Home / Thriller / BROKEN / Menemukan Yodas dan Gaffin

Share

Menemukan Yodas dan Gaffin

Author: Eluna
last update Last Updated: 2021-08-02 11:32:09

Pukul 00.59 dini hari, kabut tebal menerjang pandangan. Udara yang dingin menghasilkan bulir-bulir basah seluruh isi hutan. Tebal jaket tidak melindungi mereka dari suhu yang semakin ekstrem. Di tengah gigil yang mendera, Nick berusaha melawan dingin dan bersikap biasa saja. Sesekali jemarinya mengusap layar yang lembab, sinar matanya menyala, seulas senyum pun melengkung di bibirnya yang eksotis. Semua anggota dapat menebak, apa yang akan dikatakan olehnya karena mereka juga melihat apa yang ada di layar ponsel.

Manik mereka jatuh pada objek yang ada di depan, sebuah gua yang ditumbuhi rumput.  Kabut putih di hamparan malam yang pekat membuat penampilan gua itu seperti rumah hantu. Dahi Nick mengernyit. Untuk apa Yodas berada di dalam sana? Nick mengajak teman-teman untuk masuk ke sana melalui bahasa mata. Tidak ada yang membantah, mereka semua mengangguk. Sampai di mulut gua, Nick mengisyaratkan mereka untuk berhenti. Seekor piton raksasa melintas, menghalangi jalan. Mereka mematung, membiarkan ular besar sepanjang dua meter itu mencapai tujuannya. Mehmet memejamkan mata dengan mulut tetap terkunci ketika reptil itu melindas sepatunya.

Setelah beberapa saat menahan napas dan kecemasan, lelaki berusia dua puluh satu tahun itu akhirnya menyentak napas lega melihat tubuh ular telah sempurna masuk ke dalam semak di pinggiran dinding gua bagian luar. Mereka meneruskan langkah yang terhenti. Berbekal senter di kepala, mereka menyorot setiap sudut dengan cahaya putih yang ada hingga tampaklah kristal-kristal berkerucut yang menghiasi langit-langit dan bebatuan berbagai macam ukuran menghias ruang yang sangat lembab itu. Nick menyapu seluruh sudut, matanya dihadiahi sebuah kejutan yang meremas tulang dada.

“Gaffin!” Nada suara Nick berada di tingkat paling tinggi, semua mata mengarah ke tempat di mana pandangan Nick telah terpaku. Mereka terbelalak melihat Gaffin tergeletak dengan tubuh polos terlentang.

“Gaffin!” Mereka bersuara dengan serempak kemudian berlari ke arah bebatuan besar yang menjadi kasur untuk tidur teman mereka.

Mereka syok mengetahui kenyataan bahwa Gaffin telah meninggalkan mereka untuk selamanya. Nick dan semua orang memandang hancur jasad Gaffin yang tidak karuan. Isakan kecil terdengar lirih di kerongkongan Nick, tiba-tiba pemuda berparas tegas itu dihinggapi rasa bersalah. Ia harus menanggung dosa atas menghilangnya nyawa pemuda yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil. Seketika ingatannya mengembara ke masa lalu.

“Nick, apa kau tidak apa-apa?” Gaffin memberikan uluran tangannya setelah membersihkan kedua kaki Nick yang berdarah. Nick kecil bergeming, menyembunyikan wajahnya di paha.

“Kenapa kau menolongnya, Gaffin? Awas, aku akan memberi hadiah untuk anak miskin itu?” Seorang teman sekelas mereka berujar dengan membawa sebotol air yang diambil dari comberan dan bergegas menghampiri Nick yang masih duduk menekuk lutut. Tapi dengan sigap, botol yang sudah di atas kepala Nick berhasil direbut oleh Gaffin.

“Rasakan ini Jimmy, kau tidak akan bisa melakukannya pada temanku.” Gaffin menuangkan air super bau itu ke kepala Jimmy tanpa ragu.

“Gaffin, kau jahat! Awas kau, aku akan memberitahu ayahku tentangmu dan juga anak miskin itu!!” Jimmy berkata dengan ekspresi sangat marah, teman-teman Jimmy yang juga suka menghina ikut melotot, takut jika Gaffin akan melakukan hal yang sama pada mereka.

“Dasar pengadu! Laporkan saja sana, aku tidak takut. Awas saja kalau kalian masih mengganggu Nick, akan aku luluri kalian dengan kotoran babi.” Gaffin berteriak sembari berkacak pinggang, Jimmy dan teman-temannya pun pergi.

“Ayo, ikut denganku. Mereka sudah pergi.” Nick mengangkat kepalanya, melihat senyum yang melingkar di wajah bulat Gaffin.

“Terima kasih!” kata Nick tanpa ekspresi.

“Mulai sekarang kau jangan takut, ada aku. Mereka tidak akan pernah mengganggumu lagi!” Gaffin menggenggam tangan Nick kemudian anak-anak berusia sembilan tahun itu saling melempar senyum.

Sejak saat itulah, persahabatan di antara mereka tercipta. Bagi Nick, Gaffin bukan hanya seorang sahabat yang menyayanginya dengan tulus, tetapi dia seperti sosok ayah yang selalu melindunginya dari anak-anak nakal hanya karena dia seorang anak yang miskin. Nick menangis sambil memeluk jasad Gaffin. Teman-teman yang lain mengelus bahu Nick, perasaan mereka sama hancurnya.

“Yodas! Joe!” Tiba-tiba Nick teringat dengan mereka berdua.

“Tenang Nick, jangan berpikiran macam-macam. Ayo kita cari mereka!” kata Mehmet. Nick mengambil selembar kain di ranselnya kemudian membentangkannya ke tubuh Gaffin.

Dari pantauan di layar ponsel, keberadaan Yodas berjarak beberapa meter lagi. Mereka masuk ke salah satu lorong. Sialnya, bukannya semakin dekat malah mereka semakin jauh dari titik. Dengan semangat yang masih tersisa, mereka menyusuri semua lorong. Akan tetapi, mereka hanya menemukan genangan air dan berbagai macam hewan penyuka lembab. Lelah mendera, Youvee dan yang lainnya mengusulkan agar mereka kembali, tetapi Nick menolak usulan itu, pemuda setinggi 178 cm itu bersikeras untuk maju. Setelah melalui perdebatan panjang, Nick akhirnya mau mengesampingkan egonya. Dan mereka kembali ke lorong utama gua dengan membawa harapan yang hampir musnah.

“Sekarang bagaimana? Kita tidak tahu apakah mereka masih hidup atau tidak.” Steve menyugar rambutnya, frustrasi.

“Nick, hentikan perjalanan konyol ini atau kita akan menjadi mayat!” ucap Lutfi, wajahnya terlihat sangat kacau.

“Benar, sebaiknya kita kembali ke kota. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi selanjutnya.” Mehmet menimpali.

“Apa katamu? Tidak semudah itu, Mehmet! Jika kita kembali, apa yang akan kita lakukan dengan keluarga Gaffin, Yodas, dan Joe? Katakan Mehmet, apa kau sanggup melihat mata tak berdosa mereka? Apa kau siap menjadi keset para bedebah yang berlindung di balik seragam militer, huh?” Nick mencengkeram kerah jaket Mehmet. Mata dinginnya membekukkan otak Mehmet.

“Persetan dengan mereka, kita lebih baik kembali menjadi pengecut bahkan keset orang-orang besar itu!” Sanskar memantik amarah Nick menjadi semakin besar. Dalam sekejap, kepalan keras mendarat di wajah Sanskar hingga darah mengalir di lubang hidung dan bibirnya yang pecah.

“Kendalikan dirimu, Nick!” Youvee berupaya menenangkan keadaan.

Nick meraung, meluapkan bara di dadanya. Kerikil-kerikil tak bernyawa pun menjadi sasaran amarahnya, tangan kekarnya meninju-ninju dinding gua, Nick semakin tidak terkendali. Merasa memiliki hutang budi, Youvee berusaha keras untuk menenangkannya, sedangkan Mehmet membisu. Pelan-pelan, Mehmet menghindari Nick dan teman-temannya, berjalan santai menuju dinding gua sebelah kanan yang menurutnya sedikit aneh. Beberapa saat berdiam diri dan membiarkan otak dan indera pendengarannya bekerja, rasa terkejut terpahat sempurna di wajahnya.

“Nick, berhentilah bertingkah seperti orang kesetanan. Kemarilah!” Nick menghentikan amukannya dan menusuk Mehmet dengan pandangan nyalangnya.

“Tajamkan telinga kalian!” ujar Mehmet. Sebuah lagu kebangsaan terdengar lirih di balik batu.

“Ouviram do Ipiranga as margens placidas ….”

“Itu, seperti suara Yodas?” Sanskar menduga-duga. Nick menyentuh bongkahan batu besar itu, ia melihat ada celah di setiap sisi sepanjang dua meter tersebut.

“Yodas! Yodas!” Tiba-tiba lantunan lagu itu diiringi isakan yang memilukan. Nick dan semua orang berusaha mencongkel batu ringan selebar satu meter itu dengan seluruh tenaga.

“Hap … ya!”

Mereka terjengkang saat batu itu berhasil terbuka. Sebuah terowongan kecil terbentang, mereka masuk dengan menyibak jaring-jaring putih yang hampir memenuhi ruang. Ada banyak tarantula dengan berbagai jenis corak dan ukuran. Selain itu ada kalajengking dan lipan seukuran lengan tangan orang dewasa. Mata mereka terpaku pada buntalan-buntalan putih besar yang tergantung di langit-langit, itu adalah buruan tarantula yang akan dijadikan santapan. Ada banyak kepompong, mereka kesulitan bahkan tampak putus asa mencari-cari keberadaan Yodas.

“Yodas!” Para pemuda itu berteriak, kemudian terdengar kembali sebuah nyanyian yang sempat terhenti. Mereka mengikuti arah suara, hingga akhirnya mereka menemukan satu buntalan yang bergerak-gerak.

“Yodas!” Gesit, tangan Nick menebas kepompong berisi manusia, kemudian mengulitinya bersama-sama.

“Akhirnya kami menemukanmu, Yodas, bertahanlah!” Nick membantu pria tak berdaya itu untuk minum. Yodas tersenyum, wajahnya yang seputih kapas tampak lega.

“Joe, Gaffin.” Yodas memekik histeris setelah menyebut kedua nama itu.

“Yodas tenanglah, kami sudah menemukan Gaffin. Tapi Joe dan kamu, apa yang terjadi pada kalian? Di mana Joe?” Steve yang penasaran tak begitu memperdulikan kondisi Yodas yang buruk.

“Joe kedinginan di pinggir sungai. Ah, tidak, Joe sudah mati. Monster raksasa di sana membunuhnya.”

“Yodas, apa yang kau katakan?” Nick memandangnya bingung.

“Joe mati, Gaffin mati!” ucap Yodas berulang-ulang, seperti mengalami trauma yang amat besar. Perlahan suara Yodas mengecil.

“Yodas, Yodas!!” Nick menepuk-nepuk pipi Yodas, tetapi suara lirihnya tiba-tiba hilang setelah kelopak mata mengatup rapat. Mehmet memeriksa denyut nadi dan udara yang dihidung Yodas.

“Dia sudah tidak ada,” ujar Mehmet, air mata yang meleleh menandakan hatinya yang hancur.

“Tidak!!” Jeritan Nick bagaikan bom yang memecahkan gendang telinga.

Keenam pemuda itu menangis seperti anak kecil, menciptakan awan-awan hitam yang siap menjatuhkan hujan.

Jasad Yodas digotong keluar kemudian dibaringkan di samping jasad Gaffin. Lutfi menaburkan bubuk racun di sekeliling mereka, baunya yang menyengat membuat hewan apa pun tidak akan tertarik untuk mendekat. Mereka akan memastikan keadaan Joe sebelum memberikan tempat peristirahatan yang layak untuk Gaffin dan Yodas. Seberkas cahaya merayapi bumi, mereka tidak lagi membutuhkan cahaya senter, ruang gua sudah sedikit terang. Rombongan yang masih bertahan itu keluar setelah semuanya selesai, letak sungai yang tidak terlalu jauh dan juga sinar matahari yang terang membantu pergerakan mereka lebih cepat. Mereka tak perlu was-was dengan bahaya yang mengintai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sugimelati Sugimelati
Alur ceritanya sngat bagus di tunggu Kelanjutanya ya Luna?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • BROKEN   Akhir hidup Ezhar

    “Callin?” Dev tersenyum miring mendengar suara gelisah Ezhar.“Kau menyentuh bonekaku?”“Tenanglah, aku hanya sebentar saja memainkannya!” Ezhar menjawab.“Tinggalkan kami, Ezhar! Aku ingin memainkannya sendiri.” Setelah berkata demikian, Ezhar mulai menghitung langkah dengan sorot mata penuh pertanyaan.Beberapa saat setelah kepergian Ezhar, Callin memulai aksinya. Ruangan 3x4 meter itu penuh dengan raungannya. Tidak ada apa pun yang bisa menjadi tempat pelampiasannya kecuali Dev. Callin menjadikan adiknya seperti mainan yang tidak diinginkan. Sesekali, tinju-tinjunya dilayangkan pada wajahnya sendiri. Hal itu membuat kepala Dev dipenuhi tanda tanya.“Apakah dia sedang mengingat penderitaannya?” gumam Dev.“Cih, untuk apa aku peduli soal dia!” Dev menggeliatkan sedikit badannya yang dipenuhi darah. Walaupun sedikit, pergerakannya membuat besi rantai yang membelenggu tangannya bergemerincing. Callin yang tengah berusaha untuk tenang seketika menoleh. Membalik badan dan menusuk Dev den

  • BROKEN   Rumah Penyiksaan

    Boom!Dentuman menggelegar meriuhkan jagat. Angin berdebu mengaburkan penglihatan dalam sejenak. Dalam satu pukulan itu, Callin berhasil membuat seluruh tempat menjadi porak-poranda."Dev!" Michele kembali berteriak saat dia melihat Dev bertelengkup dan mengangkat kepala dengan lemah."Jika kau ingin selamat, diam dan pergilah!" Callin berkata dingin kepada Michele. Dia kemudian menyeru semua anggota yang tersisa dan mengisyaratkan Ezhar untuk pergi."Dev!" Teriakan Michele terdengar pilu. Dia harus menyaksikan Callin menyeret Dev seperti menyeret babi hutan.Di sebuah tempat tersembunyi di São Paulo, Dev diasingkan. Rumah kayu yang tak bersekat di sana akan menjadi tempat baru yang sangat mengerikan untuk Dev. Bayangan Callin akan mengulitinya hidup-hidup terus berputar di kepala dan mungkin itu akan terwujud saat Callin muncul dengan tombak bermata tiga di tangannya."Apa kau merasa lelah dengan perjalanan kita sampai kau harus tidak sadarkan diri dalam waktu selama itu?" Callin ber

  • BROKEN   Kekalahan Dev

    "Dasar anak bodoh!" Elios membuka mata dan melihat Dev sudah ada di depannya."Kau? Apa kau berubah pikiran?" Elios menebak. Dev mendecak. Tidak bisa memahami jalan pikiran pemuda latin itu."Ikut aku!""Tidak! Aku harus mencari Devada.""Lupakan dia!""Hei, apa kau sudah gila?" Elios mendecih. Terlihat sangat tidak suka dengan perkataan Dev."Ikut aku jika kau ingin selamat." Elios memberi tanda penolakan dengan menggeleng."Kau bukan Tuhan yang menjamin keselamatanku. Bagaimana mungkin aku mengikuti orang yang tidak kukenal sementara gadis yang aku cintai sedang dalam bahaya?" Dada Dev kembang kempis. Ingin memukul Elios, tetapi pemuda itu tidak sepenuhnya salah."Kau terlalu banyak membual, Elios!" Dev berkata dingin."Membual? Apa kau tidak pernah mencintai seseorang sehingga kau bertindak seperti orang yang tidak punya hati?""Hei ... dia sudah mati!" Seketika, bentakan Dev membuat tangan Elios melayang keras ke pipi Dev."Dev! Sudah!" Michele menahan tangan Dev yang sudah terkep

  • BROKEN   Pernyataan Michele

    "Devada? Di mana Devada?" Seorang pemuda terbangun cemas setelah pingsan dari perjalanan menuju tempat tersembunyi."Diamlah, Elios!" Dev menghentikan aktivitas tangannya. Elios terhenyak, tetapi bukan karena suara dingin Dev melainkan laki-laki yang tergeletak tak berdaya di depan Dev."Siapa kau? Apa yang kau lakukan pada orang itu?" Elios tersudut pada dipan yang menjadi dinding rumah yang mereka singgahi.Dev memutar badannya, lalu menumpahi Elios dengan tatapan kesal. Selanjutnya sebuah tanggapan dia haturkan, "Seharusnya aku meninggalkanmu saja di tempat terkutuk itu!"Dev mengangkat beban tubuhnya meninggalkan Elios yang belum pulih dari rasa syok. Hanya sebentar saja mengambil secawan air putih dia ambil dari mata air di area yang tidak jauh, lalu kembali lagi ke ruangan di mana Elios berada."Minumlah!" Dev mengulurkan gelas bambu pada Elios."Terima kasih!" balas Elios, keruh di wajahnya sudah hilang."Katakan kalau kau merasa lebih baik." Dev membalas."Maaf, aku sudah sala

  • BROKEN   Saat Semua Yang Mati Kembali Hidup

    "Apa hasilnya?" Dev menatap punggung seorang dokter yang baru saja memeriksa keadaannya. Dia beringsut dari brankar, lalu duduk."Tunggulah! Kau pasti akan mengetahuinya. Sekarang, kau hanya perlu pulang dan istirahat." Dokter perempuan itu berkata sambil berkutat dengan pekerjaannya."Aku tidak memiliki banyak waktu, Dokter!""Sepertinya kau tidak kalah sibuk dengan Jair Bolsonaro yang seorang pria nomor satu di Brazil." Dokter itu kemudian terbahak. Namun, keadaan menjadi hening ketika Dev menghentakkan telapak tangannya di meja."Ternyata kau sama keras kepalanya dengan ayahmu!""Jika aku menjadi pemilik rumah sakit ini, aku tidak akan membiarkan orang sepertimu menjadi tenaga kerja." Ucapan Dev membuat dokter itu mengunci tatapannya dalam sekejap."Apa kau benar-benar siap untuk mengetahui kenyataan yang sebenarnya, Dev Sasaka Erhan?" Mata tajam Dev seketika jatuh pada perempuan berseragam di seberangnya. Tidak disangka, dokter itu sudah terlebih dahulu menusuknya.Ketegangan meng

  • BROKEN   Bercinta Dengan Iblis

    "Siapa kau?" Perempuan telanjang itu bergeming dan terus mendekati Dev dengan membawa ular di tubuhnya. Dev mengelak saat perempuan aneh itu mengendusnya."Menyingkir dariku, Jalang!" Dev terlihat marah. Akan tetapi, lawan bicaranya hanya tersenyum, memamerkan gigi taring. Saat melihat itu, seketika Dev mengerti bahwa dia sedang berhadapan dengan iblis. "Apakah kau yang mereka panggil dengan sebutan dewi?" Dev mengejek."Jika kau makin banyak bicara maka aku akan makin tertarik. Mulutmu sangat wangi dengan bau Asmodeus. Kau sudah memakan jatahku malam ini dan kau harus menggantinya." Perempuan itu berkata sambil mengendus leher Dev. Jilatan lidahnya membuat Dev merasa sedikit terlena."Apa maksudmu?" tanya Dev."Raja Asmodeus, kau adalah raja kegelapan. Setiap tatapanmu adalah mutiara. Engkau Bapak penguasa singgasana neraka. Birahi dan napsu tunduk di bawah kakimu. Aku datang sebagai kekasihmu, naungi aku dengan geloramu. Berkati aku dengan keringatmu. Aku mempersembahkan seluruh ke

  • BROKEN   Hilang Kesucian Di Ranjang Succubus

    Dev masih menunggu orang-orang itu melepas topeng. Dengan sabar, dia menyimak obrolan yang mungkin akan memberinya petunjuk. Seseorang datang menduduki kursi agung. Sepertinya ia adalah pemimpin kelompok. Ia berkata, "Apa kalian sudah menjalankan tugas dengan baik?" Dari suaranya Dev tahu bahwa orang itu adalah perempuan."Tentu. Semua berjalan seperti yang kau inginkan. Jess sudah mati setelah melewati penderitaan yang pantas." Seorang laki-laki menjawab. Dev merasa tidak asing dengan suara tersebut."Bagus. Semua berkat Dewi Lilith. Haimm untuknya." Wanita itu menyeru."Wanita cantik, Lilith! Kau adalah angin malam. Ketika rambut panjangmu mengalir tanpa suara, tatapanmu menusuk hati para pria. Dalam kegelapan bayanganmu tumbuh. Dark Moon Lilith, ular yang menyiksa. Aku mengagumimu tanpa rasa takut. Dewi, kau penting dan kaulah yang aku hormati. Ibu Lilith yang selamat dari sisa-sisa waktu, roh dari semua yang liar. Perwujudanmu kematian Ilahi. Aku datang sebagai anakmu. Lindungi aku

  • BROKEN   Bisikan Asmodeus

    "Kau pikir aku tertarik dengan dunia sihir?" Elfara memandang gusar pada Dev."Aku tidak bertanya seperti itu, kan? Aku menemukannya di kamarmu.""Terserah kau, aku tidak peduli." Elfara berkata dingin dan Dev memilih diam. Tidak ingin memperburuk suasana hati Elfara.Sesampainya di rumah, keduanya saling diam hingga malam menjelang. Keanehan pun kembali terjadi. Dev di dalam kamarnya beberapa kali mendengar eraman naga, tetapi tidak bisa melihat wujudnya.Dalam keresahan, Dev menutup kedua lubang telinganya. Entah mengapa, tiba-tiba rasa panas mulai mengalir ke seluruh tubuhnya. Keringat mulai lolos dari pori-pori. Tetiba, Dev sangat membenci audio yang Mehmet setting putar otomatis setiap pagi, siang, dan malam. "Argh!" Dev mulai menggelinjang dan mulai merasakan listrik bertegangan rendah menyengat kakinya."Asmodeus!" gumamnya. Dia melihat makhluk berkepala tiga pada pantulan lemari kaca dengan wajah yang sangat murka."Mehmet é um inimigo em um cobertor! Você tem que matá-lo!" A

  • BROKEN   Sigil Lilith di Bawah Ranjang Elfara

    "Elfara!" Dev tergopoh-gopoh ke kamar rawat kakaknya. Gadis itu tampak sangat ketakutan."Apa ada yang menyakitimu?" Dev berusaha menenangkan Elfara."Nania! Nania menerorku!" Elfara menjawab setelah beberapa lama terpaku sejak kedatangan Dev. Genggaman Dev terlepas dari bahu kakaknya."Tenanglah! Aku akan memastikan dia tidak akan mengganggumu lagi." Sekeluarnya Dev dari kamar rawat Elfara, dia memutuskan keluar dari gedung rumah sakit."Cari tahu kebenarannya terlebih dahulu sebelum kau melakukan sesuatu." Langkah Dev terhenti di halaman depan rumah sakit."Kau mendengar semuanya. Apa kau tidak percaya pada Elfara?" Dev bertanya dengan tatapan lurus ke depan."Orang cerdas akan bersikap bijak, bukan?""Ya, aku mengamati Nania sejak lama. Aku harap kau tidak keberatan, Paman Mehmet!""Tentu. Aku selalu berpihak pada kebenaran."Dev menyiram tubuhnya yang lengket di bawah shower. Sejak dikejutkan oleh perubahan bentuk fisiknya, dia belum merasakan segarnya sentuhan air. Di bawah guyur

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status