah berburu. Dengan kata lain, aku berburu darah manusia. “Di sana, ada sebuah reruntuhan bangunan yang digunakan oleh para perampok.” Dia mengangguk ke sudut kanan padang rumput ini. “Apakah Aquilla menjelaskan tentang Seraphie lebih lanjut?”
Aku menggeleng dan setelahnya terdengar sebuah helaan napas dari Seonghwa, “Aquilla hanya menceritakan kalau ada banyak Seraphie yang berubah menjadi Vampir karena menolak untuk mengonsumsi darah.” Aku lekas menceritakan materi pertama yang kupelajari dari Aquilla. “Apakah... darah memang makanan pokok kita?”
Seonghwa mengangguk ringan dan kembali menatap langit, “Banyak yang mengira kita adalah Vampir. Tapi, kita bukan Vampir. Yang kita konsumsi adalah Inti Sari Kehidupan Manusia, untuk menyokong jiwa kosong yang mengisi tubuh kita. Dan darah menjadi alternatif lain selain memakan jantung manusia secara langsung.”
Aku merinding mendengarnya. “Jadi, sebelumnya sejenis kita memakan jantung?”
“Ya. Itu pun terjadi ratusan juta tahun yang lalu.” Dia memberi jeda karena suaranya tercekat. “Terjadi di masa Perang Besar Suci terjadi dan Seraphie pertama tercipta.”
Aku mengangguk-angguk mengerti. Aku bisa membayangkan kengerian yang terjadi ratusan juta tahun yang lalu. Perang, kehancuran, dan memakan jantung musuh untuk mempertahankan kehidupan.
“Selain berburu, aku akan menjelaskan hal-hal lain terkait Seraphie.” Seonghwa berjalan ke arah sudut kanan, yang konon katanya terdapat sebuah reruntuhan yang dihuni oleh sekelompok perampok. “Menjadi Seraphie, kau tidak perlu khawatir terhadap kematian. Atau kau mengerti tentang makhluk immortal seperti kami?”
Aku mengangguk, kemudian menyusul kakak satu darahku itu. “Kita memang abadi, hanya saja kita juga bisa merasakan sakit dan tentunya bisa mati dengan metode khusus. Sama seperti Vampir.” Aku ingin mengucapkannya dalam satu tarikan napas, tapi tak bisa karena aku harus melebarkan langkah kakiku agar bisa menyamakan langkah kaki Seonghwa. “Kita tidak perlu bernapas. Oh! Apakah kita tahan terhadap sinar matahari karena kita bukanlah Vampir?”
Seonghwa terlihat menaikkan sedikit ujung bibirnya. Antara sedang menertawakan antusiasku atau malah menertawai dirinya sendiri. “Sayangnya, kita tidak bersahabat dengan matahari. Kita sama seperti Vampir, atau, kau bisa menganggap kita berada satu tingkat lebih unggul dari Vampir. Aquilla juga bilang, bukan? Para Seraphie yang kehilangan kontrol dari monsternya akan menjadi Vampir? Kurang lebih seperti itu.”
Kami berjalan dengan begitu lincah, menghindari pohon-pohon saat kami memasuki sebuah hutan kecil untuk mencapai reruntuhan. Kegelapan malam yang dibantu dengan cahaya bulan yang sedikit tampaknya tidak begitu mengganggu penglihatan kami. Di mataku, semuanya terlihat sangat jelas.
“Aku mengerti,” kataku, “Aku ingin bertanya sesuatu. Apakah kau juga mendapatkan donor organ dari Aquilla? Seperti aku yang mendapatkan matanya karena mata kiriku mengalami kebutaan.” Aku benar-benar penasaran dengan ini. Aku cukup terkejut saat Aquilla bilang kalau mata kiriku adalah matanya, dan tak memberikan penjelasan lebih lanjut kenapa dia memberikan matanya kepadaku.
“Tidak semuanya. Hanya saja, kau Seraphie kedua yang menerima organ tubuh Aquilla.” Dia menjawabku tanpa memalingkah wajahnya dari jalanan. “Aku tidak ingat dengan jelas, tapi, yang pastinya Aquilla adalah tipe Rasi Bintang yang sangat pemilih untuk menciptakan anak-anaknya.” Kami berhenti sejenak setelah berhasil melewati hutan kecil tersebut.
Rasa lapar tiba-tiba bergemuruh hebat, ada sesuatu di dalam tubuhnya yang menginginkan Inti Sari Kehidupan Manusia yang berkumpul di reruntuhan itu. Puing-puing tembok bekas sebuah bangunan terlihat beberapa yard di depan sana. Ada sebuah asap hitam yang membumbung ke udara, tanda bahwa adanya tanda kehidupan di sana.
“Aquilla bilang, di sini ada Ghoul. Lantas, kenapa mereka tenang-tenang saja membangun perkemahan di sini?” tanyaku seraya mendongak untuk menatap Seonghwa yang mendatarkan wajahnya. “Apakah daerah sini sudah aman dari Ghoul?”
Seonghwa mengangguk ringan sebelum kembali berjalan dengan pelan menuju reruntuhan tersebut, “Tebakanmu benar. Untuk beberapa alasan, daerah ini menjadi bersih dari Ghoul dalam kurun beberapa bulan yang lalu. Makanya tak heran jika aku, Aquilla, bahkan para perampok itu lebih memilih untuk beristirahat di sini,” katanya melirikku dari balik bahu kokohnya, “Kau bisa menciumnya? Pelajaran pertamamu adalah... untuk tidak langsung menyerang dan menancapkan taringmu di leher manusia.”
Ah, pelatihanku sudah dimulai ternyata. Cuping hidungku sedari tadi berkedut, aroma manis benar-benar menusuknya hingga membuat kewarasanku tinggal secuil. Ada rasa ingin berlari ke sana, menerjang siapa pun dan menancapkannya taringku yang entah sejak kapan mencuat keluar dari gusi.
Kami berjalan dengan santai melewati sebuah reruntuhan tembok yang digunakan oleh para perampok tersebut untuk beristirahat. Kehadiran kami sepertinya menarik perhatian mereka. Apalagi dengan penampilan Seonghwa yang terlihat bisa dijual ke orang-orang kaya untuk dijual.
“Hei, kalian!” Monster di dalam tubuhnya berteriak, hendak mengambil alih tubuhku untuk menerjang salah satu perampok tersebut yang memanggil kami. Seonghwa berhenti mendadak, menoleh dengan enggan dan berwajah datar. “Kau butuh kehangatan? Kau butuh makanan? Kau bisa bergabung dengan kami!”
Aku melirik Seonghwa dengan was-was, aku ingin melihat apa reaksinya dan kemudian mencontoh perilakunya sebagai upaya dalam pelatihan pertamaku. Dia bilang, aku harus mengendalikan iblis di dalam tubuhku atau aku akan dianggap menjadi Vampir karena kalah dari keinginanku untuk meminum darah.
“Terima kasih banyak atas tawaranmu. Aku terima itu karena adikku mengeluh kalau perutnya keroncongan.” Rasanya aku ingin menghardiknya saat ini. Dengan tidak tahu malu, atau lebih tepatnya tidak menaruh kecurigaan yang tinggi atas tawaran tersebut, Seonghwa bergabung dalam kelompok tersebut yang terdiri dari lima orang. “Adik, kemarilah!”
Sudut bibirku mencibir samar-samar kemudian melangkah mendekatinya, duduk di sebelah Seonghwa yang sedikit menjauhi api unggun yang sejujurnya terasa sangat panas di kulitku. Bahkan, api unggun saja sudah membuatku tidak nyaman. Apalagi sinar matahari.
Para perampok itu terlihat tertawa bersama-sama, sepertinya mereka menertawakan kebodohan kami yang menerima tawaran mereka tanpa menaruh kecurigaan yang tak berarti. “Adik perempuanmu mengalami kecacatan di mata kirinya, ya?”
“Terlepas dari itu... kalian bodoh sekali, ya? Tidak menaruh curiga atas penampilan kami ataupun tawaran dari kami. Apakah kau boleh menyerahkan adik perempuan manismu itu untuk menjadi bayarannya?”
Aku menatap horor pada para perampok itu yang menatapku dengan tatapan penuh nafsu. Bentuk pelecehan seksual secara tidak langsung. Dan tentunya aku mendadak merasa tidak nyaman dan sesekali melirik pada Seonghwa yang bergeming.
“Coba saja.”
To Be Continue.
Aku membulatkan mataku karena tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Yoon Seonghwa, dengan santainya mengizinkan para perampok itu untuk bersenang-senang denganku. Amarahku mendadak menyentuh ubun-ubun. Iblis di dalam tubuhku pun meraung, merasa tidak terima dengan ucapan kakak satu darahku itu. “Yoon Seonghwa,” panggilku, merasa terkhianati dan dia tetap bergeming, bahkan dia tak menoleh kepadaku ataupun melirikku. Menyebalkan. “Ini pelatihanmu. Aku yakin kau bisa bela diri jika dilihat dari pakaianmu yang kau pakai saat pertama kali Aquilla membawamu kemari.” Akhirnya dia bersuara namun tetap saja menyebalkan di mataku. Aku mendengus kesal, mengarahkan mataku untuk melihat salah satu dari mereka, para perampok itu, mendekatiku dengan senyuman nakalnya. Mungkin pria gendut dengan tangan yang diselimuti oleh kotoran itu berpikir kalau anak perempuan
Sedikit mengentakkan kakiku dengan sengaja karena kesal, Aku melangkah menuju Aquilla. Kuharap pria tampan itu masih berada di ruangannya.Seonghwa benar-benar pergi, tanpa memberikanku sebuah kesempatan untuk menyusulnya karena rasa penasaran yang melambung tinggi ke atas langit. Alhasil, aku merasa kesal seperti seorang anak kecil yang ditinggal kakak tercintanya.Dan itu membuatku merinding.Aku terperanjat terkejut saat pintu coklat yang hendak kubuka tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Menampilkan wajah dingin Aquilla yang melemahkan sedikit otot wajahnya. Baru kali ini kulihat wajah terkejutnya itu.“Fajar masih lama, cepat sekali kau kembali,” ucapnya segera menutup kembali pintu coklat tersebut dan kami berdiri saling berhadapan. Sial, tinggi badanku hanya sebatas tulang selangkanya saja. Dan itu membuatku harus mendongak untuk menatap tepat di mata ungunya.
Aku melompat dan terbangun di malam berikutnya karena sebuah suara gaduh dari luar gudang ini.Sebuah gudang yang tak tersentuh oleh cahaya matahari sedikit pun dan aku memutuskan untuk tidur di sini setelah mengucapkan selamat tidur kepada Aquilla. Dan benar saja, aku membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk terpejam.Aku beranjak dari posisiku, duduk meringkuk di sudut gudang. Keluar dari tempat ini untuk memeriksa apa yang sedang terjadi di luar sana. Lorong gelap dan berbau apak. Berantakan. Kertas-kertas berjamur yang berserakan di seluruh lantai kayu yang berderit setiap kali kuinjak. Dan terkadang aku mencium aroma darah yang sudah disamarkan oleh bau jamur yang entah pusatnya di mana.Aku menengok di balik tembok berjamur dan retak, mendapati sosok Yoon Seonghwa yang sedang berhadapan dengan seorang pria yang tak kukenal di ruang terbuka di bangunan tua ini. Pria itu bersurai hitam kec
Lusinan kilometer sudah kami lewati ketiak tengah malam tiba.Melewati padang rumput, hutan kecil, dan juga reruntuhan bangunan. Aquilla membimbing kami semua menuju ke arah timur tanpa istirahat ataupun sekedar berbelok untuk berburu darah. Perjalanan kami sesekali terhenti karena pertikaian antara Jake dan Seonghwa yang selalu berakhir dengan baku hantam.Awalnya mereka saling melontarkan ejekan, kemudian memaparkan semua dosa-dosa mereka masing-masing, saling menyalahkan atas dosa tersebut, dan berakhir mereka saling berbagi bogem mentah . Aquilla sendiri hanya sesekali memberi peringatan pada mereka, tanpa berniat melerai.“Apakah kalian berdua bisa berhenti berdebat seperti itu?!” Aku bertanya untuk ke sekian kalinya. Belum genap setengah jam baru saja saling memukul, kedua kakak satu darahku itu kembali berdebat. “Terlalu banyak luka yang kalian ciptakan walaupun sembuh d
Dua hari melakukan perjalanan dengan mereka bertiga membuatku menyadari suatu hal begitu sampai di tempat yang kami tuju.Dunia ini tidak ada bedanya dengan dunia asalku.Bekas-bekas peradaban yang maju, adanya Reptilian Sangmixta, serta keegoisan manusia-manusia yang melekat sejak dilahirkan.Bahkan aku juga bertemu dengan Ghoul, makhluk yang sama seperti di duniaku. Mereka kurus kering, pucat, mata yang memutih serta mulut penuh busa dan air liur, mereka membungkuk, dan juga agresif.Satu malam sebelum akhirnya kami berhasil menapaki tanah sebuah perkemahan, sekumpulan Ghoul menghadang jalan kami. Menggeram dan berdesis kelaparan kepada kami karena mungkin mereka mengira kami adalah sekumpulan manusia bodoh yang berkeliaran pada malam hari.Tentunya kami dengan mudah mengalahkan mereka walaupun sempat menderita luka cakaran ataupun gigitan yan
Membuka mata dan sebuah pemandangan batu-batu granit tertangkap oleh mataku. Matahari belum lama ini tenggelam, membiarkan bulan dan bintang menguasai langit Kota Durham. Membiarkan makhluk nokturnal seperti kami berkeliaran menjelajahi dunia.Aku kembali teringat tentang kisah masa lalu Yoon Seonghwa dan itu membuat merinding.Yoon Seonghwa kembali tepat sebelum beberapa jam fajar tiba. Memberitahukan kepada kami bahwa ada sebuah gua yang gelap dan juga bercabang yang cocok untuk tempat kita tidur malam ini. Yoon Seonghwa bersikeras untuk tidak menguburkan diri ke dalam tanah hanya untuk tidur.Beranjak dari posisiku untuk mencari ketiga teman perjalananku. Membersihkan debu yang menempel di celana, aku melangkah menuju ke bibir gua, mendapati Aquilla berdiri di sana. Seorang diri dan tampak sedang asyik memperhatikan sesuatu di langit.“Aquilla,” panggilku namun ia teta
Kami akhirnya sampai di London di malam berikutnya. Padahal, Aquilla mengatakan hanya butuh waktu kurang lebih enam jam untuk sampai di London.Keterlambatan ini terjadi karena beberapa kali Aquilla harus mengendarai Van ini dengan kecepatan lambat bahkan terasa seperti sedang merayap. Hal tersebut dikarenakan jalan yang kami lalui dipenuhi oleh bangkai-bangkai mobil yang berserakan hingga tidak bisa dilewati begitu saja dengan kecepatan tinggi.“Yeah, aku jadi bisa membayangkan betapa hebohnya pada saat virus itu mewabah ke seluruh Inggris.” Jake berkomentar setelah ia keluar dari Van. Mata tajamnya yang berwarna emas itu menatap horizon. “Berusaha menghindari kota yang dipenuhi oleh wabah dengan mobil, bertemu dengan para Ghoul di tengah perjalanan dan berakhir menjadi mangsa. Meninggalkan onggokan besi itu seorang diri di jalanan dingin nan sepi itu.”Aku mengernyit, b
Fajar hampir tiba namun Yoon Seonghwa belum aja datang untuk menemui kami. Hal tersebut sukses membuat Jake mengumpat, dan Aquilla hanya terdiam dengan wajah tenangnya. Namun, aura yang dikeluarkan oleh Aquilla membuat tidak nyaman siapa pun yang berada di dekatnya.Dan sedari tadi, insting Seraphieku terus mengeluarkan peringatan untuk bergegas mencari tempat persembunyian yang aman untuk tidur. Tapi, aku tidak bisa tenang begitu saja untuk tertidur ketika salah satu dari kami menghilang.“Apa sebaiknya kita pergi mencarinya?” Jake akhirnya menanyakan sebuah pertanyaan yang selalu aku pikirkan selama lusinan menit yang lalu. Dia menatap kesal pada Aquilla, terlihat bertolak belakang dengan pertanyaannya. “Ini hanya dugaanku, sepertinya ada sesuatu di kota ini.”Aku mengangguk setuju karena memikirkan hal yang sama seperti pendapat Jake. Aku menoleh pada Aquilla yang berd