Share

Bab 3

Irish bahagia bukan main, Galen tidak melupakannya. Hari-hari Irish, berubah jadi bahagia dan kembali bersemangat. Gadis itu, tersenyum sepanjang hari, hanya karena pesan sederhana itu.

Irish bahkan, terlalu rajin mengerjakan tugas yang deadline minggu depan. Semua karena Galen. Rasanya Irish secepatnya menyelesaikan kuliahnya dan menyusul Galen kesana. Minimal Irish bekerja, mengumpulkan uang, dan bisa ke negara asing tersebut.

Irish mempunyai satu teman--Monica. Gadis itu tak terlalu tahu masalah pribadi Irish seperti apa, karena Irish itu begitu tetutup. Tapi Monica ingat, Irish pernah bilang ia punya kekasih, hanya saja tidak tahu itu siapa.

Irish dan Monica sedang berada di kantin. Mereka membunuh waktu untuk masuk ke mata kuliah selanjutnya. Irish selalu memikirkan Galen, apa yang lelaki itu lakukan, apa Galen sedang tidur, apa Galen belajar, apa Galen makan, semua hal kecil ia pikirkan. Perbedaan waktu memang bukan hal yang mudah, tapi Irish yakin, jika cinta keduanya telah mengakar, maka, keduanya bisa bersatu kembali.

Irish hanya mengaduk-ngaduk, roti prata-- roti khas india yang dicampur bersama kari ayam. Gadis itu bukannya makan, malah ia tersenyum. Monica yang mentraktir Irish, Monica tahu, hidup Irish pas-pasan, beruntung gadis itu bisa mengenyam bangku kuliah. 

"Kenapa? Apa Irish semalam minum obat senyum?" Irish melihat ke arah temannya. Sebenarnya, Monica type sebelas-dua belas sama Irish. Yang akhirnya membuat Mereka berdua bisa berkahir menjadi teman, karena tidak ada yang mau berteman dengan keduanya. Kedua gadis itu dianggap cupu di kelas, dan banyak yang tak ingin satu kelompok bersama keduanya.

"Ah, enggak." Irish memang tak bisa menahan senyumannya. Ia kelewat bahagia. Bayangan wajah tampan Galen yang memberi pesan cinta padanya, membuat Irish seperti tak bisa memijak bumi.

"Um... Monic ada tahu lowongan kerja nggak?"

"Loh kenapa?"

"Um... aku mau coba kerja." Irish rasa, ia bisa menabung sedikit demi sedikit, lama-lama ia bisa menyelesaikan target menabung untuk menyusul Galen di America.

"Nanti aku kabarin ya. Aku sering cari di grup Facebook." Ujar Monica. Hanya ini, pembahasan serius mereka. Biasanya mereka hanya diam-diam. Kecuali, bertanya-tanya masalah kuliah, tugas, dan ujian. Hanya seputar itu.

"Makasih." Monica mengangguk. Monica tahu, semester semakin tinggi, kebutuhan untuk kuliah juga semakin banyak. Ia juga tak bisa banyak membantu untuk masalah keuangan, keluarganya juga pas-pasan, hanya saja lebih baik dari Irish.

"Atau, kita bisa nyari langsung pas pulang? Biasanya di depan toko-toko ada ditulis di depan." Usul Monica.

"Boleh."

Harapan Irish untuk segera menyusul Galen, sudah di depan mata. Irish yakin, menabung dua tahun, ia bisa menyusul kekasihnya. Bahkan, Irish bisa beri kejutan pada Galen di hari wisuda lelaki itu. Membayangkan saja, wajah Irish begitu memanas sekarang.

Irish sudah rindu, ingin mencium parfum Galen, apa masih sama? Apa lelaki itu mengganti parfum. Bagaimana model rambut Galen sekarang, apa lelaki itu makin tinggi, apa Galen masih sereceh dulu.

Irish meremas tangannya kuat. Tak sabar, menantikan hari itu. Ia yakin, cinta mereka takkan pudar.

-

-

-

Galen risih tentu saja. Sedari tadi, Emery terus bergelayut di tubuhnya seperti anak monyet.

"Babe! C'mon, we have much time, have fun."

"Take off of me." Perintah Galen.

"Nope!" Emery menggeleng. Gadis ini begitu keras kepala. Ia senang sekali menganggu Galen. Kemana saja Galen pergi, ia akan mengintil dari belakang.

Bahkan di kampus juga Emery nekat. Gadis itu, mengikuti Galen ke kelas, yang bukan ada dirinya di absen. Emery akan duduk di samping Galen sambil menganggu lelaki itu. Bahkan, Galen yang mengambil kelas yoga diganggu Emery. Galen yang sedang melakukan gerakan di atas matras, tanpa malu, Emery langsung menubruk tubuh Galen di bawah. Emery langsung menindihkan semua berat tubuhnya di atas Galen. Galen hanya menahan malu dari teman-temannya.

Galen melihat ke arah instruktur yang geleng-geleng melihat tingkah Emery yang terlalu agresif.

"Babe... I miss you." Karena tak tahan, Galen keluar dari kelas diekori Emery. Bahkan, masuk ke toilet lelaki, cewek itu nekat mengikut masuk ke dalam.

Sebenarnya ada penyesalan dari Galen, kenapa ia curhat dan menerima tawaran professornya yang ujungnya membuat ia harus terjebak dengan cewek gila.

Sekarang weekend. Galen yang merasa dirinya numpang, berinisiatif membereskan aprtemen kecil ini. Dan Emery terus saja menganggunya. Seperti tadi, Emery memeluk Galen dari belakang. Cowok itu sedang mencuci piring.

"Ayo babe. Kamu harus ikut aku ke pesta Lily. Nanti, aku yang akan mencegah mereka untuk beri kau minuman. Bagaimana?" Setiap hari Emery membujuk Galen, agar pergi ke pesta. Jika tidak, Gadis itu akan terus menganggu Galen. Dan sejauh ini, belum berhasil, bujuk rayuan Emery. Galen tetap pada pendirian.

"Bisakah kau menyingkir?" Tanya Galen risih. Kadang Galen berkata pedas, tapi seolah tak ada penawar untuk tingkah agresif Emery.

"Aku ingin dapat jawaban yes. Sebelum aku melepaskan."

"How many times, I have to tell you, I don't want go to that stupid party or whatever."

"We just have fun. Bahkan bukan party yang seperti kamu bayangkan. It's just birthday party. C'mon babe. I'm sure, tidak ada alkohol disana." Pinta Emery meyakinkan.

Galen berbalik dan mengelap tangannya, ia menatap Emery. Ia heran, kenapa gadis ini begitu gigih untuk menggajaknya pergi. Padahal, Galen nyaman berada flat kecil mereka. Galen akan belajar, ia akan menggambar. Bahkan, Galen akan memilih nonton atau membaca, daripada pergi ke keramaian. Ia bukan makhluk anti sosial, dulu saat SMA Galen juga sering nongkrong bersama teman-temannya. Tapi, semenjak mengenal Irish lebih dalam, Galen bisa menemukan kebahagiaan, kalau menjadi seorang introvert itu begitu menyenangkan.

"Aku janji. Terakhir kalinya, aku mengajakmu pergi. Selanjutnya, aku bisa pergi sendiri." Emery memelas lagi.

"Bagaimana, kalau kamu tidak bisa memenuhi janjimu?"

"No. I'm serious. Kamu bisa menghukumku, tapi kali ini saja, temani aku, Lily itu teman dekatku. Dan kau tentu tahu, kita wajib menghadiri pesta teman."

"Jam berapa dimulai?"

"At 9."

"I'll be ready." Emery tentu kegirangan. Baru kali ini, Galen mengiyakan ajakannya. Bahagia bukan main. Emery sampai meloncat-loncat dan mencium pipi Galen.

"Thank you babe. I'm promise, I won't bother you again." Emery memeluk Galen, yang hanya diam seperti patung.

-

-

-

Emery sedang bersiap-siap, gadis itu memakai tanktop, walau kemungkinan udara malam terasa dingin, dipadukan dengan ripped jeans, entah fashion seperti apa yang Emery kenakan sekarang.

Gadis itu berdandan sangat menor, dan sangat belum pantas untuk remaja seusianya. Dengan smokey eyes yang terlalu tebal, bulu mata palsu yang tertalu tebal, mascara yang terlalu hitam. Semuanya tampak menyeramkan, di mata Galen. Padahal, rambut Emery brunette.

"Kenapa tidak pakai dress?" Tanya Galen penasaran. Setahunya, jika dress dan pesta, kedua hal yang tak bisa dipisahkan dari para wanita. Tapi, dandanan Emery sepertin ingin jalan-jalan ke mall. OOTD, yang tidak nyambung bagi Galen.

Galen hanya memakai jeans belel dan sebuh jaket hitam, sudah pas untuk dirinya.

"Aku sedang nyaman seperti ini. Ayo." Emery menggaet tangan Galen, dan mereka keluar dari flat.

Galen hanya perlu jadi patung disana, dan biarkan Emery bersenang-senang. Karena tujuan Galen hanya menemani Emery dan memastikan gadis itu tidak mabuk. Walau Emery bilang hanya pesta ulang tahun, Galen tak bisa menjanjikan pesta itu tanpa alkohol. Layaknya, makan tanpa minum.

Emery mengemudikan mobilnya, menuju rumah temannya.

Mereka tiba di sebuah rumah yang memang besar, dan sudah ramai orang, para remaja tentu saja.

"Aku akan mengenalkan ke mereka sebagai pacarku. Agar tidak ada yang menganggumu."

"Ya-ya, terserah." Pekarangan rumah Lily begitu luas walau sudah malam, penerangan yang terang, membuat kita bisa melihat sekeliling. Bahkan, kecoak insecure jika berada di rumput-rumput tersebut, saking terangnya lampu.

Terbiasa hidup sendiri, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Membuat kepala Galen pusing. Begitu banyak orang. Semuanya memang membawa pasangan, tak heran, segitunya Emery sampai membujuk Galen. Dan harusnya Galen ingat janjinya pada Professor Thomas agar menjaga putrinya. Walau gadis itu menyebalkan, sebenarnya Emery gadis yang manis.

Emery menggaet lengan Galen, seperti sepasang kekasih. Gadis itu menyapa teman-temannya dan memamerkan ke semua orang. "We have to find Lily soon." Emery dan Galen masuk ke rumah Lily yang memang luas dan besar. Disana, banyak orang-orang yang berkumpul dan bermain games.

Dan ada Lily disana, berada di kerumunan paling ramai. Rambut gadis itu digulung ke atas, dan wajahnya diberi glitter, agar kelihatan beda, dan memang cantik, tapi menurut Galen lebih cantik Emery. Lily memakai gaun berwarna ungu muda, yang disesuaikan dengan warna glitter di wajahnya. Hm... gadis glitter.

"Happy belated birthday my Lily."

"Thank you." Lily melihat ke arah Galen yang hanya diam dan mempelajari keadaan sekitar.

"Who's this?"

"Oh. He's Galen. Galen it's Lily. Lily this is Galen my boyfriend."

Galen menyodorkan tangannya ke Lily. "Happy birthday."

"Thank you."

"You look like Asian people." Tegur Lily.

"I am." Ia memandang Galen beda. Bosan melihat orang yang berkulit terlalu putih dan berambut pirang setiap saat, dan orang bekulit hitam. Lily ingin melihat orang yang unik. Yang tidak terlalu bekulit putih, dan berkulit hitam. Perpaduan yang tepat. Untuk orang Chinese, Lily kurang suka. Karena ia juga punya banyak teman. Tapi, melihat Galen ia merasa beda.

"Where are you from exactly?"

"Indonesia."

"Oh aku pernah dengar. Sorry for harash words, orang tuaku pernah kesana, tapi katanya disana negara miskin." Sialan! Galen mengepalkan tangannya. Segitu hinanya, negaranya di mata orang asing?

"Tentu tidak. Mungkin orang tuamu pernah nyasar, di tempat lain."

"Mungkin saja. Atau mungkin, kau bisa menggajakku kesana."

"Tentu saja." Emery mendongak tak suka, Galen mengiyakan saja gurauan Lily. Padahal jika ia yang menggajak, Galen menolak berkali-kali.

"Oh iya, mungkin kalian mau gabung bermain games." Ajak Lily.

Emery dan Galen mengikuti Lily yang berjalan ke arah kerumunan. Mereka bermain beer pong. Jika kalian tidak tahu, bagaimana permainan itu, silahkan cek Google.

"Ok, sebenarnya kita bermain beer pong. Tapi, kita ganti permainan itu dengan ciuman saja." Galen hanya menelam ludahnya. Ia sadar, ia sudah terjebak. Harusnya, ia sudah menolak dengan keras pesta sialan seperti ini, karena akan membuatnya celaka.

Emery dan Galen bergabung. Bola itu dilemparkan ke dalam gelas, jika berhasil masuk, maka mereka harus memilih secara random ingin mencium siapa.

Semua mendapat giliran. Saatnya giliran Lily. Gadis itu melempar bola pingpong pada gelas yang telah disusun.

Hap! Langsung masuk, tepat sasaran.

Lily melihat satu-satu persatu manusia itu yang bisa ia cium.

"Aku mau dia." Lily menunjuk tepat pada Emery. Tubuh Galen mendadak merinding. Gila nih cewek! Bagaimana mungkin, matanya yang suci harus melihat cewek dam cewek berciuman. Rasanya menjijikan.

"No!" Tolak Emery keras.

"C'mon ini hanya sebuah permainan. It's just a kiss."

"Ok, ganti. aku mau mencium dia." Lily menunjuk Galen. Mendadak air liur cowok itu kering. Bagaimana ini? Cowok itu sampai keringatan. Sejujurnya, Galen tak pernah berciuman, gadisnya terlalu polos, hingga ia tak pernah merasakan apa yang para remaja lakukan.

Emery langsung duduk di pangkuan Galen, dan menutup wajah cowok itu.

"Aku tidak mengijinkan siapapun menyetuhnya."

"Ok, tantangan diganti. Silahkan, kalian masuk ke kamar, 10 menit keluar, sudah harus ada hickey. You guys can make out at room."

Galen tahu, hal ini tak bisa ditolak. Ini namanya menurunkan harga diri. Dan harga seorang lelaki, tak boleh diremehkan, apalagi menyangkut hal-hal seperti ini.

Semua orang bersorak. Emery menggeleng, dia tahu, Galen keberatan dengan semua ini. Karena tak tahan dengan semua sorakan, Galen berdiri. Terpaksa Emery ikut berdiri.

Galen menarik tangan Emery dan benar-benar masuk ke dalam kamar tersebut. Emery senang, tapi juga gugup.

Semua orang yang ikut bermain, berkumpul di depan pintu, agar bisa mendengar apa yang dua sejoli itu lakukan di dalam.

Galen dan Emery jadi canggung di dalam kamar. Galen dengan enteng, duduk di ranjang. Emery bolak-balik seperti gurita tersiram garam.

"Bagaimana? Aku sudah berjanji. Dan jika keluar tak ada tanda, mereka pasti akan menertawakan kita. Kita sudah dewasa. Akan sangat memalukan, jika kita tak berbuat apa-apa." Galen masih kalem. Tak ingin memikirkan apa-apa juga.

"Bantu aku, bagaimana caranya?" Desak Emery. Lagi-lagi, Galen hanya diam.

Waktu hanya tersisa dua menit. Emery bisa mendengar banyak suara orang di luar. Mereka krasak-krusuk.

"Kenapa mereka diam? Kenapa tidak ada suara desahan?" Emery bisa mendengar semuanya. Ia semakin gelisah. Ia akan diejek, di lingkungan pertemanan mereka, jika untuk sekedar berciuman ia tak bisa.

"C'mon babe. Tapi tidak apa-apa. Aku bisa memutuskan untuk berhenti dengan mereka."

"Jangan!" Cegat Galen. Cowok jakun itu berdiri dan mendekati Emery. Ia merangkap tubuh Emery ke tembok. Emery mundur, cewek agresif itu mundur. Entah kenapa ia jadi gugup. Padahal bukan kali pertama ia berciuman.

"Aku akan beri itu padamu." Bisik Galen. Tepat di leher Emery. Tubuh gadis itu meremang. Semua bulu romanya berdiri.

Galen menghisap leher Emery. Gadis itu mengepalkan tangannya dari rasa geli. Gelen menghisap kuat, seperti vampire haus darah. Walau tak pernah berbuat seperti ini, tapi seperti naluri.

Emery hanya mendesah, dan menutup matanya.

Sekarang tanda merah itu, berpindah ke leher sebelah kanan. Emery menutup matanya, dan menikmati semua itu. Karena rasanya merasuk dalam jiwanya. Entah kenapa, Emery merasakan sebuah rasa yang aneh di dalam sana.

"May I kiss you?" Tanya Galen. Emery mendongak. Ia menelan salivanya gugup.

"I... I--"

Galen menyumpal bibir itu, sebelum sang empu menjawab iya atau tidak.

-

-

-

Irish dan Monica mencari langsung, dan mereka menemukan satu cafe yang membuka lowongan untuk posisi jadi kasir. Irish tak pernah kerja, tapi ia bisa belajar bukan?

Irish sudah memberi sekalian surat lamaran kerja. Ia hanya perlu menunggu panggilan, dan dirinya diterima. Demi, menabung dan bertemu Galen--kekasihnya. Irish tak sabar menabung selama 2 tahun.

*selamat malam, selamat ya kamu diterima bekerja di Top Cafe dengan posisi kasir. Untuk masalah gaji, silahkan temui bos besok. Ttd. Manager.*

Irish memeluk ponselnya. Sambil terus membayangkan wajah Galen yang terkejut karena kejutan yang takkan pernah ia duga.

Alen, tunggu Ai.

_____________________________________

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status