Share

Perasaan Hanggara

Pukul tujuh pagi saat menyiapkan sarapan mereka seperti biasa, Sven memimpin berdoa. Kedua tangan mungilnya menengadah. "Ya Tuhan, terima kasih atas segala Rahmat-Mu pagi ini, atas semua hidangan nikmat yang sudah dibuat sendiri dari tangan mamiku, dan aku bersyukur bisa menikmatinya hingga detik ini. Jadi, kumohon berikan kami berkat dan kasihMu, amin."

Senyum Senna merekah. Putri kecilnya semakin besar dan pintar seiring dengan waktu. "Amin," jawabnya. Kemudian segera mengambil piring milik Sven dan mengisinya dengan sup ayam wortel serta setangkup roti panggang sebagai pelengkapnya.

Mereka menikmati sarapan sembari bercerita tentang banyak hal, kegiatan Sven seharian kemarin atau Senna yang bercerita tentang Uncle Pram atau Aunty Alina dan kandungannya. Meski seringkali Sven yang mendominasi obrolan mereka.

"Mam," panggil Sven pada ibunya yang mau mengambil secangkir kopi di atas meja.

"Hm," jawab Senna sambil menyesap kopi panasnya.

"Apa Mami bahagia?" tanya Sven dengan tatapan polosnya membuat Senna seketika terhenyak lalu menatap wajah mungil berparas asia itu dengan satu alis terangkat.

"Mami selalu bahagia, ada Sven jadi ..., , pasti bahagia," jawab Senna tak urung membuat senyum Sven merekah, anak yang sangat manis, bukan? Batin Senna mengagumi.

Tidak bisa dipungkiri, Sven mencetak keseluruhan wajah lelaki itu. Wajah oriental khas negeri sakura, sepasang mata sipit, kulit berwarna eksotis dan senyum yang sama persis dengan ..., lupakan Senna, fokuslah dengan hal yang lainnya masih banyak pekerjaan yang butuh perhatianmu saat ini. Terutama memastikan kebahagiaan Sven Alexander Camelia.

"Tentu saja, aku akan membuat Mami selalu bahagia. Sven Alexander Camelia, akan menjadi manusia pertama di dunia ini yang akan membuat mami bahagia!"

Senna tertawa mendengar ucapan Sven.. Lihatlah, selain manis, anak itu juga berpikir dewasa sampai Senna kadang bingung apakah benar anak berusia tujuh tahun itu putri yang dia lahirkan?

Pasti karena sifat turunan dari lelaki itu yang tentu saja mendominasi keseluruhan putrinya, cerdas, humoris tetapi juga sangat dewasa, tetapi Senna marah jika Sven mengikuti jejak buruk lelaki penyumbang sperma tak tahu diri itu. Berbohong.

"Aku sudah selesai, Mami sudah selesai sarapannya?" Sven dengan suara kecilnya mengelap bibir merahnya dengan sapu tangan yang sudah Senna siapkan, Senna melirik ke arah dinding, sudah hampir jam delapan. Dia harus segera mengantar Sven ke sekolah.

Kini, mereka sudah sampai di depan halaman gedung bertingkat dua, Sven menggandeng tangan ibunya dengan erat saat seorang wanita berkacamata tebal datang menghampiri dan menyapa keduanya.

"Selamat pagi, Sven? Apa kabarmu pagi ini?" Sapa sang pengasuh dengan wajah ramah.

"Selamat pagi, Miss Rose. Kabarku baik dan aku bahagia pagi ini," jawab Sven dengan sikap tak kalah ramah.

"Baiklah, Sven. Dengarkan semua ucapan Miss Rose dengan baik, belajar yang baik, hm?" Senna menasehati Sven penuh sayang, kemudian dia mengecup bibir Sven.

"Ah, Miss Rose. Maafkan aku sebelumnya, tapi bolehkah aku meminta tolong?" tanya Senna yang kemudian Rose mengangguk setuju.

"Nanti aku akan sedikit terlambat menjemputnya, Bibi Maria sedang ke luar kota selama dua hari ini. Jadi, aku akan membuatmu repot karena Sven menjadi lebih lama di sini." Rose menggeleng mencoba memaklumi meskipun ibunya Sven tidak hanya sekali ini menitipkan putrinya di luar batas jam yang berlaku.

"Tidak, kenapa harus sungkan. Dengan senang hati aku akan menemani Sven, senang bisa bekerja sembari ditemani olehnya. Sven sangat pintar dan tidak pernah merepotkan, jadi tenang saja.”

"Ah, kalau begitu aku bisa tenang, jadi Sven, selama Mami belum menjemput, kau di sini bersama Miss Rose, mengerti?" Sven mengangguk mengerti.

Setelahnya Senna segera pergi dari tempat tempat sekolah sekaligus tempat penitipan anak tersebut dan segera pergi ke kantor, sementara tanpa disadari, Hanggara yang sudah mengamati mereka dari kejauhan hanya bisa melihat dengan sorot tajam.

Andai tak ada telepon masuk dari Abimanyu, tak butuh waktu lama sejak Senna menghilang dari pandangan maka sesegera mungkin dirinya berlari ke arah putri kecilnya itu.

Ingin setidaknya sekali saja mendekati lalu berkenalan dengannya mungkin dengan begitu putri kecilnya itu tidak merasa terkejut.

Namun, Hanggara kembali harus bersabar dalam berusaha dia pun melajukan Range Rover miliknya menjauh dari gedung tersebut. Membawa semua kerinduan yang selama ini dipendam.

***

Hanggara tidak pernah berpikir bahwa bagian dari dirinya akan bersemayam di rahim Senna dan kini telah berwujud anak secerdas Sven. Anak itu sungguh menggemaskan dan yang paling penting sangat diinginkan olehnya. Menginginkan sepaket dengan ibunya, tentu saja.

Sven telah menjadi anak perempuan manis yang jika dilihat dari segi fisik memang tidak semurni dirinya. Bagian mata saja yang sama persis. Sipit dan dan berkilau ketika dipandang lalu sebagian lagi menurun dari ibunya yang semoga saja tidaj senaif Senna karena dia yang paling mengenal Senna. Hidup berumah tangga selama kurang dari satu bulan bahkan tetapi sudah begitu mengenal sifat si istri.

Kembali pada urusannya dengan Abimanyu yang mengabarkan kalau pria tua itu hendak kembali ke Indonesia hanya sekadar untuk mengunjungi makam orang-orang yang katanya dicintai.

Dicintai apanya kalau nyawa Keinarra, sang adik bahkan hampir raib karena Janus yang menggila. Mengenang kembali penyiksaan fisik dan mental pada dia dan Keinarra saat itu membuatnya geram.

Ah, sudahlah, barangkali memang sudah menjadi jalan mereka harus melalui tragedi itu yang terpenting saat ini, Keinarra dan suaminya itu bisa hidup tenang dengan anak-anak mereka.

Dalam kurun waktu tidak lebih dari sepuluh tahun lamanya, dia yang juga kehilangan jejak sang istri sudah menemukan mereka kembali. Kali ini, Hanggara takkan pernah kehilangan mereka lagi. Dia bersumpah untuk itu, dan dia takkan menyia-nyiakan kesempatan berharga ini.

Dipanggilnya sekertaris dan perempuan berusia masih muda tersebut datang sesegera mungkin ke ruangan Hanggara. Sepertinya dia sekertaris baru yang dicarikan oleh sekertaris lama yang kini sedang berbulan madu dan meminta sedikit waktu memanjakan anak istrinya. Hanggara menarik napas pelan ketika menyadari seraut wajah merona sang sekertaris.

Benar-benar anak baru dan belum mengenal karakter dan kepribadian Hanggara.

Lelaki bermarga Mitsuko itu tidak segan-segan melempar berkas yang dianggapnya merusak tatanan yang sudah digariskan. Ya, akan semarah itu Hanggara bila menyangkut profesionalisme dalam bekerja. Dan, belum-belum sekertaris pilihan Mell ini sudah tidak berkompeten.

Berkas yang harus selesai dalam waktu kurang dari lima jam masih mentah dan dengan naifnya dia berdiri malu-malu seakan Hanggara tidak bisa bersikap tegas saja.

Sayangnya, ketika ingin menghardik, kelebat bayang Sven dan senyuman manis putrinya telah membuat Hanggara menahan kekesalannya, maka dengan raut sedingin peti es, dia menyerang kembali berkas yang dimintanya.

"Bekerjalah dengan baik atau enyahlah."

Menarik napas panjang, Hanggara memulai kembali semua yang telah dibacanya, berkas-berkas sialan yang seharusnya selesai sejak dua jam yang lalu seakan mengejeknya.

"Oh, sial!"

***

Love,

Mahar

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status