Beranda / Romansa / Bayangan Kelam / Sebuah Ungkapan

Share

Sebuah Ungkapan

Penulis: Cancer Girl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-23 21:12:07

Anisa berdiri diam di depan pintu bangunan tua itu. Jantungnya berdebar kencang, dan kakinya terasa berat, seolah enggan melangkah lebih jauh. Tapi sesuatu di dalam dirinya memaksa untuk terus maju. Arya sudah menunggunya di dalam. Pikirannya berputar-putar antara ketakutan dan rasa ingin tahu yang membara, memunculkan kembali peringatan pria tua di perpustakaan dan Adrian yang terus-menerus memperingatkannya.

“Sudahlah, tidak ada jalan kembali,” bisik Anisa pada dirinya sendiri sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka pintu itu. Dengan gemuruh keras, pintu tua itu berderit, mengeluarkan suara yang seakan membawa Anisa lebih dalam ke dunia yang belum pernah ia kenal sebelumnya.

Di dalam, ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh sedikit cahaya yang masuk dari celah-celah di dinding yang sudah rapuh. Arya berdiri di sudut, mengenakan pakaian serba hitam yang tampak menyatu dengan bayang-bayang di sekitarnya. Tatapan matanya yang tajam langsung mengunci Anisa, membuatnya merasakan hawa dingin yang menyusup ke tulang.

“Aku senang kau datang,” suara Arya terdengar tenang, tapi ada sesuatu yang lain dalam nada bicaranya kali ini sebuah ketegangan yang belum pernah Anisa rasakan sebelumnya.

Anisa menelan ludah, mencoba menenangkan jantungnya yang berdetak cepat. “Apa yang ingin kau ceritakan padaku, Arya?” tanyanya dengan suara yang hampir bergetar.

Arya berjalan mendekat, langkahnya begitu ringan dan tidak terdengar, seolah-olah ia melayang di atas lantai yang berdebu. “Aku tahu kau punya banyak pertanyaan, Anisa. Tentang siapa aku, tentang masa laluku. Dan malam ini, aku akan memberitahumu semuanya,” katanya, suaranya berubah menjadi bisikan misterius.

Anisa tidak bisa menahan rasa takut yang mulai menguasainya, tapi ia juga tahu bahwa inilah satu-satunya cara untuk menemukan kebenaran. Ia mengangguk perlahan, menunggu Arya melanjutkan.

Arya mengambil nafas dalam-dalam sebelum berbicara. “Aku tidak selalu seperti ini, Anisa. Dulu, aku adalah seseorang yang normal, seperti orang lain. Tapi semua berubah ketika aku menemukan sesuatu yang seharusnya tidak pernah kulihat,” katanya dengan nada yang lebih dalam.

Anisa mengerutkan kening. “Apa yang kau temukan?” tanyanya, suaranya penuh dengan rasa penasaran dan ketakutan yang bercampur.

“Aku menemukan sebuah kekuatan, sebuah kekuatan yang begitu besar dan kuat, namun sangat berbahaya,” jawab Arya dengan nada penuh rahasia. “Kekuatan itu memberikan aku kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, mengendalikan mereka dengan cara yang tidak pernah bisa dibayangkan oleh manusia biasa. Aku bisa membuat mereka melakukan apa saja yang kuinginkan, tanpa mereka sadari. Tapi kekuatan itu juga membawa kutukan.”

Anisa menahan nafasnya, merasa bahwa setiap kata yang keluar dari mulut Arya semakin mendekatkan dirinya ke sesuatu yang mengerikan. “Kutukan? Apa yang kau maksud?” tanya Anisa, suaranya hampir tidak terdengar.

Arya menatap Anisa dengan mata yang penuh dengan bayangan masa lalu. “Kekuatan itu membawaku ke dalam kegelapan, Anisa. Setiap kali aku menggunakannya, aku kehilangan sedikit dari diriku sendiri. Aku menjadi seseorang yang tidak lagi mengenal siapa aku sebenarnya. Aku berubah menjadi Bayang Kegelapan, sosok yang hanya ada untuk menghancurkan hidup orang lain demi kepuasan yang tidak pernah bisa terpuaskan,” katanya dengan nada yang getir.

Anisa merasa tubuhnya gemetar. Peringatan dari Adrian dan pria tua di perpustakaan bergema di benaknya. Kini, semuanya mulai masuk akal, kenapa ia selalu merasa ada yang salah setiap kali berada di dekat Arya. Kenapa Adrian begitu bersikeras agar Anisa menjauh. “Lalu, kenapa kau mendekatiku, Arya? Apa yang kau inginkan dariku?” tanyanya dengan suara yang penuh kecemasan.

Arya menundukkan kepalanya sejenak, seolah-olah sedang berjuang melawan perasaan yang berkecamuk dalam dirinya. “Aku tidak tahu, Anisa. Mungkin aku mencari seseorang yang bisa mengerti siapa aku sebenarnya, atau mungkin aku hanya ingin merasakan kehidupan yang nyata lagi, walaupun itu hanya sebentar. Tapi aku tahu, setiap kali aku mendekat, aku membawa kegelapan bersamaku. Dan aku takut, aku akan menghancurkanmu seperti yang telah kulakukan pada orang lain,” jawabnya dengan suara yang lemah.

Anisa merasakan air mata mulai menggenang di matanya. Ada sesuatu dalam cara Arya berbicara yang membuatnya merasa iba, tapi juga membuatnya sadar bahwa ia sedang berada dalam bahaya yang lebih besar dari yang ia duga. “Kau tahu bahwa aku harus menjauh darimu, Arya. Tapi kenapa aku tidak bisa melakukannya? Kenapa aku tetap merasa terikat padamu?” tanya Anisa, berusaha mencari jawaban.

Arya mendekati Anisa dan meraih tangannya. Sentuhannya dingin, tapi ada kehangatan yang samar, seolah-olah bagian kecil dari dirinya yang masih manusia mencoba untuk berhubungan dengan Anisa. “Karena itulah kutukan dari kekuatan ini, Anisa. Sekali kau terjerat, sulit untuk melepaskan diri. Tapi aku tidak ingin kau bernasib sama sepertiku. Aku tidak ingin kau menjadi bagian dari kegelapan ini,” katanya dengan tulus.

Anisa menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengambil keputusan. Ia tahu bahwa meskipun ada bagian dari dirinya yang ingin tetap bersama Arya, ia harus berpikir rasional. “Apa yang harus kulakukan, Arya? Bagaimana aku bisa lepas dari ini?” tanyanya dengan suara yang hampir putus asa.

Arya menatap Anisa dengan intensitas yang menakutkan, seolah-olah ini adalah perpisahan yang tak terhindarkan. “Kau harus pergi, Anisa. Pergi sejauh mungkin dariku. Jangan pernah melihat kembali. Lupakan aku dan semua yang terjadi di antara kita. Itu satu-satunya cara kau bisa selamat,” jawabnya dengan nada penuh kesedihan.

Anisa tahu bahwa ini adalah momen yang menentukan. Ia bisa merasakan betapa sulitnya bagi Arya untuk mengucapkan kata-kata itu, betapa ia sedang berjuang melawan kegelapan di dalam dirinya untuk membiarkan Anisa pergi. Namun, ia juga tahu bahwa ia harus melakukannya. Jika ia tetap di sini, ia akan kehilangan dirinya sendiri, seperti yang telah terjadi pada banyak orang lain sebelum dirinya.

Dengan air mata yang mengalir di pipinya, Anisa melepaskan tangan Arya dan mundur perlahan. “Aku akan pergi, Arya. Tapi aku tidak akan pernah melupakanmu,” katanya dengan suara yang bergetar.

Arya hanya mengangguk, wajahnya dipenuhi dengan rasa sakit yang mendalam. “Dan aku tidak akan pernah melupakanmu, Anisa. Kau adalah satu-satunya yang bisa membuatku merasakan sedikit cahaya di tengah kegelapan ini,” katanya dengan suara yang hampir tak terdengar.

Dengan langkah berat, Anisa berbalik dan meninggalkan bangunan tua itu. Setiap langkah terasa seperti mengoyak hatinya, tapi ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk bertahan. Ketika ia keluar dari pintu, malam yang dingin menyambutnya, dan Anisa merasa seolah-olah beban yang sangat berat telah terangkat dari pundaknya.

Namun, ketika ia berjalan menjauh, bayangan Arya terus menghantui pikirannya. Ia tahu bahwa meskipun ia telah memutuskan untuk pergi, bagian dari dirinya akan selalu terikat dengan sosok misterius itu. Dan meskipun ia mungkin tidak akan pernah bertemu Arya lagi, Anisa merasa bahwa pertemuan mereka telah mengubah hidupnya.

"Apakah aku tidak akan lagi menemui Arya?" lirihnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bayangan Kelam   Bab 116 (tamat)

    Hari yang dinanti-nantikan akhirnya tiba. Anisa berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih yang indah. Semua perhiasan yang dipilihnya dengan hati-hati kini menghiasi tubuhnya, memantulkan cahaya dari lampu yang menyinari ruang rias. Meskipun begitu, perasaan Anisa campur aduk. Ada kegembiraan, ada rasa takut, namun yang paling terasa adalah kekosongan yang mendalam. Rasanya, semuanya seperti sebuah mimpi, dan Anisa tidak tahu apakah dia siap atau tidak untuk melangkah lebih jauh dalam hidupnya.Di luar, para tamu undangan sudah mulai berdatangan, menyapa satu sama lain dengan tawa dan senyum. Suasana di gedung itu penuh dengan kegembiraan. Tidak hanya keluarga dan teman-teman Anisa yang hadir, tetapi juga sejumlah rekan kerja Adrian, termasuk Malik yang telah lama menjadi sahabat Adrian, serta Roy, yang meskipun menjadi bagian dari masa lalu Anisa, masih datang untuk memberi selamat.Namun meskipun semua tamu sudah hadir dan gedung sudah penuh dengan orang-orang,

  • Bayangan Kelam   Bab 115

    Hari-hari berlalu setelah lamaran Adrian yang penuh harapan. Anisa mencoba untuk menyibukkan dirinya, berusaha menenangkan pikirannya yang terus dipenuhi oleh perasaan bingung. Namun meskipun dia berusaha mengalihkan perhatian, bayangan Adrian tak bisa hilang begitu saja. Keberadaan pria itu yang tulus, yang tanpa henti berusaha mendekatkan diri, seolah menjadi cahaya yang sulit ia hindari.Anisa menundukkan kepalanya saat bekerja di restoran. Pelanggan datang dan pergi, namun hatinya masih terjebak pada satu hal. Adrian. Meski sudah berulang kali berkata pada dirinya sendiri bahwa ia butuh waktu, ia tahu bahwa perasaannya kepada Adrian tidak semudah itu dilupakan. Perasaan hangat yang diberikan Adrian saat bersama, ketulusan yang ada di mata pria itu, semuanya terasa begitu nyata.Setiap kali Adrian datang menemuinya di restoran, ia tidak bisa menahan senyumnya. Meskipun hanya sesederhana menyapa atau mengobrol ringan di sela-sela kesibukannya, itu cukup membuat hatinya merasa lebih

  • Bayangan Kelam   Bab 114

    Malam itu, udara terasa lebih hangat dari biasanya. Anisa baru saja selesai bekerja dan sedang merapikan meja ketika seorang pelayan mendekatinya dengan wajah ceria.“Anisa, kau dipanggil ke halaman belakang restoran,” kata pelayan itu sambil tersenyum penuh arti.Anisa mengerutkan kening. “Siapa yang memanggilku?”Pelayan itu hanya tersenyum misterius sebelum berlalu.Dengan rasa penasaran, Anisa melepas celemeknya dan berjalan menuju halaman belakang restoran. Begitu ia membuka pintu, matanya langsung membelalak.Lampu-lampu kecil tergantung di antara pepohonan, menciptakan suasana hangat dan romantis. Di tengah halaman, sebuah meja kecil dengan dua kursi sudah tertata rapi, lengkap dengan lilin yang menyala lembut.Dan di sana, berdiri seseorang yang sangat dikenalnya.Adrian.Pria itu mengenakan kemeja putih dengan lengan yang tergulung hingga siku. Wajahnya tampak sedikit tegang, tetapi matanya tetap memancarkan ketulusan yang selalu membuat Anisa merasa nyaman.“Adrian, apa ini?

  • Bayangan Kelam   Bab 113

    Setelah semua luka yang Anisa alami, ia akhirnya mulai menemukan sedikit ketenangan dalam hidupnya. Pekerjaannya di restoran asing membuatnya sibuk, dan ia menikmati rutinitas baru tanpa harus memikirkan masa lalunya yang kelam.Di tempat kerja, ia bertemu dengan Adrian, seorang kepala koki yang memiliki kepribadian hangat dan perhatian. Awalnya, Anisa tidak terlalu memedulikan kehadiran pria itu. Namun, seiring berjalannya waktu, perhatian kecil yang diberikan Adrian membuat Anisa perlahan membuka hatinya.Adrian selalu memastikan bahwa Anisa tidak bekerja terlalu keras. Ia sering meninggalkan secangkir teh hangat di meja Anisa ketika gadis itu terlihat kelelahan. Kadang-kadang, ia juga menyelipkan cokelat di loker Anisa dengan catatan kecil bertuliskan:“Jangan terlalu serius bekerja. Hidup juga butuh sedikit manis-manis.”Anisa tidak bisa memungkiri bahwa sikap Adrian membuatnya merasa nyaman. Tidak ada paksaan, tidak ada kebohongan, hanya ketulusan.Suatu malam, setelah restoran t

  • Bayangan Kelam   Bab 112

    Anisa menghela napas panjang saat melihat pantulan dirinya di cermin apartemen kecilnya. Sudah beberapa minggu sejak ia mulai mengenal Adrian, dan harus diakui, pria itu membawa warna baru dalam hidupnya. Tidak ada kesan terburu-buru atau tekanan dalam hubungan mereka. Adrian tidak pernah memaksanya untuk bercerita tentang masa lalunya, dan itu membuat Anisa merasa nyaman.Ia merapikan rambutnya lalu mengambil tas kecil sebelum keluar dari apartemen. Hari ini adalah hari liburnya, dan ia memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman kota. Tidak ada tujuan khusus, hanya ingin menikmati udara segar dan menenangkan pikirannya.Saat sampai di taman, ia memilih duduk di bangku dekat air mancur. Beberapa anak kecil berlarian, bermain bola, sementara pasangan muda duduk berdua di bawah pohon rindang. Anisa mengamati mereka dengan tatapan kosong, bertanya-tanya apakah ia masih bisa merasakan kebahagiaan seperti itu.“Sendirian lagi?”Suara itu membuatnya tersentak. Ia menoleh dan melihat Adrian be

  • Bayangan Kelam   Bab 111

    Anisa duduk di tepi tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar apartemennya yang sederhana. Setelah pertemuan dengan Roy tadi malam, ia merasa lega, tetapi juga ada sedikit perasaan hampa yang sulit ia jelaskan. Mungkin karena ini pertama kalinya ia benar-benar menutup pintu bagi seseorang yang pernah mengisi hatinya, meskipun kenyataannya pahit.Hari ini, Anisa berencana untuk menghabiskan waktu sendiri. Ia ingin pergi ke tepi pantai yang tidak terlalu jauh dari kota, hanya sekitar satu jam perjalanan dengan bus. Ia butuh udara segar, butuh ketenangan yang hanya bisa ia temukan saat mendengar suara ombak dan angin laut.Setelah bersiap-siap, ia mengenakan dress berwarna krem dan membawa tas kecil berisi buku dan air minum. Anisa selalu merasa nyaman dengan membaca, seolah-olah dunia dalam buku bisa membantunya melupakan kenyataan yang kadang terlalu menyakitkan.Saat tiba di halte bus, ia duduk sambil menunggu kendaraan yang akan membawanya ke pantai. Cuaca hari ini cukup cerah, de

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status