Ponsel Rena terus bergetar dan sudah ada dua puluh enam panggilan tak terjawab, tapi Rena masih asik dengan mimpinya.
Pasalnya Rena baru bisa memejamkan mata pada pukul empat subuh, gadis cantik itu lupa mengubah mode bunyi dari mode getar di telepon genggam.Sampai akhirnya telepon genggam itu jatuh dari nakas di samping ranjang tepat menimpa wajahnya.Rena langsung terperanjat bangun, keningnya terasa nyeri tapi getaran telepon genggam mengambil alih perhatian.Matamya memicing melihat layar telepon genggam, ada panggilan dari Amelia."Halo, De.” Rena menjawab panggilan tersebut dengan suara parau khas bangun tidur.Tumben sekali adik perempuannya ini melakukan panggilan telepon, pasti ingin menagih uang kuliah, setidaknya itu yang Rena pikirkan."Kaaa ... Bapak masuk rumah sakit, jantungnya kumat harus di operasi secepatnya dan membutuhkan biaya seratus jutaan tapi lima puluh juta harus masuk sekarang juga ke Rumah Sakit." Amelia bicara sembari menangis.Seketika Rena merasakan sakit dikepalanya semakin menjadi, bukan karena tertimpa ponsel melainkan karena informasi yang diberikan Amelia.Pundak Rena melorot, perutnya mual lantaran stress memikirkan dari mana harus mendapatkan uang sebanyak lima puluh juta saat ini juga.Tiba-tiba Rena merasa ingin lenyap saja dari muka bumi ini."Lalu bagaimana keadaan bapak sekarang, De? Apa bapak kritis?” cecar Rena khawatir"Iya Kak, bapak udah masuk ICU dan butuh penanganan secepatnya.” Amelia menjawab sambil terisak."Ya Tuhan … harus cari ke mana uang lima puluh juta?" Rena membatin."De, apa mobil bapak bisa dijual dulu atau digadein gitu sambil nunggu Kaka cari uang?" Rena benar-benar bingung tidak tau apa yang harus dia lakukan, dan hanya asal bicara saja."Ka, mobil bapak udah di jual kemarin untuk bayar hutang-hutang bapak ke rentenir, hutang bekas berobat yang dulu," tukas Lia lirih, ia merasa bersalah karena ikut andil memberikan ide menjual mobil Bapak."Ya ampun De, kok Kakak sampe enggak tau?” Rena tak tahan membendung air matanya, ia tertunduk lemas tidak berdaya."Ya udah, Kakak cari uangnya dulu ya, De … nanti kalau uangnya udah ada, Kakak kabarin ade lagi!" Rena melirih."Kaka mau cari kemana? Jangan mikir yang nggak-nggak ya, Kak.”Alih-alih memberitahu apa yang akan dia lakukan untuk mendapatkan uang sejumlah lima puluh juta, Rena malah memutus sambungan telepon.Kini pikiran Rena benar-benar buntu, dia tak tau kemana harus mencari uang sebesar lima puluh juta.Sebuah ide tercetus di benaknya, ide gila untuk menjual ginjalnya tapi tidak tau juga bagaimana cara menjual ginjal.Rena tidak ingin caranya ilegal sampai berurusan dengan polisi."Apa aku harus datang ke Rumah Sakit? Di sana pasti banyak yang membutuhkan ginjal.” Rena menggumam.Saat itu juga Rena mandi dan bergegas pergi ke Rumah Sakit Swasta Terbesar di Jakarta. Gadis itu memilih menggunakan Busway karena ongkosnya lebih murah tidak peduli harus berdesak-desakan di dalam busway, meski begitu Rena masih sempat melamun dengan mata sembab sehingga tanpa dia sadari ada pria yang sengaja menyentuh bokongnya."Apa ini jalan yang harus aku tempuh? Apa uang penjualan ginjal ini cukup untuk operasi bapak? Apa aku masih bisa hidup dan bekerja keras hanya dengan satu ginjal?" batinnya pilu, pikirannya melayang berusaha keras mencari solusi untuk masalahnya selain menjual ginjalnya.Rena masih melamun saat pria mesum itu meraba tubuhnya, tak disangka ada pria berkacamata baik hati yang sedang duduk memperhatikan pria mesum tersebut lantas pria baik itu berdiri."Mbak, duduk di sini aja! Saya sebentar lagi turun.” Pria baik hati berkacamata itu mempersilahkan Rena duduk dikursinya."Terimakasih, Mas..., " balas Rena memaksakan senyum.Beberapa menit kemudian Rena tiba di Rumah Sakit kemudian menuju bagian informasi menanyakan tempat donor, setelah mendapatkan informasi yang dibutuhkann, dia bergegas ke lantai lima sesuai arahan petugas informasi.Saat sampai di ruangan donor, ternyata di sana sepi semua petugas sedang istirahat makan siang.Rena menghela napas panjang, tubuhnya gemetar tapi tak hilang akal, dia bertanya kepada perawat yang kebetulan lewat."Suster, apakah saya bisa bertemu petugas donor?”"Sebentar ya bu, petugasnya baru keluar … beberapa menit lagi kembali, Ibu tunggu saja di taman rooftop gedung ini, di sana juga ada café jika ibu beruntung bisa bertemu petugas donor di sana, namanya Pak Imam." Suster memberi keterangan yang sangat dibutuhkan Rena.Setelah mengucapkan terimakasih kepada suster ramah yang dia temui, Rena langsung masuk ke dalam lift dan memencet tombol rooftop dia tidak sabar ingin segera bertemu pak Imam, tubuhnya masih gemetar dan jantungnya berdetak lebih kencang."Apakab prosesnya nanti akan sakit? Apakah aku akan mati setelah menjual ginjal?" Banyak sekali pertanyaan menggaung dalam benak Rena menimbulkan kekhawatiran membuat lututnya lemas sampai dia berusaha menopang tubuhnya dengan berpegangan pada dinding lift.Ting....Pintu Lift terbuka, di sana memang ada taman yang indah dan teduh, ingin sekali Rena duduk-duduk menikmati pepohonan rindang dan udara sejuk ditengah-tengah kota Jakarta dengan tingkat polusi yang tinggi ini tapi keinginan tersebut Rena urungkan karena harus secepatnya bertemu dengan Pak Imam.Rena berlari kearah Cafe, bertanya pada setiap orang yang memakai name tag Rumah Sakit tentang keberadaan Pak Imam, tapi semua menjawab tidak tahu sampai telepon genggamnya kembali berbunyi."Kaaak, udah dapet uangnya? Ini bapak harus segera di operasi! Bapak sudah kritis!!" teriak Lia sambil menangis."Sebentar De, sebentar lagi.... " jawab Rena berusaha tenang.Lalu entah kenapa suara Amelia tidak terdengar lagi, ternyata sambungan telepon telah terputus.Tubuh Rena seakan tak bertulang, ia hampir terjatuh bila tak berpegangan pada pagar yang membatasi tanaman indah di sebelahnya.Di siang hari Kota Jakarta yang panas, ia harus berlari mengejar Busway dan sesampainya di Rumah Sakit harus mencari-cari Petugas Donor.Tubuh dan pikirannya sangat lelah, akhirnya duduk di kursi depan Lift sambil melamun kemudian memejamkan mata berdoa."Tuhan, berikan mukzizat Mu ... berikan pentunjuk Mu!” gumamnya lirih, setetes air mata mengalir dipipinya.Beberapa detik kemudian pintu lift terbuka, Ricko dan Andra keluar dari lift. Mereka terkejut sekaligus heran melihat Rena duduk di kursi taman sedang melamun, kedua matanya sembab dengan wajah pucat pasi, terlihat peluh membasahi pelipisnya, mereka berpikir mungkin ada keluarga yang sakit atau meninggal."Nona Rena..., " sapa Ricko sambil menepuk pundak Rena lembut.Seketika Rena menoleh ke arah suara. "Pak Ricko...," ucap Rena lirih dengan ekpresi terkejut."Siapa yang sakit? " tanya Ricko Khawatir.Mendengar pertanyaan Ricko, Rena jadinya ingin mengungkapkan semua beban yang dia tanggung di pundak.Gadis cantik itu menutup wajah menggunakan ke dua tangan lalu menangis tersedu. Rena tidak kuat menahan semua beban ini sendirian, biasanya Rena tidak secengeng ini, tapi mengingat nyawa bapak ada di tangannya, Rena tidak sanggup lagi.Tangis pilu Rena membuat kedua pria kekar tersebut tak bergeming.Andra mengernyit kan dahi."Cewek setegar dia bisa menangis juga? Apa memang ada keluarganya yang meninggal.” Andra bertanya di dalam hati."Sudah ... Sudah, jangan menangis, malu dilihat orang, nanti mereka pikir aku sedang menyakitimu Nona Rena," bujuk Ricko sambil menepuk pundak Rena pelan, berusaha menenangkan gadis cantik itu.Tapi Rena belum puas mengeluarkan kesedihan yang ia rasakan, selama beberapa saat Rena masih terus menangis menutup wajah menggunakan kedua tangan.Dia tak peduli, sudah sedari tadi ingin menangis. Tapi menangis sendiri di tempat umum seperti ini akan membuat orang bertanya-tanya atau bahkan mereka mungkin berpikir kalau dia gila. Tapi menangis ditemani dua pria tampan sepertinya bukan hal yang buruk.Tiba-tiba tangis Rena mereda karena tersadar kalau Ricko dan Andra sedang memperhatikannya dengan ekspresi bingung dan penuh khawatir.Selama Rena menangis, kedua pria tampan itu hanya bisa saling tatap tanpa bisa berkata-kata. "Maaf ... Pak Ricko, harus melihat saya seperti ini.” Suara Rena terdengar serak setelah menangis."Ya udah … kita ngobrol di cafe sana," ajak Ricko sembari membantu Rena bangkit dari kursi taman.Andra beranjak dari duduknya dan pergi menuju Cafe mendahului Rena dan Ricko.Sampai di sana mereka duduk di kursi meja yang kosong."Kamu mau pesan apa?" tanya Ricko sambil memberikan buku menu kepada Rena."Saya air mineral aja, Pak...," jawab Rena cepat."Kenapa hanya air mineral? kita makan siang saja sekalian,” kata Ricko mencoba menenangkan gadis cantik yang sedang bersedih itu."Enggak bisa Pak, saya buru-buru! Saya harus mencari pak Imam petugas donor di Rumah Sakit ini," tolak Rena seraya beranjak dari duduknya, baru teringat tujuan utamanya berada d
Setelah mengantar tante Mery pulang ke rumahnya, Andra dan Ricko pamit untuk pergi ketempat Gym.Mobil mereka meluncur membelah jalanan Ibu Kota Jakarta yang sedikit lenggang di hari Minggu.Andra hanya terdiam, tatapan matanya fokus kedepan, mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sedang meski begitu sebenarnya pikiran pria dengan rahang tegas itu melayang jauh menggapai seorang gadis yang baru saja dia tolong.Kemudian bayangan tentang kehidupannya setelah menikah Kontrak nanti melintas dalam benak Andra.Dia belum berpengalaman dalam urusan rumah tangga apalagi cukup lama dia tidak memiliki hubungan dengan seorang wanita. Entah kenapa seorang Kallandra Arion Gunadhya begitu memikirkan masa depannya bersama Rena.Padahal dia sendiri yang bilang bila akan menikahi gadis itu diatas kontrak bukan atas dasar cinta apalagi untuk selamanya.Sesekali Ricko melirik sang sahabat yang duduk di sampingnya sembari mematuti layar ponsel.Detik berikutnya Andra mendapat kerlingan penuh
Setelah Brifing pagi, Rena kembali kemejanya dan bersiap untuk melakukan pelayanan.seperti hari-hari sebelumnya, Rena berjuang untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan membahagiakan kedua orang tua juga adik-adiknya.Hanya keluarganya yang ada dipikiran Rena, tidak pernah muluk keinginan gadis itu, melihat senyum dan wajah bahagia keluarganya sudah sangat membuat Rena bahagia.Rena tidak pernah membayangkan menikah sebelum semua cita-cita itu terkabul.Maka dari itu, dia akan mengajukan syarat agar masih tetap bisa bekerja setelah menikah kontrak. Setelah kontrak itu selesai selama 5 Tahun, setidaknya ia masih mempunyai pekerjaan karena uang lima Milyar kompensasi yang Andra berikan, bagaikan air yang akan habis begitu saja.Pagi itu Rena masih bisa termenung di mejanyac karena keadaan cukup sepi, nasabah baru datang beberapa orang itu pun hanya melakukan setoran ke Teller.Tangannya mulai mengaduk isi tas, mengecek alat komunikasi berbentuk pipih yang sedari tadi bergeta
Setelah menurunkan Rena di pinggir jalan, Ricko bergegas kembali ke kantor untuk melaporkan hasil pertemuannya tadi dengan om Bimo dan Rena kepada Andra.Sepanjang jalan bibirnya seperti lupa bagaimana caranya berhenti tersenyum.Ricko yakin Rena bisa meluluhkan hati Andra karena sesungguhnya Rena adalah wanita tipe Andra.Tidak matrelialistis dan merupakan seorang perempuan mandiri yang tangguh"Lo akan jatuh sejatuh jatuhnya dalam pesona Rena, Ndra! Gue enggak sabar ngeliat lo bahagia dan udah waktunya lo bahagia!" Ricko membatin.Selang berapa lama Ricko tiba di kantor, langkahnya menderap tidak sabaran menuju ruangan Andra."Done ya Bro!! Rena udah menandatangani Kontraknya, dia juga enggak banyak permintaan atau pertanyaan, hanya satu permintaannya yaitu masih diperbolehkan bekerja selama menikah, katanya dia enggak mau menjadi pengangguran setelah bercerai nanti karena harus menghidupi keluarganya ….” Ricko menjeda kalimatnya untuk menarik nafas, dia terlalu bersemangat.
*Café Milan Jam menunjukan pukul tujuh, Ricko dan Andra sudah beberapa menit menunggu dan Andra mulai merasa kesal karena Rena masih belum terlihat batang hidungnya. Duduknya mulai gelisah karena tidak terbiasa menunggu. "Kemana perempuan itu?!" Andra bergumam raut masam. "Sebentaaaar ... kantornya jauh dari sini, jam pulang kerja itu macet, Ndra …," celetuk Ricko menenangkan sang sahabat. Ricko berpikir kalau Andra pasti tidak sabar ingin segera bertemu dengan calon istri dengan ciri-ciri seperti yang sudah dia sebutkan tadi siang kepada om Salim. Walaupun Andra sudah beberapa kali bertemu Rena, pria itu tidak akan memperhatikan secara detail seorang gadis karena tembok di hatinya terlalu menjulang dibangun untuk makhluk bernama wanita. Setelah menyebutkan ciri-ciri fisik Rena tadi entah kenapa Ricko menangkap sinyal ketertarikan dari Andra. Selang beberapa menit kemudian dari dinding kaca besar di Cafe tersebut, Ricko dan Andra melihat Rena turun dari ojeg online dengan terbu
Malam itu Rena kembali diantar pulang oleh Andra dan Ricko, sesampainya di depan gang kosan, Andra memarkirkan mobil untuk menurunkan Rena."Terimakasih Pak Andra ... Terimakasih Pak Ricko,” ucap Rena sembari membuka pintu mobil lantas turun sebelum mendengar sahutan kedua pria tampan yang duduk di kabin depan."Ndra ... anter donk sampai depan kosannya! Masa lo enggak pengen tau kosan cewek lo? biar ibu kosnya juga tau kalo Rena punya pacar! Misi kita ‘kan dalam tahap mempublikasikan hubungan lo sama Rena." Ricko mengingatkan Andra yang kurang peka.Andra menghela napas panjang, walau enggan tak ayal pria itu turun dari mobil, mungkin ucapan Ricko masuk akal bagi Andra.Sebelum menikah tentunya ada tahap pacaran dan tahap ini yang sedang pria itu lalui bersama Rena guna meyakinkan semua orang kalau pernikahannya memang besar atas dasar cinta bukan kontrak."Rena tunggu! Suara bariton sexy Andra menghentikan langkah Rena yang sudah masuk ke dalam gang."Ada apa Pak?" tanya Rena
Tok...Tok...CeklekSanti-sekretaris Andra masuk sembari berjalan melenggak lenggokan tubuhnya menghampiri Andra berharap bos tampannya itu akan tergoda oleh kemolekan tubuhnya yang seksi. "Ini dokumen yang Bapak minta dan Ini yang harus Bapak tanda tangani. Saya juga sudah melakukan pesan Bapak tadi pagi,” ujar Santi memberikan laporan."Oke terimakasih.” Tidak sekalipun Andra menatap Santi, mata dan jarinya sibuk mematuti layar MacBook, sedang menyiapkan presentasi untuk kliennya siang ini.Santi undur diri dari ruangan Andra membawa kecewa, bermacam cara dan usaha dia lakukan untuk menarik perhatian Andra tapi semua sia-sia.Santi memiliki angan-angan jalan hidupnya seperti tokoh utama wanita dalam drama Korea di mana dia dicintai oleh sang bos karena setiap hari mereka bersama.Namun sayangnya selama lima tahun menjadi sekertaris Andra, tidak ada tanda-tanda pria itu menaruh hati padanya.Santi menghela napas di depan pintu ruangan Andra yang telah tertutup, mungkin sud
"Bu Rena ada yang cari!” Pak Rahmat berseru dari ambang pintu kaca. Rena dan Mia sontak menoleh ke sana dan sudah bisa dipastikan siapa yang mencari Rena. Siapa lagi kalau bukan calon suami pura- puranya."Terimakasih, Pak!” Rena menyahut.“Aku pulang duluan ya Miaku sayang." Rena mengecup pipi Mia lalu bergegas keluar kantor.Teman-teman kantor Rena dibuat penasaran dengan siapa yang mencari Rena karena tahu kalau Rena tidak memiliki keluarga di Jakarta.Terlebih tadi siang Rena baru saja mendapat buket bunga. Berbondong-bondong teman sekantor Mia mengintip melalui pintu kaca, semuanya melihat Rena masuk ke dalam mobil sedan Eropa mewah keluaran terbaru berwarna hitam."Tuuuh ‘kan, pasti om-om …," celetuk Erin tanpa perasaan.Sontak Erin mendapat tatapan kesal dari semua teman sekantornya kecuali Dini dan tepat ketika mobil itu menghilang dari pandangan, mereka semua barulah membubarkan diri.***"Enggak sama Pak Syam, Mas?" Rena memulai pembicaraan karena sudah lima bela