Beranda / Horor / Bayangan Dibalik Cermin / Terjebak dalam Kegelapan

Share

Terjebak dalam Kegelapan

Penulis: Maybe Not
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-03 11:31:25

Suara jeritan Mira menggema di dalam rumah tua yang gelap saat sosok misterius itu melangkah lebih dekat. Kegelapan semakin menyelimuti mereka, menciptakan suasana mencekam yang membuat jantung mereka berdegup kencang.

“Rani! Apa yang harus kita lakukan?” tanya Budi dengan suara bergetar, matanya melebar karena ketakutan. “Kita tidak bisa tetap di sini!”

“Aku—aku tidak tahu!” Rani menjawab dengan napas yang tersengal. “Tapi kita tidak bisa membiarkan dia menangkap kita!”

Andi melihat sekeliling, berusaha mencari jalan keluar. “Coba cari pintu lain! Mungkin ada cara untuk melarikan diri!”

Saat mereka berlari ke sudut ruangan, sosok itu berbicara dengan suara dalam dan menyeramkan. “Kau tidak akan bisa melarikan diri. Tempat ini adalah milikku, dan kalian sudah terjebak di dalamnya.”

“Siapa kau?” tanya Rani, berusaha berani meski hatinya bergetar. “Kenapa kau menghalangi kami?”

“Aku adalah bayangan dari apa yang hilang,” jawab sosok itu sambil tersenyum sinis, matanya bersinar merah dalam kegelapan. “Dan kalian telah mengganggu ketenanganku.”

Mira, yang semakin panik, berteriak, “Kita harus pergi! Sekarang juga!”

Rani berusaha tenang dan berkata, “Kita tidak bisa melawan. Kita harus berpikir jernih. Mari kita cari cara untuk keluar.”

Budi mengangguk, mencoba mengumpulkan keberanian. “Ayo, kita periksa lagi pintu-pintu lain di lantai atas. Mungkin ada cara lain.”

Mereka berlari ke arah lorong yang gelap, suara langkah kaki mereka menggema di sepanjang dinding. Andi melihat ke belakang, memastikan sosok itu tidak mengikuti mereka. “Dia pasti masih di sana,” bisiknya, wajahnya pucat. “Kita harus cepat.”

“Ke mana kita pergi?” tanya Mira, suaranya penuh ketakutan. “Aku tidak ingin mati di sini.”

“Ada ruangan lain di ujung lorong!” Rani menunjuk, berusaha memotivasi teman-temannya. “Kita harus coba masuk ke situ.”

Mereka berlari menuju pintu yang terletak di ujung lorong. Rani mendorong pintu itu, dan alangkah terkejutnya ketika pintu itu terbuka dengan mudah. Di dalamnya, mereka menemukan sebuah ruangan yang lebih besar, dilapisi dengan debu dan barang-barang tua.

“Ini seperti ruang penyimpanan,” kata Budi, berkeliling mencari sesuatu yang bisa mereka gunakan. “Mungkin ada sesuatu yang bisa membantu kita.”

Saat mereka menjelajahi ruangan, Andi tiba-tiba berteriak, “Lihat! Ada kapak tua di sini!” Dia mengangkat kapak yang sudah berkarat, senyumnya muncul sejenak. “Mungkin ini bisa jadi senjata!”

“Jangan terlalu percaya diri,” ucap Rani. “Kita harus tetap berhati-hati. Kita tidak tahu seberapa kuat dia.”

Mira merasakan ketegangan dan berkata, “Kita harus mencari jalan keluar. Kita tidak bisa berlama-lama di sini!”

Andi mengangguk, menurunkan kapak dan mengamati ruangan itu. “Coba periksa di sudut-sudut. Mungkin ada jendela atau pintu rahasia.”

Ketika mereka memeriksa, Rani melihat sesuatu berkilau di sudut ruangan. “Ada sesuatu di sana!” Dia berlari mendekat, dan saat menjangkau, dia menemukan sebuah kunci tua. “Mungkin ini bisa membuka pintu keluar.”

Budi dan Mira mendekat, melihat kunci di tangan Rani. “Coba kita lihat pintu yang kita lewati tadi!” saran Budi.

Mereka berlari kembali ke pintu yang mengarah ke lorong gelap. Rani memasukkan kunci ke dalam lubang kunci, namun pintu itu tidak terbuka. “Ayo, buka!” serunya frustasi. “Kenapa tidak bisa?”

“Coba lagi!” Mira menambahkan, merasakan ketegangan kembali memuncak.

Akhirnya, setelah beberapa kali mencoba, pintu itu terbuka. Mereka melangkah keluar, hanya untuk menemukan diri mereka kembali di ruangan sebelumnya. Sosok itu muncul di hadapan mereka, kali ini lebih mendekat, menatap mereka dengan tatapan tajam.

“Bodoh! Kalian pikir bisa pergi begitu saja?” suaranya menggema, membuat dinding bergetar.

“Tidak! Kami tidak akan menyerah!” Rani teriak, berusaha melawan rasa takut. “Kami akan menemukan cara keluar dari sini!”

“Coba lakukan, jika kalian bisa!” sosok itu menjawab, tertawa dengan suara yang menakutkan. “Kalian adalah bagian dari tempat ini sekarang.”

Ketika ketegangan meningkat, Andi berteriak, “Mira, ada jendela di atas! Coba kita panjat ke sana!”

Mira mengangguk, “Baik! Kita harus cepat!”

Budi dan Rani membantu Mira untuk memanjat. “Ayo, kita semua bisa melakukannya!” teriak Budi.

Namun, saat Mira hampir mencapai jendela, sosok itu melompat ke arahnya, mengulurkan tangan yang hitam dan penuh dengan bayangan. “Kau tidak akan pergi kemana-mana!” Dia berusaha menarik Mira kembali.

“Tidak!” teriak Rani, dan dia melompat maju, berusaha menarik Mira kembali. “Budi! Tolong bantu!”

Budi segera membantu Rani, menarik Mira agar menjauh dari jangkauan sosok itu. Dengan kekuatan yang mereka miliki, akhirnya mereka berhasil menarik Mira kembali ke ruangan.

“Dia tidak bisa menyentuh kita jika kita bersatu!” kata Andi, matanya berapi-api. “Kita harus melawan!”

Sosok itu marah, suaranya menggelegar. “Kalian tidak mengerti apa yang kalian hadapi! Tempat ini tidak bisa dijauhi!”

Rani mengingat boneka yang mereka temukan di kotak kayu. “Kita harus menggunakan benda-benda itu! Mungkin mereka memiliki kekuatan!” dia berlari kembali ke ruangan sebelumnya untuk mengambil boneka dan barang lainnya.

“Cepat, Rani!” teriak Budi, menahan sosok itu dengan kapak tua. “Kami tidak bisa bertahan lama!”

Saat Rani kembali dengan boneka itu, dia melihat sosok itu semakin mendekat. “Aku tidak takut padamu!” dia teriak, mengangkat boneka itu ke udara. “Kami tidak akan terjebak di sini!”

Mendengar kata-kata Rani, sosok itu terhenti sejenak, terlihat bingung. “Apa yang kau lakukan?” tanyanya, suaranya bergetar.

“Ini milikmu!” Rani berteriak, melemparkan boneka itu ke arah sosok itu. Boneka itu menghantam tanah, dan seketika, cahaya menyilaukan memancar dari boneka, membuat sosok itu terhuyung mundur.

“Tidak! Tidak!” sosok itu berteriak, tetapi Rani dan teman-temannya memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri. Mereka berlari menuju pintu lain yang mereka temukan sebelumnya, berusaha sekuat tenaga untuk tidak menoleh ke belakang.

“Sini! Kita harus ke sana!” Rani memimpin jalan, sementara Andi dan Budi mengikuti, dengan Mira di belakang.

Pintu lain terbuka ke sebuah ruangan yang lebih kecil, yang dipenuhi dengan barang-barang usang dan kegelapan yang menyelimuti. “Apakah kita aman di sini?” tanya Mira, berusaha menenangkan diri.

“Kita harus menyembunyikan diri untuk sementara,” jawab Andi, matanya mengawasi setiap sudut. “Kita tidak bisa terjebak lagi.”

Namun, saat mereka bersembunyi, suara derap kaki semakin mendekat, dan sosok itu berteriak dari kejauhan, “Kalian tidak bisa bersembunyi selamanya!”

Dengan ketakutan yang meluap, Rani berbisik, “Apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa terus berlari!”

“Harus ada cara untuk mengalahkan dia,” Budi menjawab, berusaha berpikir jernih di tengah ketegangan. “Kita harus menemukan cara untuk menghentikannya.”

“Bagaimana jika kita kembali ke ruangan itu? Mungkin ada petunjuk yang kita lewatkan,” saran Mira, berusaha optimis.

“Kita harus berani,” Rani menambahkan. “Kita harus menghadapi kegelapan ini, tidak ada pilihan lain.”

Keempatnya berpegangan tangan, saling memberi semangat, mereka siap menghadapi sosok misterius yang menghantui rumah tua itu. Mereka berbalik, bersatu kembali menghadapi apa pun yang akan datang, bertekad untuk melawan ketakutan mereka dan menemukan jalan keluar dari kegelapan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bayangan Dibalik Cermin   Terperangkap

    Malam itu, setelah peristiwa di perpustakaan, Andi dan Mira memutuskan untuk kembali ke apartemen Andi. Mereka merasa buku yang baru ditemukan itu mungkin adalah kunci untuk mengakhiri teror yang mereka alami. Namun, atmosfer di apartemen terasa semakin berat, seakan-akan mereka telah membawa sesuatu yang lebih gelap dari sebelumnya. “Andi, kita nggak bisa terus-terusan begini,” ujar Mira dengan suara serak. Ia duduk di sofa dengan tubuh gemetar, matanya terus mengawasi pintu depan. “Aku tahu, Mir. Tapi kita nggak punya pilihan lain. Kalau kita nggak mencari tahu lebih banyak, mereka nggak akan pernah berhenti.” Andi meletakkan buku tua itu di meja, membukanya perlahan-lahan. Buku itu dipenuhi simbol-simbol dan tulisan yang hampir tidak terbaca. Beberapa halaman bahkan terlihat seperti terbakar di tepinya. Mira menatap halaman itu dengan ngeri. “Kamu yakin ini bakal membantu kita? Gimana kalau malah memperburuk keadaan?” Andi menghela napas. “Aku nggak tahu. Tapi aku rasa, s

  • Bayangan Dibalik Cermin   Bayangan

    Setelah satu bulan berlalu sejak peristiwa menyeramkan yang menimpa mereka, Andi dan Mira akhirnya merasa lega. Kehidupan mereka perlahan kembali normal, meskipun bayangan malam itu masih sesekali menghantui pikiran mereka. Buku hitam yang menjadi pusat dari semua masalah itu telah mereka kubur di tempat yang jauh dari pemukiman. Namun, ada rasa khawatir yang tak pernah benar-benar hilang dari hati mereka.Hari ini, adalah hari pertama semester baru di universitas. Andi duduk di kursi kantin kampus, menyesap kopi sambil membaca catatan kuliahnya. Mira duduk di hadapannya, sibuk menulis sesuatu di buku jurnal kecilnya.“Kamu nggak merasa aneh?” tanya Mira tiba-tiba, memutus keheningan di antara mereka. “Aneh gimana?” balas Andi, tanpa mengalihkan pandangannya dari catatan. “Kayak... semuanya terlalu tenang. Setelah apa yang kita alami, aku merasa seharusnya hidup kita nggak akan pernah normal lagi.” Andi mendesah, meletakkan catatannya di meja. “Mungkin ini pertanda baik. Kita berha

  • Bayangan Dibalik Cermin   Akhir dari Kegelapan

    Suara tawa anak kecil yang menggema di sekitar rumah kayu tua itu membuat bulu kuduk Andi dan Mira berdiri. Udara di dalam ruangan tiba-tiba terasa lebih dingin, membuat napas mereka mengembun. Andi mencoba berpikir jernih, tetapi pikirannya terus-menerus terpecah oleh suara-suara aneh yang datang dari dinding dan lantai. “Dia masih di sini, Andi,” bisik Mira sambil bergetar, matanya terus memandang ke arah jendela. “Apa pun itu, dia nggak akan biarin kita pergi.”Andi menatap simbol-simbol bercahaya di dinding yang perlahan mulai redup. "Mungkin ada sesuatu yang kita lewatkan. Buku ini..." Ia membuka kembali buku hitam itu dan membalik halamannya dengan cepat, berharap menemukan jawaban.Mira menggenggam lengan Andi, suaranya penuh kepanikan. “Andi, kita nggak punya waktu! Lihat itu!” Dari luar jendela, sosok anak kecil itu berubah. Tubuhnya mulai memanjang, kulitnya merekah, memperlihatkan jaringan berdarah di bawahnya. Matanya menyala putih, sementara giginya yang tajam semakin

  • Bayangan Dibalik Cermin   Kebenaran

    Andi dan Mira berjalan dengan langkah berat, menggenggam satu sama lain seolah-olah itu adalah satu-satunya hal yang bisa membuat mereka tetap hidup. Hutan di sekitar mereka berubah semakin aneh—pohon-pohon seakan bergerak, bayangan gelap melintas di sudut mata mereka, dan suara langkah-langkah berat terdengar mengikuti mereka dari kejauhan.“Andi, apa ini akan pernah berakhir?” suara Mira bergetar. “Aku nggak yakin kita bisa keluar dari sini hidup-hidup.”Andi menelan ludah, mencoba mengusir rasa takut yang mulai menguasainya. “Kita harus bisa, Mira. Aku nggak akan biarin sesuatu menyakitimu. Kita sudah sejauh ini, dan kita nggak boleh berhenti.”Namun, langkah mereka terhenti tiba-tiba saat sebuah suara mendesing keras memenuhi udara. Suara itu menyerupai jeritan manusia, tetapi terlalu melengking untuk dianggap normal. Dari balik kabut, sesosok makhluk tinggi dengan tubuh kurus dan wajah memanjang muncul perlahan. Matanya menyala merah, dan tubuhnya bergerak dengan cara yang tidak

  • Bayangan Dibalik Cermin   Dia datang!

    Andi dan Mira mengikuti wanita tua itu tanpa banyak bertanya, meskipun hati mereka penuh kebingungan dan ketakutan. Suara langkah kaki mereka menggema di antara keheningan hutan, dan hanya sesekali terdengar suara lonceng kecil yang menggantung di tongkat wanita tersebut.“Andi,” bisik Mira, menatap punggung wanita tua di depan mereka. “Kita yakin mau ikut dia? Gimana kalau dia juga bagian dari semua ini?”Andi menoleh, berbisik pelan. “Kita nggak punya pilihan, Mira. Kalau kita tetap di sini tanpa petunjuk, kita pasti mati.”Mira tidak menjawab, hanya menggenggam lengan Andi lebih erat. Langkah mereka terus maju, melewati akar-akar pohon yang melilit seperti tangan yang ingin menjangkau mereka. Kabut di sekitar mulai menipis, tetapi itu justru membuat suasana semakin mencekam. Pohon-pohon besar dengan cabang-cabang menyerupai tangan mencakar langit berdiri angkuh di sekitar mereka.Wanita tua itu tiba-tiba berhenti. Ia mengangkat tongkatnya dan menancapkannya ke tanah. “Kita berhenti

  • Bayangan Dibalik Cermin   Persekutuan Gelap

    Andi dan Mira berjalan perlahan di tengah kabut yang semakin pekat. Hawa dingin menyelimut, dan suara-suara aneh terus terdengar di sekitar mereka. Langkah kaki mereka terasa berat, seolah tanah tempat mereka berpijak menyedot energi mereka. Suara geraman halus mulai terdengar dari kejauhan, membuat mereka berdua saling pandang dengan ketakutan.“Andi... aku nggak bisa. Rasanya... rasanya kakiku berat banget,” ujar Mira, tubuhnya gemetar hebat.Andi berhenti dan menoleh ke Mira. “Aku tahu ini sulit, tapi kita harus terus bergerak. Kalau kita berhenti, mereka akan menemukan kita.”Tiba-tiba terdengar suara tawa pelan, seperti suara anak kecil yang sedang bermain. Suara itu bergema, datang dari berbagai arah. Mira langsung mencengkeram lengan Andi dengan kuat.“Andi... itu suara apa?” bisiknya, suaranya hampir tak terdengar.Andi memandangi sekeliling, berusaha mencari asal suara. Namun, kabut terlalu tebal. “Aku nggak tahu, tapi kita nggak boleh berhenti. Ayo, Mira. Berdiri. Kita harus

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status