Share

2. Pertemuan

Hidup dan tinggal di istana negara tidak serta merta membuat penghuninya merasakan nyaman. Begitu pun dengan kepala keluarga sekaligus kepala negara yang tinggal di kediaman mewah tersebut.

Pada awalnya, ia mengira bahwa kekayaan dan kemewahan mampu menciptakan rasa senang dan bahagia dengan sendirinya. Hidup sebagai manusia miskin sedari kecil membuat ia begitu ambisius untuk menjadi kaya suatu hari nanti. 

Impiannya telah terwujud bahkan melebihi dari apa yang ia inginkan. Bukan hanya kekayaan, jabatan bahkan kehormatan pun ia miliki. Ia orang nomor satu di negara ini, ia disegani. Semua orang takut dan takluk di bawah perintahnya. 

Dan ia pun takluk pada perintah satu orang di atas nya. Orang yang tak akan pernah bisa ia sentuh, bahkan untuk mengumpat di hadapan orang tersebut ia tak berani. Orang itulah penguasa sesungguhnya dari negara ini. Bertindak layaknya sutradara di balik layar. Memosisikan pemain sesuai dengan peran dan karakter masing-masing, termasuk dirinya. 

Ia sadar betul bahwa ia adalah pion utama orang di balik layar tersebut. Sering dijadikan umpan dan kambing hitam, kerap kali membuat ia jengah. Namun, seberapa besar pun kemarahan yang dimiliki nya, ia tak akan pernah berani menantang orang di balik layar itu. Menantang orang itu sama saja dengan membuang segala kemewahan serta jabatan yang ia miliki secara cuma-cuma.

Ia masih waras untuk tak berbuat hal bodoh dan berakhir melarat dengan cara yang konyol. 

Keheningan menyapa setiap dinding, mencari ucap untuk dicuri. Namun apa daya, kesunyian lebih mendominasi membuat dinding enggan untuk mendengar. 

'Ting'

Kesunyian dan ketenangan yang tercipta hancur seketika bersamaan dengan ringseknya perangkat elektronik berlogo apel digigit itu. Menghantam kuat tembok ruangan menyisakan serpihan-serpihan tajam. 

Ia yang tadi merenung memikirkan nasib hidup di istana megah ini, berdiri kaku. Tak ada lagi kelembutan di wajah nya, hanya gurat ketegangan saja yang tersisa. 

Ia berbalik menatap nanar benda yang tadi ia lemparkan, kedinginan mulai menyapa telapak tangannya, kakinya bahkan mulai bergerak kecil tak beraturan. 

Dengan segera ia berjalan menuju sofa terdekat dan duduk di sana. Pandangannya masih belum terlepas dari benda tersebut. Perlahan tangannya mengepal kuat, giginya bergemelatuk sebagai bukti fisik dari emosi yang akan meluap. 

'sialan' pikirnya. 

Menghelas nafas pelan, mencoba menenangkan debaran jantung yang semakin kuat. Ia meraih gagang telepon di seberang meja dan memanggil seseorang. 

'Ya, Pak' ucap seorang di seberang sana. 

"Caritau siapa pengirim video di hp saya sekitar 10 menit yang lalu" perintahnya. 

'Baik Pak' jawab si penerima telepon. 

'Tutt' sambungan telepon berakhir seketika. 

Tak lama kemudian, pintu ruangan diketuk pelan. 

"Masuk" ucapnya.

Orang tersebut tanpa banyak kata langsung mengambil benda elektronik yang tergeletak begitu saja di lantai. 

"Saya permisi Pak" pamit orang tersebut sambil membungkuk dan berlalu dari ruangan. 

Sedangkan di lain tempat... 

Beberapa orang yang ada di ruangan itu tertawa keras bahkan ada yang sampai memegang perutnya dan matanya berair. 

"Kalian lihat wajah ketakutannya tadi?"  ucap salah seorang di antara mereka. 

"Pria tua itu bahkan memegang dadanya, seperti mau jantungan saja" ucap yang lain. 

"Ku rasa dia memang benar-benar ketakutan, kau dengar suaranya ketika menelpon? Aku bahkan bisa merasakan getaran suaranya ha ha" lanjut yang lain. 

Dan tawa terus berlanjut hingga salah satu dari mereka berdehem keras.

"Bagaimana dengan bos?" tanya orang yang berdehem tadi. 

"Informasi terakhir, bos sedang menunggu target di halte yang biasa dilalui target" jelas salah seorang. 

"Hm, pantau terus jangan sampai ada kecurigaan"

"Siap"

***

Di salah satu halte yang paling sering dilalui oleh pengendara, tengah berdiri seorang gadis muda berpakaian kumuh. Badan kurus dengan muka penuh debu. Menatap lurus kedepan tanpa mengacuhkan sekitar. 

Perlahan gadis itu melangkah kedepan, berbagai suara mencoba mengembalikan kesadaran si gadis terasa sia-sia. Seolah telinga nya tertimbun ber ton-ton tanah liat yang membuat ia tak mendengar apa pun. 

Entah disadari atau tidak, langkah dan tatapan gadis tersebut membuat semua orang yang berada di sekitarnya menahan nafas. Mungkinkah si gadis sedang berjalan menghampiri ajal? 

Suara klakson kendaraan roda empat yang melaju begitu kencang ternyata mampu mengembalikan kesadaran si gadis yang saat ini sudah berada di tengah jalan. Namun seperti tak peduli, gadis itu hanya menoleh dan menatap datar ke arah mobil yang mungkin akan menggilas tubuhnya hingga hancur berantakan. 

'Cittt' suara gesekan ban dan aspal yang mengeset begitu nyaring mampu membuat ngilu orang sekitar. 

Hingga akhirnya suara gesekan itu berhenti tepat sejengkal dari posisi si gadis yang masih berdiri kaku mampu membuat orang-orang menghela nafas lega. 

Dengan gagahnya, seorang pemuda keluar dari balik kemudi berjalan dengan tatapan tajam menuju ke depan gadis yang hampir saja membuat ia kerepotan. 

Emosi yang tadinya meluap-luap, seketika menguap entah kemana kala pemuda tersebut menatap mata teduh milik si gadis. Terlihat begitu tenang, cukup untuk membuat si pemuda terbuai sejenak. Ia mengalihkan tatapannya menatap wajah si gadis yang beberapa saat lalu dapat membuat ia memiliki satu kasus baru.

Pemuda itu, mengagumi kecantikan si gadis yang bahkan dengan kondisi muka yang sangat berantakan. Bola mata hitam pekat milik si gadis mampu membius kesadaran si pemuda.

Dengan pelan dan tanpa suara ia menyentuh pergelangan tangan si gadis, menarik lembut ke arah pintu penumpang di samping kemudi. Setelah si gadis masuk dengan aman, ia memutari mobil dan masuk ke dalam mobil bagian kemudi. 

Tanpa disadari oleh si pemuda, si gadis tersenyum miring. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status