Misi pertama untuk menyadarkan Bunga agar membatalkan perjodohan dengan suka rela adalah dengan berkomunikasi dan harus menjadi pendengar yang baik. Orang seperti Bunga merupakan tipe orang yang suka berbicara dan memamerkan sesuatu. Memang menyebalkan tapi dibalik kepamerannya itu pasti tersimpan sesuatu yang bisa dibilang sisi baik dan ingin didengarkan.
Mungkin alasan mengapa dia suka pamer adalah karena ingin di puji dan ingin menonjolkan diri. Baik ingin di puji serta ingin menonjolkan diri itu muncul karena kekurangan kepercayaan diri atau sebagai tameng dalam bersosialisasi. Di sisi yang terdalam orang-orang seperti itu merupakan seseorang yang kurang di dengar dan menginginkan satu sosok teman yang tulus dan memberikan arahan tanpa menjudge. Dan di sisi paling dalamnya lagi ada perasaan kesepian yang mana pasti akan luluh jika ada yang mendekat dan memberikan ketulusan.
Mita mengangguk-angguk, cukup spesifik penjabarannya tentang Bunga. Gadis itu kini sedang
Mita nggak perlu menunggu lama. Sebab setelah dia mendudukkan diri sekitar lima menit, seorang perempuan tinggi langsing, berpenampilan anggun serta wajahnya yang terlalu mencolok sebagai bintang iklan menghampiri tempat duduknya di pojok dekat jendela kaca. Mita menampilkan senyumnya, jiwa insecure ketika bersanding dengan Bunga bergejolak menggebu. Gadis bermata sipit itu hanya selayaknya wanita kantoran dengan setelan pakaian formal yang kaku. Sedangkan Bunga tampak santai, dress merumbai tanpa lengan serta topi baret dan sepatu hak sebagai penunjang penampilan yang cetar. Mita kemudian mempersilahkan Bunga untuk duduk dan langsung memesankan kopi latte untuk sang pacar bosnya itu. Cafe dengan nama DEE'ana di depan kantor Miyora masih lenggang karena belum waktunya jam istirahat para pekerja. Dari jendela kaca yang langsung terpampang ke jalan raya, Mita dapat melihat berbagai gedung perkantoran dimana salah satunya kontor kerjanya yaitu Miyora. Lalu setelah sadar
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Vano begitu Mita masuk ke dalam ruangan. Ternyata si tuan muda sudah berada di kursi kebesarannya dengan berpakaian kemeja navy yang digulung hingga batas siku. Mita dapat melihat jika jas Vano tergeletak di sofa sebrang. Atas pertanyaan bosnya Mita semakin masuk dan menutup pintu dengan rapat. Dia berjalan menuju sofa dan menjatuhkan tubuhnya disana. "Ya begitu, pak," jawab Mita nggak tau harus menjelaskan pembicaraan antara dirinya dan Bunga kepada Vano. Sebab nggak ada kesimpulan hasil yang memuaskan. Mita saja masih bingung. "Kamu nggak menjelek-jelekkan saya kan?" Entah sejak kapan Vano sudah berada di dekat Mita. Laki-laki yang berperawakan tinggi dan padat gagah nggak jauh berbeda dengan Billy itu langsung duduk di sebelah asistennya. Jadilah mereka duduk bersebelahan di sofa yang sama. Dimana hal seperti itu sangat jarang terlihat. Maksudnya Vano adalah bos yang selalu sibuk bekerja, bahkan makan sian
"Jadi ..." pancing Billy melirik secara bergantian antara Mita dan Vano. Laki-laki itu bagaikan bos yang sudah memergoki kesalahan karyawannya. Mita hanya menundukkan kepalanya nggak bisa menahan rasa malu yang menyerangnya. Sedangkan Vano hanya diam saja dan malah seperti seorang pencuri yang kepergok mencuri. Sedangkan itu jam di dinding berdetak dengan irama yang begitu canggung di pendengaran Mita. Rasanya dia ingin segera pergi dan menghilang saja. Dan saat-saat seperti inilah yang membuatnya merasakan butuh kucing biru kebanggan Jepang. Lagi pula mengapa dia harus seperti ini. Maksudnya kejadian tadi kan karena ketidaksengajaan semata, nggak ada maksud lain-lain ataupun niatan lain-lain. Harusnya Mita bisa dengan mudah menjelaskan ketidaksengajaan itu kepada Billy. Namun mengapa sulit sekali walau hanya untuk mendongakkan kepala. Nggak pernah Mita dalam posisi seperti itu sebelumnya. "Diamnya kalian bikin saya jadi berpikiran macam-macam," ujar
Sorot jingga menembus kaca jendela yang tak tertutup tirai, membuat mata silau untuk melihat keluar. Hari mulai sore. Waktu tak terasa sangat cepat berlalu. Seperti tiba-tiba pagi, tiba-tiba sore dan tiba-tiba pagi lagi. Jam di dinding sudah menunjuk angka lima. Tandanya sudah waktunya para pekerja untuk pulang menuju rumah masing-masing. Sedangkan itu di ruangan yang luas dan khusus untuk CEO perusahaan Miyora, dua anak manusia berdiam nggak ada yang ingin memecahkan keheningan. Laki-laki tampan eksekutif muda itu sedang bersiap memberesi dokuman yang akan dia bawa pulang seperti biasa. Selayaknya workaholic sejati, Vano akan selalu membawa pekerjaannya ke rumah. Sedangkan gadis satu-satunya yang berada di ruangan yang sama, yaitu Mita, sebenarnya sudah sejak tadi selesai memberesi barang-barangnya, dan hanya tinggal bersiap untuk pulang. Jika biasanya gadis itu cerewet mengingatkan si bos untuk pulang, namun kali ini dia hanya diam tak bisa mengelua
Malam sabtu langit sangat cerah, nggak mendung dan juga nggak berhawa panas. Suasana sejuk dengan angin sepoi yang berhembus membuat Mita bisa semakin menikmati secangkir teh hangat dengan lebih nyaman. Gadis itu sedang duduk-duduk di teras bersama dengan Hansel yang sedang mengerjakan PR nya. Adiknya itu bukanlah anak yang rajin, namun berhubung tugas yang dia kerjakan harus selesai esok hari, maka mau nggak mau harus dikerjakan malam ini juga. Begitulah Hansel, anak itu lebih suka menunda dan lebih senang mengerjakan tugas mepet deadline dibanding rajin mengerjakan jauh sebelum deadline seperti dirinya dulu. "Haduh Mbak, nggak ngerti gue nomer lima, ajarin ngapa," keluh Hansel. Awalnya Mita sangat malas dan menolak untuk membantu mengerjakan tugas adiknya itu. Alasannya tentu ingin santai dan sedang malas memikirkan yang berat-berat. Namun karena tak tega mendengar keluhan Hansel terus menerus, maka Mita segera mendekat untuk membantu. Dia terlebih
"Mit, kamu nggak ada kenalin calon ke rumah?" Atas pertanyaan yang tiba-tiba dilayangkan oleh Ibu Sri membuat Mita menolehkan kepalanya. Awalnya dia sedang asyik bermain ponsel sembari menonton acara televisi di ruang tengah. Namun tiba-tiba Ibu datang dan mengacaukan pikiran fresh Mita di pagi hari. "Kan lagi fokus kerja Bu," sanggah gadis itu dengan malas-malasan. "Iya Ibu juga tau." Nah, kalau tau mengapa Ibu akhir-akhir ini merecoki Mita dengan selalu menagih calon atau calon mantu. Harusnya wanita Jawa tulen itu kan mengerti. "Tapi kemarin si Rika anak kedunya Bu RT yang kerja di pabrik itu udah lamaran, padahal dia masih kuliah juga kan?" Mita nggak bisa untuk nggak mendengus atas ucapan Ibu. Ternyata Ibu Sri termakan dengan omongan-omongan tetangga sekitar. Tapi memang ya, lebih baik memiliki Ibu yang banyak diam di rumah saja ketimbang memiliki Ibu yang rutin berkumpul dengan Ibu-Ibu tetangga sekitar. Bukannya gimana, g
Kali pertama malam minggu Mita keluar lagi setelah sekian lama. Dulu terakhir gadis itu keluar saat malam minggu yaitu ketika bertemu dengan Bianca dan Billy saat membahas lowongan pekerjaan. Dan seperti biasa yang menjadi kekhasan di malam minggu. Jalanan padat serta banyak muda-mudi yang menghabiskan malam dengan berkumpul bersama teman-teman, ajang keluarga untuk jalan-jalan serta malamnya sepasang kekasih untuk memadu kasih. Mita yang kini berpenampilan kasual, celana kulot jeans yang menjadi ciri khasnya dipadukan dengan kemeja serta rambutnya yang tergerai dengan rapih. Gadis bermata sipit itu terlihat manis dan santai. Wajahnya yang memiliki karekter baby face nggak mencerminkan jika dia sudah berusia dua puluh empat tahun. Orang-orang yang melihatnya merasa bahwa Mita masih seperti remaja atau anak kuliahan, terlebih dengan dandanan natural nggak seperfek saat dirinya bekerja. Imut manis dan bikin gemes secara bersamaan. Bahkan semakin terlihat imut s
"Lo berdua kenal?" Farhan membeo sembari menatap kedua temannya dengan ekspresi bingung. Sebagai mak comblang mengapa dirinya yang seperti orang bodoh yang nggak tau apa-apa. Sedangkan itu baik Mita maupun Gilang masih merasa nggak percaya dengan pertemuan kebetulan. Maksudnya kebetulan karena mereka awalnya sama-sama nggak tau jika teman wanita Farhan adalah Mita serta teman laki-laki Farhan adalah Gilang. Pertanda apa lagi ini, mengapa banyak sekali kebetulan antara Mita dan Gilang. "Kenal lah, kita satu univ," jawab Gilang atas pertanyaan sahabatnya itu. Kemudian dia mengambil duduk di sebelah Mita. Laki-laki manis berlesung pipi itu kembali menampilkan senyumnya pada Mita. Dia hanya masih belum percaya saja dengan apa yang terjadi. "Yaelah ... nggak seru dong," keluh Farhan menjadi kurang bersemangat. Padahal niatnya, dia ingin surprise baik dengan Mita maupun Gilang. Namun kedua temannya sama-sama saling mengenal. Alhasil acara percomblan