Home / Horor / Bayangan Dibalik Cermin / Terperangkap dalam Dunia Lain

Share

Terperangkap dalam Dunia Lain

Author: Maybe Not
last update Last Updated: 2024-11-06 23:15:15

Saat sosok perempuan itu berbalik dan tersenyum, suasana yang tadinya penuh ketegangan seakan berubah menjadi lebih aneh dan misterius. Senyuman itu bukan senyuman biasa. Itu adalah senyuman penuh penderitaan, senyuman yang seolah berasal dari dunia lain. Mata sosok itu kosong, seperti melihat ke dalam jiwa mereka, dan tubuhnya bergerak dengan cara yang tidak manusiawi.

Rani merasa ada yang salah, tetapi dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk terus mengikuti sosok itu. Langkah mereka semakin lambat, tetapi tetap memaksa mereka bergerak maju, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menarik mereka.

Andi berbisik pelan, matanya tidak pernah lepas dari sosok itu. “Kita harus berhenti. Ada sesuatu yang tidak beres dengan dia.”

Mira menggenggam tangan Rani, mencoba mencari kenyamanan di tengah ketegangan yang mencekam. “Apa yang sebenarnya kita cari di sini? Apa yang kita harapkan dengan mengikuti sosok ini?”

“Entahlah,” jawab Rani dengan suara serak. “Tapi kita tidak punya pilihan lain.”

Namun, tiba-tiba sosok itu berhenti di depan sebuah pintu besar yang terbuat dari kayu hitam, dihiasi ukiran-ukiran aneh yang tampaknya hidup dan bergerak mengikuti gerakan mereka. Dinding di sekitar pintu tampak mengeluarkan uap dingin yang mengambang di udara, membuat nafas mereka membeku.

“Ini… pintu kemana?” tanya Mira dengan suara bergetar.

Sosok perempuan itu tidak menjawab. Dia hanya mengarahkan jarinya ke pintu besar itu, matanya yang kosong menatap mereka dengan tatapan penuh arti.

Rani merasa ada sesuatu yang menggelitik di dalam dadanya. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. “Aku rasa… kita harus masuk ke dalam.”

Mereka semua saling berpandangan, namun tidak ada satu pun yang merasa yakin. Namun, entah mengapa, kaki mereka bergerak dengan sendirinya menuju pintu itu. Begitu mereka menyentuh gagang pintu, mereka merasakan hawa dingin yang membekukan tangan mereka. Rasanya seperti seluruh tubuh mereka akan terperangkap dalam es yang membeku.

Dengan ragu, Rani menarik pintu itu. Begitu terbuka, mereka disambut oleh sebuah ruangan besar yang gelap gulita, namun dindingnya dipenuhi dengan gambar-gambar yang bergerak. Gambar-gambar itu bukanlah lukisan biasa, melainkan gambar-gambar yang tampak hidup, mengisahkan kejadian-kejadian menyeramkan yang tampaknya terjadi berulang kali di tempat ini.

Tiba-tiba, suara desisan muncul dari balik dinding, diikuti oleh suara berderak keras, seolah-olah ada sesuatu yang besar dan berat bergerak di baliknya.

“Kita tidak boleh masuk,” Andi berteriak, mundur perlahan. “Ada sesuatu yang tidak beres di sini.”

Namun, saat dia mencoba menarik Mira dan Rani untuk keluar, pintu itu tiba-tiba tertutup dengan keras, membuat mereka terperangkap di dalam ruangan itu. Ruangan itu menjadi semakin gelap, dan udara di dalamnya semakin berat, seolah-olah mereka terjebak dalam dunia yang bukan milik mereka.

Di tengah kegelapan, mereka mendengar suara berbisik lagi. Suara itu datang dari semua arah, berputar-putar di sekitar mereka.

“Siapa… siapa yang membawa mereka ke sini?” suara itu berbisik. “Kenapa kalian datang ke tempat ini?”

Rani mencoba untuk melihat lebih jelas, namun yang terlihat hanyalah bayangan-bayangan yang bergerak cepat, membentuk sosok-sosok yang tak terlihat, berputar di sekitar mereka. Sesuatu mulai terasa menekan dada mereka, seolah mereka tidak bisa bernapas dengan bebas.

Mira menangis perlahan. “Apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi di sini?”

Andi menggenggam tangan mereka dengan erat, mencoba memberikan rasa aman di tengah ketakutan yang semakin mendalam. “Kita harus menemukan cara untuk keluar dari sini.”

Namun, saat mereka berusaha mencari jalan keluar, suara berbisik itu semakin keras, semakin mendalam. “Kalian sudah terlambat… tidak ada yang bisa keluar dari sini.”

Mira menjerit ketika sebuah tangan hitam muncul dari dinding, menyentuh bahunya dengan cengkraman yang sangat kuat, menariknya ke dalam kegelapan.

“Tidak!” Rani berteriak, mencoba menarik Mira kembali, tapi tangan itu semakin kuat. Dalam sekejap, sosok-sosok bayangan itu muncul, tubuh mereka mulai terbentuk, menyerupai makhluk dengan wajah yang mengerikan—wajah yang penuh dengan luka dan darah, mata yang terbuka lebar, tanpa cahaya.

Mereka semua panik, namun terperangkap dalam gerakan yang tak bisa mereka kendalikan. Mata mereka mulai berputar, dan tubuh mereka terasa sangat lemah, seolah-olah ada kekuatan yang menguras energi mereka.

“Tolong, kita harus keluar!” teriak Andi, hampir putus asa.

Namun, saat itu juga, dari balik dinding, sebuah makhluk besar muncul. Makhluk itu tampak seperti raksasa dengan kulit hitam berbatu, wajahnya sangat besar dengan mulut yang penuh dengan gigi tajam. Di belakangnya, ada bayangan lainnya, lebih banyak makhluk yang menyerupai hantu-hantu gelap yang menyeringai dengan penuh kebencian.

Andi berlari ke arah dinding yang sepertinya menjadi satu-satunya jalan keluar, namun begitu dia menyentuh dinding itu, tiba-tiba dinding tersebut berubah menjadi cairan hitam pekat, melahap tubuhnya.

“Mira!” Rani berteriak, menarik sahabatnya ke arah pintu lain yang muncul tiba-tiba di seberang ruangan. Namun, pintu itu juga mulai mencair dan berubah menjadi sosok yang gelap dan mengerikan, seolah ingin menelan mereka hidup-hidup.

Ketakutan menguasai mereka. Mereka berlari, berputar-putar mencari jalan keluar, namun semakin mereka berlari, semakin mereka terjebak di dalam lingkaran yang sama.

“Tidak ada jalan keluar…” suara dari sosok makhluk besar itu terdengar jelas di telinga mereka, menambah ketakutan yang mencekam.

Saat itulah, mereka menyadari satu hal yang sangat menakutkan: mereka tidak hanya terperangkap di dalam rumah ini, tetapi mereka telah terperangkap dalam dimensi yang tak terlihat, dunia yang tak berujung, tempat yang tidak akan membiarkan mereka pergi.

Dan yang lebih mengerikan lagi… dunia ini berusaha menelan mereka satu per satu.

Dalam kegelapan yang semakin pekat, Rani hanya bisa mendengar suara teriakan mereka, suara bisikan dari makhluk yang tak kasat mata, dan suara langkah berat yang semakin mendekat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bayangan Dibalik Cermin   Terperangkap

    Malam itu, setelah peristiwa di perpustakaan, Andi dan Mira memutuskan untuk kembali ke apartemen Andi. Mereka merasa buku yang baru ditemukan itu mungkin adalah kunci untuk mengakhiri teror yang mereka alami. Namun, atmosfer di apartemen terasa semakin berat, seakan-akan mereka telah membawa sesuatu yang lebih gelap dari sebelumnya. “Andi, kita nggak bisa terus-terusan begini,” ujar Mira dengan suara serak. Ia duduk di sofa dengan tubuh gemetar, matanya terus mengawasi pintu depan. “Aku tahu, Mir. Tapi kita nggak punya pilihan lain. Kalau kita nggak mencari tahu lebih banyak, mereka nggak akan pernah berhenti.” Andi meletakkan buku tua itu di meja, membukanya perlahan-lahan. Buku itu dipenuhi simbol-simbol dan tulisan yang hampir tidak terbaca. Beberapa halaman bahkan terlihat seperti terbakar di tepinya. Mira menatap halaman itu dengan ngeri. “Kamu yakin ini bakal membantu kita? Gimana kalau malah memperburuk keadaan?” Andi menghela napas. “Aku nggak tahu. Tapi aku rasa, s

  • Bayangan Dibalik Cermin   Bayangan

    Setelah satu bulan berlalu sejak peristiwa menyeramkan yang menimpa mereka, Andi dan Mira akhirnya merasa lega. Kehidupan mereka perlahan kembali normal, meskipun bayangan malam itu masih sesekali menghantui pikiran mereka. Buku hitam yang menjadi pusat dari semua masalah itu telah mereka kubur di tempat yang jauh dari pemukiman. Namun, ada rasa khawatir yang tak pernah benar-benar hilang dari hati mereka.Hari ini, adalah hari pertama semester baru di universitas. Andi duduk di kursi kantin kampus, menyesap kopi sambil membaca catatan kuliahnya. Mira duduk di hadapannya, sibuk menulis sesuatu di buku jurnal kecilnya.“Kamu nggak merasa aneh?” tanya Mira tiba-tiba, memutus keheningan di antara mereka. “Aneh gimana?” balas Andi, tanpa mengalihkan pandangannya dari catatan. “Kayak... semuanya terlalu tenang. Setelah apa yang kita alami, aku merasa seharusnya hidup kita nggak akan pernah normal lagi.” Andi mendesah, meletakkan catatannya di meja. “Mungkin ini pertanda baik. Kita berha

  • Bayangan Dibalik Cermin   Akhir dari Kegelapan

    Suara tawa anak kecil yang menggema di sekitar rumah kayu tua itu membuat bulu kuduk Andi dan Mira berdiri. Udara di dalam ruangan tiba-tiba terasa lebih dingin, membuat napas mereka mengembun. Andi mencoba berpikir jernih, tetapi pikirannya terus-menerus terpecah oleh suara-suara aneh yang datang dari dinding dan lantai. “Dia masih di sini, Andi,” bisik Mira sambil bergetar, matanya terus memandang ke arah jendela. “Apa pun itu, dia nggak akan biarin kita pergi.”Andi menatap simbol-simbol bercahaya di dinding yang perlahan mulai redup. "Mungkin ada sesuatu yang kita lewatkan. Buku ini..." Ia membuka kembali buku hitam itu dan membalik halamannya dengan cepat, berharap menemukan jawaban.Mira menggenggam lengan Andi, suaranya penuh kepanikan. “Andi, kita nggak punya waktu! Lihat itu!” Dari luar jendela, sosok anak kecil itu berubah. Tubuhnya mulai memanjang, kulitnya merekah, memperlihatkan jaringan berdarah di bawahnya. Matanya menyala putih, sementara giginya yang tajam semakin

  • Bayangan Dibalik Cermin   Kebenaran

    Andi dan Mira berjalan dengan langkah berat, menggenggam satu sama lain seolah-olah itu adalah satu-satunya hal yang bisa membuat mereka tetap hidup. Hutan di sekitar mereka berubah semakin aneh—pohon-pohon seakan bergerak, bayangan gelap melintas di sudut mata mereka, dan suara langkah-langkah berat terdengar mengikuti mereka dari kejauhan.“Andi, apa ini akan pernah berakhir?” suara Mira bergetar. “Aku nggak yakin kita bisa keluar dari sini hidup-hidup.”Andi menelan ludah, mencoba mengusir rasa takut yang mulai menguasainya. “Kita harus bisa, Mira. Aku nggak akan biarin sesuatu menyakitimu. Kita sudah sejauh ini, dan kita nggak boleh berhenti.”Namun, langkah mereka terhenti tiba-tiba saat sebuah suara mendesing keras memenuhi udara. Suara itu menyerupai jeritan manusia, tetapi terlalu melengking untuk dianggap normal. Dari balik kabut, sesosok makhluk tinggi dengan tubuh kurus dan wajah memanjang muncul perlahan. Matanya menyala merah, dan tubuhnya bergerak dengan cara yang tidak

  • Bayangan Dibalik Cermin   Dia datang!

    Andi dan Mira mengikuti wanita tua itu tanpa banyak bertanya, meskipun hati mereka penuh kebingungan dan ketakutan. Suara langkah kaki mereka menggema di antara keheningan hutan, dan hanya sesekali terdengar suara lonceng kecil yang menggantung di tongkat wanita tersebut.“Andi,” bisik Mira, menatap punggung wanita tua di depan mereka. “Kita yakin mau ikut dia? Gimana kalau dia juga bagian dari semua ini?”Andi menoleh, berbisik pelan. “Kita nggak punya pilihan, Mira. Kalau kita tetap di sini tanpa petunjuk, kita pasti mati.”Mira tidak menjawab, hanya menggenggam lengan Andi lebih erat. Langkah mereka terus maju, melewati akar-akar pohon yang melilit seperti tangan yang ingin menjangkau mereka. Kabut di sekitar mulai menipis, tetapi itu justru membuat suasana semakin mencekam. Pohon-pohon besar dengan cabang-cabang menyerupai tangan mencakar langit berdiri angkuh di sekitar mereka.Wanita tua itu tiba-tiba berhenti. Ia mengangkat tongkatnya dan menancapkannya ke tanah. “Kita berhenti

  • Bayangan Dibalik Cermin   Persekutuan Gelap

    Andi dan Mira berjalan perlahan di tengah kabut yang semakin pekat. Hawa dingin menyelimut, dan suara-suara aneh terus terdengar di sekitar mereka. Langkah kaki mereka terasa berat, seolah tanah tempat mereka berpijak menyedot energi mereka. Suara geraman halus mulai terdengar dari kejauhan, membuat mereka berdua saling pandang dengan ketakutan.“Andi... aku nggak bisa. Rasanya... rasanya kakiku berat banget,” ujar Mira, tubuhnya gemetar hebat.Andi berhenti dan menoleh ke Mira. “Aku tahu ini sulit, tapi kita harus terus bergerak. Kalau kita berhenti, mereka akan menemukan kita.”Tiba-tiba terdengar suara tawa pelan, seperti suara anak kecil yang sedang bermain. Suara itu bergema, datang dari berbagai arah. Mira langsung mencengkeram lengan Andi dengan kuat.“Andi... itu suara apa?” bisiknya, suaranya hampir tak terdengar.Andi memandangi sekeliling, berusaha mencari asal suara. Namun, kabut terlalu tebal. “Aku nggak tahu, tapi kita nggak boleh berhenti. Ayo, Mira. Berdiri. Kita harus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status