Share

2. Before: Sinner - Sorry

“Ketika permasalahan dengan orang lain, membuat seseorang dirugikan karena amarahnya.”

-Sinner-

🍑🍑🍑

Izzy berdeham kencang, saat ini ketegangan sedang terjadi di meja makan. Keluarga Oberoi sedang berkumpul, karena Izzy yang menginginkannya semua putra-putrinya datang untuk makan malam bersama. Tapi tiba-tiba yang tadinya suasana hangat menjadi tegang karena ulah satu orang, dia Austin. Bahkan para anak kecil pun merasakan ketegangan yang sedang terjadi.

Berawal dari Crystal yang meminta ijin pada Xander dan Izzy mengenai niatnya untuk melanjutkan study di Paris. Dan tiba-tiba saja, Austin menyela dengan sentakan, mengeluarkan sederet kalimat menyakitkan dan menohok hati Crystal.

Sedangkan di sisi lain, Crystal terlihat menahan air matanya untuk tidak terjatuh. Kedua tangannya menggenggam gagang pisau dan garpu dengan kuat. Kalimat Austin benar-benar membuat Crystal kecewa. “Kau ingin pergi dari mansion agar bisa bebas? Bersenang-senang dengan para pria, berkumpul dengan teman-temanmu yang tidak jelas tanpa sepengetahuan kami? Ingin menjadi jalang, eh?”

Jalang. Kata itu terngiang terus di otak Crystal.

“Austin cukup! Perkataanmu benar-benar keterlaluan, Mom kecewa padamu!” sentak Izzy menatap Austin dengan pandangan kecewa, bahkan pandangan wanita itu mengabur, jika Izzy mengedipkan matanya maka, air matanya pun sudah dapat dipastikan akan terjatuh detik itu juga. “Jangan pernah sekali-kali mengeluarkan kata biadab dan kotor itu lagi di depan Mom, Austin.”

“Kau yang mengatakannya pada Crystal tapi hati Mom ikut sakit mendengarnya. Kau sama saja menyebut Mommymu jalang!” lanjut Izzy lagi menyentak.

Crystal, gadis itu sudah menangis dalam diam. Tanpa banyak kata, ia berdiri dari duduknya dan memilih segera pergi dari meja makan––berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Autumn pun menggelengkan kepalanya, kecewa dengan Austin. “Aku kecewa padamu, Kak,” katanya sebelum pergi menyusul Crystal si adik kecilnya.

Di kamarnya, Crystal menelungkupkan wajahnya di balik bantal. Ia menangis dalam diam. Hatinya terlalu sakit mendengar pernyataan Austin. Seperti ada ribuan jarum yang menghantam secara bersamaan. Tidak pernah terlintas sedikit pun di benak Crystal jika kata kotor itu akan keluar dari bibir kakaknya sendiri, sekaligus orang yang dicintainya. Bayangkan saja, ketika seseorang yang sangat berarti bagimu. Mengatakan dirimu jalang. Bukankah itu tidak menyakitkan?

Sungguh, Crystal pun selalu bertanya-tanya pada dirinya sendiri apakah kelahirannya di dunia adalah sebuah kesalahan? Jika ya, bolehkah Crystal berdoa pada Tuhan untuk mengambil nyawanya? Ia rasa, percuma dilahirkan jika tidak ada yang menginginkan kehadirannya.

Hingga elusan pada kepalanya membuat Crystal menarik bantalnya–menyingkirkannya, di sana salah satu kakak perempuan yang sangat dekat dengannya sedang tersenyum lembut ke arahnya dengan mata yang berkaca-kaca. “Kakak,” gumam Crystal memeluk tubuh Autumn. “Apakah keberadaanku adalah kesalahan? Kenapa kak Austin selalu membenciku? Dia selalu saja mencari celah kesalahanku,” lanjutnya dengan suara bergetar.

Autumn yang mendengar itu memejamkan matanya, ia pun merasa nyeri ketika Crystal mengatakan kalimat itu. “Tidak... tidak. Kau bukan kesalahan, kau anugrah bagi keluarga kami.”

“Lalu... kenapa kak Austin berbicara seperti itu,” tanya Crystal.

“Dia sedang emosi, ada sedikit masalah dengan kak Lauren,” jelas Autumn yang memang tahu hanya dengan melihat gelagat Austin saja. Karena sejak pulang dari apartemen Lauren, kakaknya itu terlihat berbeda.

Crystal memejamkan matanya ketika mendengar nama Lauren. Ah, wanita itu. Tunangan kakaknya. Hampir saja ia melupakannya. Dalam hati Crystal tersenyum getir ketika menyadari kemarahan Austin berasal dari permasalahan dengan tunangannya sendiri dan berimbas pada dirinya.

“Kak, apa aku salah jika ingin melanjutkan studi ke Paris?” tanya Crystal. “Aku hanya ingin mandiri. Bahkan tidak pernah terlintas sedikit pun di benakku untuk melakukan seperti apa yang dikatakan kak Austin.”

🍑

“Minta maaflah kepada Crystal, Kak.” Begitu Crystal tenang, Autumn segera menemui Austin ke kamarnya. Gadis itu bersedekap dada, menatap Austin tajam.

Austin hanya melirik Autumn sekilas sebelum akhirnya melanjutkan fokusnya pada sebuah benda elektronik di pangkuannya. “Pergilah, Autumn.”

“Aku tidak akan pergi sebelum kau meminta maaf pada Crystal, Kak,” balas Autumn dengan tajam. Ia menggeram ketika melihat sikap Austin yang biasa saja tanpa rasa bersalah sedikit pun.

“Aku hanya berbicara fakta. Jadi, tidak ada yang perlu dipermasalahkan.”

“Ada! Kau menyebutnya jalang, Kak.” Tegas Autumn mengingatkan Austin. “Kau tahu, itu adalah kesalahan terbesarmu. Bagaimana bisa kau melampiaskan kekesalanmu pada Crystal.”

“Jika kau memiliki masalah dengan tunanganmu, selesaikanlah baik-baik. Kau begini justru membuat seseorang yang tidak tahu apa-apa terkena imbasnya,” lanjut Autumn. “Sungguh, ini pertama kalinya aku benar-benar kecewa padamu, Kak.” Tutup Autumn sebelum pergi dan itu membuat Austin fokus pada sorot mata Autumn yang memang benar-benar kecewa padanya.

Seperti sorot mata Crystal yang selalu menatapnya dengan kecewa. Bedanya, Austin melihat Crystal sebagai seorang gadis sedangkan Autumn murni sebagai sosok adiknya.

Austin meremas rambutnya dengan kasar, lalu memilih beranjak dari duduknya dan berniat untuk pergi ke kamar Crystal.

Austin sedikit bersyukur ketika tahu ternyata kamar Crystal tidak terkunci. Ia dapat melihat tubuh Crystal yang meringkuk membelakanginya. Dengan perlahan, Austin berjalan menghampirinya. Ternyata, Crystal sudah terlelap. Gadis itu begitu damai, Austin menyingkirkan surai-surai Crystal yang menutup wajah cantiknya. Ia sedikit terkejut ketika masih melihat bekas air mata yang sudah mengering di pipinya.

Tak bisa dipungkiri jika ternyata Crystal tertidur setelah menangis di hadapan Autumn. Meluapkan segala keluh kesahnya. “Baby,” gumam Austin mengusap-usap pelan pipi Crystal membuat gadis itu sedikit bergerak dari tidurnya dan melenguh pelan.

Austin terus mengusap-usap pipi Crystal membuat mata gadis itu perlahan terbuka. “Kenapa kau kemari?” tanya Crystal dengan ketus begitu penglihatannya menangkap sosok Austin dari jarak dekat. “Pergilah, aku ingin istirahat.”

“Tidak. Kau tidak akan istirahat,” kata Austin menggeleng tegas.

Why? Apa kau masih kurang puas meluapkan kemarahanmu padaku?” tanya Crystal berusaha tersenyum meskipun sorot matanya tidak bisa berbohong jika menampilkan kekecewaan. Gadis itu bangun dari tidurnya, membuat mereka sekarang menjadi berhadapan.

“Katakan saja, aku akan mendengarkannya dengan baik,” lanjutnya dengan suara bergetar.

Austin menggeleng. “Ku mohon jangan katakan lagi,” kata Austin dengan mata berkaca-kaca. “Maaf, maafkan aku,” lanjutnya menarik tubuh Crystal untuk membawanya ke dalam pelukan.

Crystal diam, “Tidak perlu meminta maaf. Kau tidak salah. Kau benar, tidak seharusnya aku meminta ijin mom untuk melanjutkan studi ke Paris.”

Crystal menarik diri, ia terkejut ketika melihat Austin menangis. Dengan cepat, ia mengusap pipi Austin yang basah. “Kenapa kau menangis, kau tidak seharusnya menangis.”

“Karena aku kecewa pada diriku, bagaimana bisa kata itu keluar dari mulutku, sungguh aku menyesalinya, Crys.”

Crystal menggeleng. “Tidak ada yang perlu disesali. Jangan menangis, Kak. Aku sakit melihatnya,” balasnya dengan suara bergetar dan detik itu juga air matanya ikut keluar. Ia menangis.

“Ku mohon, jangan pernah menangis di hadapanku. Aku tidak bisa melihatnya,” lanjutnya menggelengkan kepalanya, menunduk. “Atau pertahananku akan runtuh,” katanya dengan melemas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status