LOGINSynopsis for Lycan’s Windsong Born beneath the aurora and blessed by the Moon Goddess, Alora Windsong has always stood apart—white hair, pale eyes, and a voice that can bend emotions with every note she sings. Her bloodline carries a sacred gift, one said to awaken the deepest soulbond when a Windsong meets their fated mate. But Alora’s life is far from charmed. Living under her grandfather’s shadow, cast as the outcast beside her spoiled sister, she’s desperate for freedom and a future of her own. That future shatters the moment she meets Blaise—a powerful, magnetic Lycan who is everything she’s been warned to avoid. The poster child for ‘Bad Boy Biker,’ and he doesn’t belong to her pack. Their fated mate bond is instant, electric, and utterly forbidden. One touch, one kiss, and she knows she can never let him go. Now they are forced into secrecy—stolen moments, hidden nights, passion that blazes hotter than either of them can control. To claim each other openly, they must risk defying her Alpha, her bloodline, and the laws that could tear them apart. But fate doesn’t care about rules. And once a Windsong has sung her mate into her soul, there is no undoing the bond. Forbidden desire. Dangerous secrets. A love written in moonlight and sealed in song. ***Disclaimer: This is an adult erotica romance novel intended for readers 18 and older. It contains explicit sexual content, mature themes, and intense, steamy scenes. Reader discretion is advised.
View More"Kalau nggak bisa naik motor jangan berkendara di jalan raya!"
Seperti tuli, gadis berhijab yang masih memakai seragam mengajar bergegas menegakkan kembali motornya, tanpa melihat ke arah pengendara mobil yang ia tabrak akibat ia tidak menyadari bahwa ia melajukan motor matic merahnya di jalur yang salah.Tanpa mengatakan satu patah kata pun, Kiara Ramadhani kembali menaiki motornya dan melajukan benda itu kembali, mengabaikan ucapan-ucapan dari sosok berpakaian mewah yang ia tabrak tadi."Hei! Kamu mau ke mana? Kamu terluka!" teriak pria tersebut.Meski awalnya marah-marah, melihat gadis yang bertabrakan dengannya terluka, sisi kemanusiaan pria itu tersentil.Akan tetapi, Kiara sudah telanjur pergi. Gadis itu bahkan tidak merasakan sakit, padahal darah merembes di bagian lutut dan sikunya yang tadi terbentur aspal jalanan.Air mata Kiara terus mengalir. Pandangan matanya membuaram karena terhalang oleh genangan air yang tak berhenti mengalir. Bayangan sang ayah yang tergolek lemah di rumah sakit terus menjajah pikirannya.Ia belum akan tenang sebelum mengetahui nasib ayahnya.Sesampainya di rumah sakit, Kiara memarkir motornya begitu saja dan langsung mendatangi ibunya yang menunggu di depan ruang ICU."Bu, bagaimana keadaan Ayah?" Kiara langsung bersimpuh di hadapan ibunya.Kiara melihat wajah sembab sang ibu dan menggenggam tangan wanita paruh baya itu lebih erat, mencoba menguatkan.Wanita paruh baya itu menghela napas panjang sebelum mengatakan, "Kata dokter, ayahmu terkena serangan jantung.”Sepasang mata Kiara membelalak. "Ke-kenapa bisa, Bu?"Namun, pertanyaan itu tidak langsung mendapat jawaban karena detik itu, Siska, wanita yang melahirkan Kiara menyadari kondisi putrinya yang terlihat kacau."Sayang, kenapa ada banyak darah di bajumu?” tanya Siska panik. Sejenak ia melupakan kondisi suaminya yang belum sadar di dalam sana. “Apa yang terjadi, Nak?"Spontan Kiara melihat dirinya. Kedua bola matanya langsung membelalak melihat noda darah yang cukup banyak di bagian siku dan lututnya.Baru saat itu ia mulai merasakan perih yang mendera."Kamu kenapa, Sayang? Katakan pada Ibu!" Siska mengguncang bahu Kiara yang masih mematung menatap dirinya sendiri."Ta-tadi Kia jatuh, Bu," ucap gadis itu lirih."Astaghfirullah, bagaimana bisa? Sekarang ayo kita ke UGD! Lukamu harus segera diobati biar nggak infeksi!""Tidak, Bu! Kia mau lihat kondisi ayah dulu!" Gadis itu menolak. Pikirannya masih belum bisa tenang sebelum bisa memastikan keadaan ayahnya."Tapi ayahmu juga belum bisa ditemui.” Sang ibu terdengar tegas. “Ayo, sebaiknya kita obati dulu lukamu. Jangan membuat Ibu semakin khawatir, Nak."Kali ini Kiara menurut karena tidak tega dengan tatapan memohon dari sang ibu."Apa yang terjadi sama Ayah, Bu?" tanya Kiara lagi setelah luka-lukanya diobati. Siku dan lututnya terluka akibat jatuh tadi. Tidak terlalu dalam, tapi cukup membuat dua organ itu harus diperban.Siska kembali menghela napas, seakan-akan ada beban yang terlampau berat di dada."Perusahaan ayahmu bangkrut. Manajer keuangan melarikan uang perusahaan hingga menyebabkan kerugian yang cukup besar,” jelas sang ibu dengan suara pelan. “Ayahmu langsung pingsan mendengar berita itu.”"Astaghfirullahaladzim,” ucap Kiara. Ia menutup mulutnya, tidak percaya dengan kabar tersebut. “Kenapa tega sekali orang itu, Bu? Bukankah selama ini Ayah sudah memperlakukan para karyawannya dengan baik?"Ibu Kiara menggeleng pelan. “Ibu tidak tahu, Nak. Yang jelas … sekarang para karyawan menuntut gajinya yang belum dibayar.” Tangis Siska yang sejak tadi berusaha ia bendung, akhirnya jebol juga. “Kalau sampai seminggu ke depan belum dibayarkan … ayahmu akan dituntut.Kiara diam. Yang terdengar hanyalah suara tangis sang ibu.Gadis itu sedang berusaha memproses sederet informasi baru yang masuk. Tentang ayahnya, tentang manajer yang kabur, tentang tuntutan karyawan ….Semuanya terlalu tiba-tiba.Perusahaan ayahnya sebenarnya tidak terlalu besar, tapi jika bangkrut … sudah pasti kerugiannya juga tidak sedikit.“Sayang, dari mana kita dapat uang sebanyak itu?"Suara sang ibu kembali menyadarkan Kiara, hingga gadis itu akhirnya mengambil keputusan."Kita jual saja rumah kita, Bu," ucap Kiara.Spontan Siska menatap putrinya tak percaya.Rumah itu satu-satunya aset berharga yang mereka seharusnya mereka pertahankan hingga akhir.Jika rumah itu ikut dijual juga, di mana mereka akan tinggal selanjutnya?"Tapi, Nak–""Bu, Ayah lebih penting dari rumah itu. Kia nggak mau Ayah masuk penjara." Gadis berhijab itu menatap sang ibu dengan penuh keyakinan."Harusnya manager itu yang masuk penjara!" tukas wanita paruh baya itu."Benar, Bu. Tapi dia sudah kabur kan? Sembari mencari orang itu, lebih baik kita segera selesaikan dulu urusan ini. Kia nggak mau Ayah semakin sakit kalau sampai para karyawan menuntutnya, Bu.”Kiara menatap manik wanita yang melahirkannya ke dunia itu dengan penuh permohonan. "Percayalah, Bu. Kita pasti bisa bangkit lagi."Gadis itu berusaha meyakinkan sang ibu.."Nanti sisanya bisa kita pakai untuk mengontrak rumah sederhana, Bu. Untuk pengobatan Ayah biar Kia yang berusaha untuk mencarinya.”Namun, meski begitu, tak ayal hati Kiara meringis ngilu.Jika ayahnya harus dioperasi, pasti membutuhkan uang yang tidak sedikit. Dari mana dia mencari uang sebanyak itu dalam waktu dekat sedangkan honornya mengajar masih akan ia terima awal bulan depan? Itu pun jumlahnya tidak seberapa.Tampaknya, pemikiran Kiara disadari oleh sang ibu.Tatapan mata Siska pada putrinya semakin sendu. Seharusnya di usia putrinya yang sekarang, gadis itu bisa menikmati masa mudanya dengan bersenang-senang.Akan tetapi, putri semata wayangnya itu terpaksa harus banting tulang untuk mencari uang demi keluarga.Hati ibu mana yang tidak sedih melihat betapa tersiksanya sang buah hati?"Tapi gajimu tidak akan cukup untuk membiayai pengobatan ayahmu, Sayang. Apalagi kalau sampai operasi," ucap Siska kemudian.Rasanya wanita itu tak tega membiarkan putri satu-satunya itu harus bekerja keras sendirian sedangkan dirinya tidak mampu lagi untuk ikut bekerja karena fisiknya yang juga tidak terlalu kuat."Kia akan mencari pekerjaan tambahan, Bu. Alhamdulillah barusan Kia mendapatkan informasi pekerjaan dengan gaji dua kali lipat dari sekolah."Kedua mata Siska membelalak mendengar pengakuan putrinya."Pekerjaan apa?" tanya Siska. Perasaannya mulai tak nyaman sekarang."Mengajar les di rumah orang kaya, Bu. Setiap sore, Kia harus mengajari anak itu. Doakan Kia bisa diterima ya, Bu. Agar bisa melunasi biaya rumah sakit ayah," jawab Kiara tersenyum sembari membayangkan wajah cantik murid barunya.Helaan nafas lega terdengar dari mulut sang ibu. Setidaknya, bukan pekerjaan aneh-aneh yang dimaksud putrinya. Meski dalam keadaan sulit sekalipun, ia tak mau putrinya terjerumus dalam lembah dosa."Maafkan ibu dan ayah, Sayang. Seharusnya kamu tak perlu menanggung semua ini sendiri. Harusnya kamu fokus untuk dirimu sendiri, bukan malah menjadi tulang punggung begini." Mata Siska tampak sudah basah kembali."Jangan bicara seperti itu, Bu. Kia anak Ayah dan Ibu satu-satunya. Sudah jadi kewajiban Kia untuk menggantikan Ayah di saat Ayah sakit begini. Tolong doakan Kia ya, Bu. Doakan Kia bisa mendapatkan uang banyak agar kita nggak perlu menjual rumah."Kia meraih tangan ibunya dan meletakkan di atas kepalanya. Ada rasa hangat saat tangan berlumur kasih sayang itu mengelusnya pelan. Untuk sesaat beban yang ia rasakan seperti terangkat."Keluarga Bapak Hadi?" Suara perawat menginterupsi ibu dan anak itu."Bagaimana keadaan Ayah saya, Sus?" tanya Kiara dengan tatapan harap-harap cemas."Ada penyumbatan di jantung, jadi harus dilakukan tindakan operasi secepatnya."Bahu Kiara langsung terkulai mendengar penjelasan itu. Meskipun sudah memprediksi sebelumnya, tapi mendengar langsung dari pihak rumah sakit tetap saja membuatnya syok.Perawat itu menjelaskan mengenai apa yang harus dilakukan oleh Kiara, termasuk mengurus administrasi.Pikiran Kiara tak lagi mampu bekerja dengan benar. Ia membubuhkan tanda tangan pada setiap tempat yang ditunjukkan tanpa membaca lagi isinya. Tatapan gadis itu tampak kosong."Untuk sementara mbaknya bisa deposit 50 juta dulu. Selebihnya bisa dibayarkan kalau pasien sudah boleh pulang."Mendengar nominal yang harus dibayarkan saat ini membuat bahu Kiara terkulai lemas.Jika sekarang harus deposit 50 juta, itu artinya biaya yang dibutuhkan lebih dari itu. Dari mana ia bisa mendapatkan uang sebesar itu dalam waktu singkat?Later, the den turned into a sprawl of blankets and soft talk. Beth curled at one end of the couch, feet under Sam’s knit throw she’d stolen months ago and claimed as hers. Jenna and Oliver tucked into the love seat, fingers linked, not making a show of it and not hiding it either. Lyra lay with her head in Ryker’s lap, his hand in her hair, both watching the fireplace flames like they were listening for old stories.Storm dozed against my chest, heavy and warm, the way toddlers get right before they surrender to sleep. He traced a lazy circle on my arm with one finger and whispered, “Pretty tree, Mama.”“Pretty tree,” I agreed.He blinked slowly. “Family.”I kissed his crown. “Family.”Blaise stretched out behind us, arm around both of us, chin on my shoulder. He breathed out, and I felt the day settle where it belonged.For a little while, peace stayed.We carried Storm to bed and came back to finish the last few ornaments that needed the quiet of after. Lyra set a small carved moon
Blaise backed the hummer to the back yard behind the Condo, and Sam jogged around with that grin he gets when he’s pretending he doesn’t need help. We took Sam’s tree down first.Beth was already in “boss mode,” sleeves shoved up, gloved hands under the trunk.“Lift with your legs,” she told him.“I am lifting with my legs,” he said, and nearly tripped over the lil fence he’d put up for his new puppy.He carried the small, bright-green thing down the side path to his garage apartment—warm lamplight in the window, a welcome that matched him. Beth held the door, and he eased the tree inside, needles pattering onto the mat like soft rain.“In that corner,” Beth decided. “Close to the window.”Sam saluted and wedged the trunk into the stand Blaise had given him earlier. We all stood back. It leaned a little, proud of its imperfection.“It’s got personality,” Beth said, satisfied now that it was his problem and not hers.Sam hugged her quickly and pulled me in too. “Thank you,” he said, t
Ella worked at the hospital, inside Ryker's pack. She was just a guard, but she could get what he needed. He made the call, and she reluctantly agreed. Now he had to figure out how to get Storm to the hospital.****Finals week burned the brain more than any battle ever did.Beth and I sat at the long table in the campus study hall — notebooks open, highlighters in one hand and flash cards in the other, my last exam, cramming to keep my mind from spinning out of control.We were both on our last day of finals, but my mind was elsewhere. After this semester, I’d ask to withdraw from my classes, I needed to make sure my son was safe.“Two more essays,” Beth muttered, tapping her pencil against her temple. “And then I swear I’m burning every sociology note I’ve ever written.”“We’ll have a bonfire!” I laughedI smirked. “Video it. Show your grandkids how education tried to kill you.”She snorted — loud — and three students two tables down looked up at us like we had broken the sacred qui
Kira stood by the window, the night calm outside, when Lyra’s voice pierced her mind like a flare in the dark. *Kira—something’s wrong. It’s Storm.*Kira froze. The tone alone made her blood shift cold. *Tell me,* she sent back, already gathering her focus.*He’s seeing someone. A woman. She’s…. He said her name was Dor. Kira, I saw it too.*Kira’s eyes widened. Dor….? She didn’t even finish the thought before she turned sharply. *Thorn!*The Dark Fae King appeared instantly in the doorway, drawn by the urgency in her voice. “What is it?”“Lyra. She’s called for me—They both saw something. Someone.”Without another word, Thorn raised his hand, tracing a symbol in the air. The room bent around them in a rush of violet light as his portal opened. The scent of ozone and cedar filled the air. They stepped through.****I was already halfway home when Storm’s voice burst through my mind.*Mama… Dor mean.*The link hit me so hard I almost lost control of the bike. His tone wasn’t frighte
Doreana did not waste time.The moment she ended the call with Bram, she lifted her hand and traced three quick symbols in the air. The cabin dissolved into illusion — wood and stone dissolving into nothing but a clearing of trees. Anyone passing now would see only pine, shadow, and wind. No home. No sorcerer. No danger.She walked to the center rug and flicked her fingers.The woven threads rolled back, revealing the hidden door. She reached down, grabbed the circle pull, and the door groaned open.Wood creaked. The smell below was spice and iron, with decades of perfecting her skills.Doreena descended the stone steps into the cellar beneath her cabin — shelves of vanquishing potions lining the walls in sealed black and red bottles, Demon-killers, Shadow-burners, and other things not spoken aloud. She had potions for everything imaginable. Below on a cured Cypress tree truck stand, was her book of Shadows, leather-bound, thousands of years old, it was handed down to her from her anc
Shade retreated to his lair beneath the stone ribs of the mountain, sliding down into the black chambers like ink poured into a bottle. He lowered himself into the hollow he used as a throne and smiled.“They still haven’t realized who Councilor Bram truly is.”He laughed, a sound sharp as broken bone.Yes… They would focus on the wards, on the patches, on the ripple felt through the ridge — but not the vessel he chose. Bram was so glutted with ego and fear that he practically begged to be used.“They will never see it coming,” Shade whispered, voice soft, Evil, and satisfied.The counsil would never truly help him, he needed to call in someone who could, maybe.. He’d used her before, and she was brutal, but more importantly, she was powerful. Would she help him again? He had to try.Bram sat in the main hall of his estate. It was late at night, pacing — jittery, sweating, swearing under his breath as he waited for his encrypted Video call to connect. His heart hammered. His hands sh






Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments