Azan maghrib berkumandang, Alif maupun Tiara tengah bersiap-siap menunaikan salat. Tiara yang merasa tubuhnya tiba-tiba lemas, setelah mengambil wudhu memutuskan untuk salat sembari duduk. Tiga Rakaat. Rakaat terakhir, sebelum kemudian ditutup salam.
"Mbak, aku ke Ibu dulu, ya?" Alif melongok dari celah pintu yang terbuka.
Tiara tengah melipat mukenah. Dia tak sabar ingin membaringkan badan. Mendadak perutnya mual dan kepalanya pening. Ah, setiap malam datang, penyakit itupun ikut datang.
"Nggak ada titipan lain?" Alif masih di sana.
Sadar Alif masih mengamatinya, buru-buru Tiara menyembunyikan wajah kesakitannya. Seulas senyum dia untai. Jangan sampai Alif curiga jika dia merasa kesakitan. Yang ada Alif akan melapor pada Sri, dan berujung penutupan toko, karena Sri pasti panik dan memilih pulang.
"Sama teh panas, ya," ujar Tiara.
Alif mengudarakan ibu jari lantas bergegas pergi. Setelah Alif pergi, Tiara tak lagi berpura-p
Perlahan Tiara mengangkat setengah tubuhnya. Meski pening di kepala tak juga undur diri, Tiara tak mau kalah dengan penyakit itu. Dia yakin jika batu tersebut dilenyapkan, penyakitnya pun akan minggat selamanya dari tubuhnya.Tiara mengamati dua orang yang menunggunya berbicara. Dia harus menjelaskannya sekarang juga."Pak, Tia lihat sesuatu," ujarnya tebatah."Kamu lihat apa, Nduk? Ceritakan." Itu Pak So.Tiara menganggu. Menelan ludahnya. Menarik napas, setelah itu barulah dia bercerita."Saya melihat pemilik batu itu, Pak. Batu itu milik seorang lelaki yang meninggal dengan cara tak wajar. Pun lelaki itu dimakamkan dengan kondisi tubuh yang tak lengkap. Makanya kenapa batu itu memiliki aura negatif yang sangat kuat. Pemiliknya masih terus mencari bagian tubuhnya yang hilang.""Terus, Nduk. Apakah kamu tahu cara untuk memusnahkan isinya.""Bakar, Pak. Batu itu harus dibakar telebih dahulu sebelum kemudian dibuang ke sung
B a y i B u n g k u s TUYUL🔲🔳🔲🔳Kabar itu menjadi konsumi ibu-ibu gang-gang sempit, bahkan bapak-bapak sembari memandikan burung di teras rumah. Sudah jadi rahasia umum, di era moderen seperti saat ini, keberadaan tuyul masih dibudidayakan. Entah benar atau tidak, kabar itu berembus begitu capatnya. Salah satu pedagang di pasar induk diyakini memelihara tuyul. Bagaimana bisa begitu? Kondisi perekonomiannya dengan casing luar tampilan serta gaya hidupnya tak selaras. Dia hanya berdagang lontong pecel, tetapi memiliki rumah yang besar. Mobil dua. Perhiasan yang hampir seperti gerbong kereta di tangannya, berjajar.Ah, orang-orang saja kali yang terlalu berburuk sangka. Andai saja ada pekerjaan sambilan yang dilakukan keluarganya, se
B a y i B u n g k u s POCONG DI RUMAH🔲🔳🔲🔳Semester pertama terlalui dengan lancar, seperti biasa setelah ujian akan ada waktu dimana Tiara akan berpisah beberapa waktu dengan Basri. Lelaki itu pulang kampung. Tiara pun tak perlu ke kampus hampir satu bulan penuh, sebelum di bulan selanjutnya, perkuliahan kembali seperti biasa.Komunikasi mereka hanya terjalin melalui pesan aplikasi atau telepon. Waktu Tiara penuh untuk membantu Sri berjualan.Namun, hari ini hati Tiara begitu khawatir. Hampir satu minggu, Basri tak memberi kabar. Pesan-pesannya terkirim, tetapi tak ada balasan. Beberapa kali dihubungi, juga tak diangkat. Seolah lelaki itu sengaja menjauhinya. Ada apakah? Mata Tiara mulai berkaca-kaca, saat pikirannya mencipta
B a y i B u n g k u s PERTAMA KALI BERTEMU IBU🔲🔳🔲🔳Sejauh ini Sapardi selalu bilang jika kemampuan yang Tiara miliki bukanlah tanpa alasan. Kemampuan yang kini mendarah daging di tubuhnya warisan leluhur. Entah nenek atau kakek buyut. Sapardi tak tahu pasti siapa yang mendapingi Tiara. Sampai detik ini pun, Tiara tak pernah melihat sosok pendampingnya. Mungkin belum saatnya, atau Tiara belum terlalu kuat untuk dapat melihat sosok tersebut."Nduk, Bapak ke Ibu dulu, ya?" pamit Sapardi. Dia pulang hanya mengambil sarung. Syukurlah sekarang di tempat jualan terdapat mushala, jadi Sapardi tak perlu lagi pulang jikaingin menunaikan salat.
B a y i B u n g k u s IBU GAIB🔲🔳🔲🔳Keesokan harinya, saat Sapardi dan Sri berkumpul di ruang tamu, menikmati siaran berita, Tiara pun ikut duduk. Sri Menemani Sapardi Sarapan sebelum akhirnya berangkat bekerja. Hari minggu tetap masuk, lembur. Sri pun berjualan hari ini. Nanti Sapardi berangkat Sri pun berangkat belanja ke pasar induk. Tiara libur kuliah. Basri ada kegiatan asrama. Jadi Tiara tak harus membawakan sarapan atau makan siang. Alif, entah kemana. Sejak pagi sudah pergi main. Mengendarai kereta anginnya. Menggendong tas berisi mainan.Sejenak Tiara ikut hanyut menikmati siaran televisi. Berita tentang kenaikan harga bahan pokok. Minyak naik, gula naik,
B a y i B u n g k u s RUATAN🔲🔳🔲🔳Entah apa yang sedang menimpa tempat jualan, Sri. Kondisi sedang mencekam. Beberapa hari lalu tetangga kanan Sri berteriak karena dia melihat kepala di bawa dipan dari bambu yang digunakan untuk bersantai. Tetangga kanannya hampir tiga hari tak berjualan, karena saat dia menyiduk air panas, tiba-tiba saja tangannya ada yang menggerakkan. Air panas satu gaung penuh tumpah ke badannya. Teriakkannya membuat orang-orang di tempat itu panik dan berbondong-bondong datang. Dia langsung dilarikan ke puskesmas terdekat. Belum lagi cerita dari yang lain. Ada yang barangnya dipindah, atau melihat sekelebat bayangan melintas. Satpam yang berjaga pun absen beberapa hari karena saat dia tidur di di warung sala
Setelahnya Sri memejamkan mata. Berharap setelah membuka mata tak ada lagi sosok tersebut. Dan benar saja, setelah ayat kursi terlantun, Sri tak lagi melihat sosok hitam besar itu. Sosok yang menurut Sri amat menakutkan. Ada apakah ini?Ketika Sapardi pulang, diceritakanlah peristiwa horor yang baru saja dia alami. Mulai dari nasi yang tak matang, suara panggilan, televisi menyala sendiri, sampai penampakan makhluk hitam besar. Setelahnya Sri tak ada niat untuk lanjut berjualan sampai larut malam. Saat itu juga dia mulai mengemasi kopi instan. Menyimpan ayam ke boks es dan mulai menghangatkan kuah tahu campur. Ketika Sapardi datang Sri sudah siap pulang.Sesampainya di rumah, diceritakanlah kejadian yang baru saja menimpanya pada Tiara. Kebetulan putrinya itu belum tidur. Sembari bercerita Sri berulang kali mengusap tangan. Bulu kuduknya meremang. Menceritakan hal itu tak ayal membangkitkan bayangan akan sosok menakutkan tersebut."Genderuwo, apa, ya
B a y i B u n g k u s KUNTILANAK 🔲🔳🔲🔳Kondisi di wisata kuliner makin membaik. Tak lagi ditemukan penampakan yang menganggu. Tak lagi ada cerita seram yang para pedagang ceritakan selagi nenunggu pembeli. Pun tak sekalipun nasi yang ditanak Sri tak matang, meski indikator telah menunjukkan cook. Tiara rutin membantu Sri berjualan. Kasihan, jika kondisi jualan sedang ramai, pontang panting tak ada yang membantu. Kegiatan bimbel setelah pulang kuliah tak lagi berjalan. Lelah, itu alasan Tiara menyudahi membuka bimbel di rumah. Dia fokus membantu sang ibu berjualan saja. Rasa bersalah menggelayut di hati ketika setiap pulang ber