LOGIN“Kenapa ini? Kenapa rasanya tidak nyaman begini?” gumam Bea dengan suara semakin serak dan lemah. Nigel berjongkok tepat di depan Bea yang bergerak tak tenang. Sebelah alis Nigel terangkat, ia memperhatikan wajah Bea yang semakin memerah. Melihat gelagat tak normal dari tubuh Bea, Nigel pun langsung paham apa yang terjadi kepada wanita cantik itu. “Ternyata kau pun menggunakan cara murahan ini untuk memikat saya,” decih Nigel sinis, “jika bukan untuk membuat wanita parasit itu marah dan kesal, kau tidak akan memiliki kesempatan masuk ke kamar ini. Jadi tidak usah bermain trik murahan ini dengan saya, atau saya lempar kau ke kandang singa saat ini juga. Berdiri dan jangan bertingkah!” desis Nigel memperingati Bea. “Aah!” Nigel terkejut ketika Bea tiba-tiba menarik dasinya. Pria itu sempat terhuyung, sehingga harus menopang tubuhnya dengan tangan di lantai. Dengan posisi itu mata coklat muda milik Nigel beradu tatap begitu dekat dengan sepasang mata hijau Bea. Beberapa detik Nigel diam, seakan terhanyut oleh sinar mata hijau bak danau milik model cantik itu. “T-tolong saya, Tuan. Jangan sakiti saya, tolong antarkan saya pulang. D-dia, pria itu brengsek.” Bea berceloteh tak jelas dengan suara parau menahan lenguhan. Tubuhnya semakin tidak nyaman, bahkan ia terus menarik-narik tali gaun seksinya. “Aah, saya tidak nyaman. Ini panas sekali, tidak nyaman.” Nigel menggeram. Ia mencengkram pipi Bea dengan tangannya. “Saya sudah peringatkan, jangan bermain trik dengan saya. Kau sangat berani sekali. Orang yang lancang sepertimu ini kemarin berakhir tanpa kepala, apa kau juga ingin menyusul?” desis Nigel.
View More“Baiklah, ini dia primadona utama kita malam ini!”
Bisik-bisik penuh antusias menyambut ucapan pria yang tengah berdiri di panggung. Saat lampu dinyalakan, tampak seorang wanita yang sedang tidak sadarkan diri di dalam sebuah sangkar emas.
“Seorang model cantik! Belum pernah disentuh oleh pria manapun, dijamin masih disegel. Mungkin ada yang sudah mengenalnya, karena penggemarnya cukup banyak. Kita mulai dengan harga 1 miliar!”
“1,5 miliar!”
“2 miliar!”
“7 miliar!”
Sementara itu, Bea mulai mengumpulkan kesadaran saat suara berisik itu masuk ke telinganya.Tubuh lemahnya terkulai dengan posisi berdiri paksa, kedua tangannya diikat ke atas sangkar, pakaiannya terbilang begitu seksi memperlihatkan lekuk tubuh indahnya.
“A-ah… kepalaku sakit…,” gumam Bea lirih. Kepalanya berdenyut hebat, tenggorokannya kering.
Dengan susah payah, ia mengangkat wajahnya.
Dan seketika, sorak sorai semakin gaduh.
“Oh, astaga… cantik sekali!”
“Delapan miliar!” teriak seorang pria tua dari barisan depan. “Sudah cukup. Dia milikku!”
Bea memicingkan mata, pandangannya mulai fokus. Puluhan pasang mata menatapnya tanpa malu, menilai, menghitung, menginginkan.
“Ini ... pelelangan? Aku benar-benar dilelang oleh Jimmy? Bagaimana bisa?” Mata Bea membulat tak percaya dengan semua ini.
Ingatan Bea pun kembali kepada adegan beberapa jam lalu, saat dirinya masih berada di rumah berdebat dengan ayah dan adik angkatnya.
Perusahaan warisan ibu Bea mengalami krisis, sampai-sampai Jimmy, ayahnya, memutuskan untuk ikut acara lelang amal untuk mendapatkan suntikan dana. Akan tetapi, dari situ saja sudah ada yang aneh, menurut Bea.
Karena pria itu mengusulkan untuk melelang “malam” dengan Bea!
Jelas saja Bea menolak. Sekalipun Jimmy membujuknya dengan mengatakan hal-hal seperti lelang ini aman, dihadiri oleh keluarga-keluarga kaya di negara ini dan pengorbanan untuk mendiang ibunya, Bea tetap kukuh.
Namun, itu adalah hal terakhir yang ia ingat sebelum ia terbangun di dalam sangkar menggelikan ini.
Tanpa sadar, tangan Bea terkepal. Marah.
Jimmy menjebaknya!
Meskipun merupakan ayah tiri, Bea tidak menyangka kalau pria itu tega dan berani melakukan ini.
“Nghh–”
Bea hendak meminta tolong, tetapi entah kenapa mulutnya tidak bisa diajak kerjasama. Jangankan teriak, bicara saja Bea tidak mampu. Lidahnya terasa kelu, bahkan tubuhnya sangat lemah, rasanya tidak bisa bergerak untuk memberontak.
Apa sebenarnya yang dilakukan oleh Jimmy kepada tubuh Bea?
Sepasang mata Bea berkaca-kaca, frustrasi dengan kondisinya saat ini yang tidak bisa berbuat apa pun. Namun, hal itu justru membuat semua hadirin yang ada di sana makin heboh.
“9 miliar!”
“Astaga, cantiknya. Aku siap dengan 10 miliar!”
“20 miliar! Langsung kubayar!”
Bea menutup matanya. Siapa pun, tolong–
“100 miliar.”
Bea terkesiap, begitu juga semua orang saat mendengar penawaran yang terucap dengan nada dingin tersebut.
Suasana hening sejenak, sebelum kericuhan kemudian pecah. Orang-orang mendongak melihat penghuni ruangan lelang VIP di lantai atas. Tentu saja mereka semua ingin melihat siapa yang menawar begitu tinggi.
Tepat setelah penawaran disahkan di harga seratus miliar, beberapa orang mulai menyeret Bea turun.
“Lepaskan aku.” Bea mencoba berbicara dengan suara begitu lemah—hampir tak terdengar. Bahkan ia tak berdaya untuk memberontak ketika tubuhnya dibawa menyusuri koridor kamar VIP. “Aku akan dibawa ke mana?”
Bea ketakutan, ia cemas dirinya akan dilempar ke kamar pria tua yang baru saja berhasil membelinya dengan harga paling tinggi.
Sialnya ia tak bisa kabur. Dengan kondisi tubuhnya yang begitu lemas seperti sekarang, mustahil bagi Bea bisa kabur dari sana. Jangankan untuk berlari, Bea bahkan tak memiliki tenaga sekadar mengangkat kaki untuk berjalan.
“Buka pintunya.” Salah satu orang yang membawa Bea memberi perintah kepada dua pengawal di depan sebuah pintu VIP nomor 1 di gedung lelang itu. “Bawa dia masuk.”
Bruk!
Tubuh Bea terjatuh ke lantai saat para pengawal melepaskan kedua tangannya setibanya mereka di ruangan. Wanita itu sempat merintih pelan karena sakit pada pantatnya.
“Kami berjaga di luar, Tuan.” Orang yang membawa Bea menunduk singkat sebelum kembali keluar, lalu menutup pintu kamar VIP tersebut.
Dengan tubuh lemas, perlahan Bea mengangkat kepalanya.
Pandangan matanya sedikit kabur, ia mencoba memicingkan kedua matanya untuk melihat dengan jelas pria yang duduk di tepian ranjang kamar tersebut. Namun, Bea tak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu, hanya siluet seperti bayang-bayang hitam.
“Kemari.”
Suara berat itu bertitah.
Namun, sayangnya, tak ada pergerakan apa-apa dari Bea. Bea tidak memiliki tenaga untuk bergerak. Bahkan untuk berdiri pun Bea tak berdaya.
Tidak hanya itu. Sejak beberapa saat yang lalu … entah kenapa, Bea merasakan sesuatuu yang aneh dan tidak nyaman di tubuhnya, membuatnya tanpa sadar merintih pelan.
Pria itu mengembuskan asap rokok dari mulutnya sembari terus memandangi Bea yang masih duduk di lantai dingin itu.
Kemudian, perlahan, pria itu berdiri dan melangkah mendekat ke arah Bea.
Setiap ketukan langkah sepatu sosok itu memberikan kesan menegangkan untuk Bea. Hingga pria itu kini tepat berada di hadapannya.
Baru kemudian, Bea memandang pria itu baik-baik.
Ia bukanlah pria tua seperti yang Bea pikirkan. Usianya mungkin di akhir 30, dengan mata tajam dan rambut tipis di rahangnya–membuat sosoknya tampak maskulin. Kemeja sosok itu terbuka di bagian atasnya, menampilkan pemandangan dada bidang pria tersebut.
Yang entah kenapa membuat Bea bergerak makin tidak nyaman.
Tubuhnya terasa terbakar.
Nigel berjongkok tepat di depan Bea yang bergerak tak tenang. Sebelah alis pria itu terangkat, ia memperhatikan wajah Bea yang semakin memerah.
“Ternyata gadis bayaran pun menggunakan cara murahan ini,” komentar Nigel sinis, “Tampaknya kau sangat ingin naik ke ranjangku, Nona.”
Mendengar itu, Bea menggeleng kuat-kuat. Entah dengan kekuatan apa, gadis itu tiba-tiba menarik kerah kemeja Nigel.
Pria itu terkejut dan sempat terhuyung, sehingga harus menopang tubuhnya dengan tangan di lantai.
“T-tolong saya, Tuan,” bisik Bea. Sepasang mata hijaunya beradu pandang dengan tatap tajam Nigel. “Antarkan saya p-pulang. Sungguh, manusia itu … si berengsek.”
Bea berceloteh tak jelas dengan suara parau menahan lenguhan. Tubuhnya semakin tidak nyaman, bahkan ia terus menarik-narik tali gaun seksinya.
“Aah, saya tidak nyaman. Ini panas sekali, tidak nyaman.”
Nigel menggeram. Ia mencengkeram pipi Bea dengan tangannya. “Jangan macam-macam. Orang yang lancang sepertimu ini, kemarin berakhir tanpa kepala.”
Namun, Bea tampak tidak mengerti ucapan Nigel. Tangannya bergerak lemah, menyentuh tubuhnya sendiri. Seakan-akan itu bisa mengurangi perasaan tidak nyaman yang ia alami sementara bibirnya terus meloloskan lenguhan dan rengekan yang pastinya akan ia sesali besok pagi.
Aksinya itu membuat baju Bea sedikit tersingkap, dan tanpa sengaja memperlihatkan tanda lahir berbentuk bunga melati di pangkal payudara kanan wanita itu.
Mata Nigel memicing, ia memperhatikan dengan jelas tanda lahir yang langsung berhasil menarik perhatiannya.
“Tuan, tolong aku … aku benar-benar tidak sanggup,” lenguh Bea.
“Ck.” Pria itu berdecak, lalu tiba-tiba saja mengangkat tubuh Bea dan membawanya ke tempat tidur.
“Kau sendiri yang memintanya.”
“Baik, Tuan.” Dizon menunduk, lalu berjalan keluar ke arah pintu ruangan kerja sang atasan.“Tunggu.”“Alika?”Dizon menunduk sebelum menjawab. “Dari laporan mata-mata, Nona Betrix semakin menggila saat tahu Anda membawa Nona Flint ke rumah Anda.”Nigel tersenyum puas.“Sudah saya sebarkan juga gosip sesuai perintah Anda, Tuan. Nona Betrix semakin marah besar sampai pingsan untuk kedua kalinya saat mendengar gosip Anda berpacaran dengan Nona Flint. Mungkin sekarang masih belum sadarkan diri di rumah sakit. Kalau sudah sadarkan diri, saya rasa dia pasti akan segera mencari Nona Flint ke rumah Anda.”Nigel tersenyum miring. Dia semakin puas mendengar kabar bagus tentang calon tunangannya. Tiba-tiba ia berdiri. “Lanjutkan rapat.”“Baik, Tuan. Perlu saya siapkan mobil, Tuan?”“Hm.”***“Tidak ada hal serius yang mengancam, Tuan. Nona terlalu syok, kemungkinan dia baru saja mendengar sebuah kabar mengejutkan yang memancing sedih atau mungkin amarah. Atau bisa juga karena dia mendapat tekan
Keterlaluan. Pantas selama ini Jimmy selalu memanjakan anak angkat itu, ternyata karena Joice adalah anak kandungnya. Mereka mengincar harta keluarga Bea.Tubuh Bea bergetar hebat. Membayangkan bagaimana ibu tercinta dibodohi selama ini, membuat Bea sangat murka. Kakinya bahkan seakan tak memiliki kekuatan untuk melangkah. Jangankan melangkah, untuk berdiri saja Bea sudah kehilangan kekuatan. Dadanya naik turun menahan amarah.“Sebentar lagi rumah ini juga akan resmi menjadi milik kita, proses untuk mengganti nama di sertifikat akan lebih mudah karena sekarang Bea sudah tidak di sini, dan ini akan dianggap sebagai hilang atau meninggal. Begitu juga perusahaan, aku sangat beruntung dia dengan begitu bodoh tidak bersedia mengurus perusahaan ibunya. Jadi aku bisa dengan bebas menjalankan rencana ini, sampai begitu mulus seperti sekarang. Bahkan dia juga percaya begitu saja saat aku bilang perusahaannya hampir bangkrut. Padahal ini hanya trik untuk mengganti nama perusahaan menjadi Flint
“Maksud Anda–”“Sekarang kau adalah pelayanku. Milikku.” Nigel menyatakan. “Aku membayarmu mahal. Uang itu bahkan mungkin bisa menyelamatkan kebangkrutan perusahaan mendiang ibumu. Bukankah, seharusnya kau berterima kasih?”Bea menggigit bibirnya. “Saya … berterima kasih untuk itu. Tapi, uang itu tidak bisa untuk membeli saya,” ucap Bea. Tidak terlalu keras, tapi terdengar cukup tegas. “Anda tampaknya seorang pebisnis hebat. Bisa menghamburkan seratus miliar dalam semalam. Namun, lelang itu ilegal, dan Anda tahu itu. Saya, adalah milik saya pribadi.”Nigel mengangkat alisnya, tersenyum tipis. Perlahan, ia melangkah mendekat, memangkas jarak antara dirinya dan Bea. Hal itu membuat Bea mundur hingga punggungnya makin menempel di kepala tempat tidur.“A-apa yang akan Anda lakukan!?” bisik Bea. Otaknya langsung memikirkan segala macam jalan untuk kabur, tapi urung karena setiap gerakan tubuhnya menimbulkan nyeri yang luar biasa. “Saya akan teriak–”“Kembali lagi. Dengan uang sebanyak itu
Getaran ponsel di atas meja membangunkan pria itu esok pagi. Nigel Luca duduk, lalu mengecek waktu dan sederet pesan serta panggilan tak terjawab di ponselnya. Melihatnya, tanpa sadar Nigel tersenyum tipis.Puas.Pria itu melirik ke samping, tempat perempuan yang kemarin ia beli di pelelangan masih terlelap. Banyak tanda merah mewarnai kulit putih perempuan itu sekarang.Nigel kemudian bangkut berdiri, mengenakan jubah mandi, lalu menghubungi asistennya.“Selamat pagi, Tuan.” Dizon, pria yang membawa Bea ke hadapan Nigel semalam, segera menyapa tuannya di telepon.“Bagaimana?”Si seberang saluran telepon, Dizon mengangguk singkat. “Tunangan Anda mengamuk, marah besar, saat dia mendengar kabar Anda membeli model cantik di pelelangan tadi malam, Tuan. Pagi ini Nona Betrix dilarikan ke rumah sakit karena sempat pingsan setelah mendengar Anda juga menghabiskan malam dengan model tersebut.”Kepuasan di wajah Nigel makin tampak nyata. Sudah ia duga, perbuatannya semalam akan mendapatkan r
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews