Azena Stefanie Hailey, agen rahasia elit, ditugaskan menyamar sebagai guru di Silvergate Academy—sekolah unggulan yang ternyata menjadi tempat eksperimen pencucian otak oleh jaringan mafia internasional. Dalam penyamarannya, Azena harus menghadapi konflik batin, ancaman identitas terbongkar, dan hubungan emosional dengan murid-murid yang mulai percaya padanya. Misinya menjadi ujian antara loyalitas pada negara atau menyelamatkan generasi muda dari manipulasi gelap. Di tengah penyergapan, kehilangan, dan pengkhianatan, Azena dipaksa menentukan siapa dirinya sebenarnya seorang agen, guru, atau penyelamat. Mampukah Azena menyelamatkan mereka? Baca Kisah Azena sang Agen Rahasia ---
View MoreMentari pagi mulai menampakkan sinarnya, cahaya keemasan masuk melalui jendela rumah minimalis Azena. Pagi ini, Azena tengah bersiap-siap untuk mengajar di sekolah Silvergade. Setelah kemarin malam mendapat telepon dari staf sekolah itu bahwa ia telah di terima menjadi guru, Azena langsung menyiapkan semua perlengkapan yang akan dibutuhkannya.Di depan cermin rias, Azena mematut dirinya. Ia memilih blus berwarna krem dengan lengan panjang yang sedikit mengembang di bagian pergelangan, memberikan kesan anggun namun tetap santai. Dipadukannya dengan rok midi berwarna cokelat tua berpotongan A-line yang nyaman untuk bergerak. Sebuah kalung berbandul hati yang selalu ia pakai menghiasi lehernya, sentuhan personal yang menambah penampilannya. Rambut hitamnya yang panjang dibiarkan tergerai rapi, dan riasan wajahnya tampak natural dengan sentuhan lipstik berwarna nude. Namun, detail yang paling menarik adalah kacamata yang ia kenakan. Sekilas, kacamata itu tampak seperti kacamata baca biasa
"Bagaimana hasil penyelidikanmu?" tanya pria dewasa yang tak lain Thiago."Dia bersih," jawab lawan bicaranya lugas.Thiago terdiam sejenak, "Baiklah, terus pantau untuk seminggu kedepannya, awasi dia. Dan jangan sampai dia tahu. Mengerti?!""Baik."Setalah pria yang menjadi suruhan Thiago pergi, ia terdiam sejenak di ruang kepala sekolah miliknya. Tak lama tangannya dengan cekatan mengambil ponselnya diatas meja, mengotak-atik ponselnya dan menghubungi seseorang yang sangat berpengaruh bagi hidup Thiago."Halo Tuan, dia bersih. Tidak ada yang mencurigakan," jelas Thiago."Baiklah Tuan." ~~~~~~~Di ruangan dengan pencahayaan yang minim, Azena tengah berkutat dengan komputer yang menampilkan data-data yang rumit. Rekaman-rekaman dari kacamata perekam yang ia gunakan saat wawancara guru seni kemarin kini terhubung ke layar, menampilkan sudut-sudut rahasia sekolah, bahkan beberapa video dan gambar yang ia abadikan. Kacamata bertengger manis di hidungnya, matanya terus fokus pada layar
Senja perlahan turun, mewarnai langit dengan rona oranye dan ungu. Di dalam rumah berdinding kayu, Azena bersantai di sofa empuk ruang tamu. Suasana tenang itu adalah pelarian sempurna dari ketegangan yang ia rasakan selama seharian penuh. Kemarin, ia baru saja menyelesaikan misi penyamaran yang berisiko tinggi. Berpura-pura menjadi guru Silvergade Academy. Ia membuka majalah yang tergeletak di atas meja, membalik halamannya dengan santai, mencoba mengalihkan pikirannya dari misi yang baru saja ia jalani. Sembari membaca, sesekali ia melirik ke luar jendela, memastikan keamanannya.Tiba-tiba, suara notifikasi dari ponselnya memecah keheningan. Sebuah pesan masuk dari Edward, sepupu yang selalu membantunya. Azena membuka pesan itu dan mendapati tulisan singkat yang membuat jantungnya berdegup kencang."kamu tengah di intai, arah jam 12 dan arah jam 3."Tanpa pikir panjang, Azena langsung bangkit dari sofa, menyelinap ke jendela, dan mengintip keluar. Benar saja, di seberang jalan, ia
Pagi harinya, Azena bangun dengan begitu semangat. Tidak sabar memulai misi kali. Jam dinding menunjukkan pukul 06.00, dan sinar matahari pagi sudah menyelinap masuk melalui celah gorden. Dengan langkah mantapnya, ia segera beranjak dari tempat tidur. Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu—wawancara kerja di Silvergade Academy.Ia membuka lemari, mengambil kemeja putih bersih dan rok pensil berwarna gelap. Penampilannya harus rapi dan profesional, mencerminkan citra seorang calon guru seni yang serius, tak lupa kacamata sebagai pelengkap penampilannya. Kacamata yang ia gunakan bukan kacamata biasa, itu kacamata modifikasi alat perekam. Setelah berpakaian, Azena duduk di meja kerjanya. Di sana, tumpukan berkas lamaran sudah tertata rapi. Curriculum Vitae (CV), portofolio karya seni, ijazah, dan surat lamaran semuanya telah disiapkan dengan teliti sejak semalam. Ia memasukkannya ke dalam map, memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal.Getaran ponsel diatas meja, mengalihkan perh
Azena duduk santai di sofa kulit tua, memandangi senja yang merayap masuk lewat jendela besar berwarna putih. Ruangan itu hening, hanya ada suara Edward yang sedang membereskan beberapa perlengkapan di meja sudut. Rumah persembunyian ini terasa sunyi, jauh dari hiruk pikuk kota. Dibutuhkan waktu tiga jam untuk sampai di pusat kota. Dinding-dindingnya terbuat dari kayu gelap, lantai parketnya berderit lembut di bawah langkah kaki Edward. "Aku harus pergi," ujar Edward, suaranya memecah keheningan. "Tim sudah menunggu di titik pantau. Kita akan memantau dari kejauhan."Edward menghampiri Azena, meletakkan sebuah ponsel kecil di tangannya. Ponsel itu jadul, model yang mungkin sudah tidak diproduksi lagi. "Ini untukmu," katanya. "Ponsel biasa, tidak bisa dilacak. Hanya bisa digunakan untuk panggilan dan pesan teks darurat."Azena membalik-balik ponsel di tangannya, tersenyum kecil. "Terima kasih.""Tidak perlu berterima kasih padaku. Besok kamu sudah mulai melamar kerja disana," jawab Ed
Azena turun dari mobil dan berdiri di depan sebuah rumah kayu sederhana yang tampak nyaman. Rumah itu dicat krem dengan aksen jendela berwarna putih, dikelilingi oleh pagar kayu rendah yang dicat senada. Di halaman depan, pot-pot bunga aneka warna bermekaran, menambah kesan asri pada pemandangan. Azena memandang sekeliling, deretan rumah tetangga yang berjajar rapi dan pohon-pohon pinus yang berdiri tegak di seberang jalan menciptakan suasana damai yang jauh dari hingar-bingar kota."Selamat datang di tempat persembunyianmu yang baru," kata Edward sambil tersenyum tipis, membuka pintu mobil untuk Azena. "Aku sudah memodifikasinya sesuai kebutuhan mu."Azena melangkah keluar, menghirup udara segar. "Ini... benar-benar tidak seperti yang kubayangkan.""Aku kira kakek akan menyiapkan rumah yang lumayan layak untuk ku tempati. Tapi, ini ...."Azena tidak menyangka bahwa Kakeknya menyiapkan tempat yang sangat sederhana, ini sungguh di luar ekspektasinya. Edward terkekeh mendengar gumaman
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments