Terduduk di ujung tebing dengan pemandangan langit jingga di sore hari membuat pria berambut ikal tersenyum, apalagi suara air terjun di bawah sana menambah kesyahduan alam.
“Masih meratapi kebodohanmu, ha?” Suara interupsi membuat Romeo berdiri dan sigap. Siapa yang berani-berani mengganggu waktunya.
“Kau melewati batas wilayah!” tegas Romeo melihat pria berjubah hitam yang masih menyender di batang pohon. Tatapan hina yang pria itu
Rena hanya bisa terdiam menatap Jordan. Sedikit tak menyangka memang, kedekatannya yang bisa dihitung dengan jari-jari malah membuat pria itu begitu yakin ingin hidup bersama. Bagaimana bisa seorang Jordan memberikan kepastian untuk seorang perempuan yang tidak jelas asal usulnya.Mulutnya terkatup rapat saat wajah Jordan dengan perlahan mendekatinya. Wangi yang menguar dari parfum mewah pria itu membuat Rena mengepalkan tangannya. Pipinya masih ditangkup dan matanya tak lepas dari manik cokelat nan tajam.
Romeo hanya memberikan senyum tipis pada adiknya. Ia tak akan pernah menjilat ludahnya sendiri. Berikan ia sanksi jika melakukan hal itu. Menurutnya, sampah tetaplah sampah. Meski didaur ulang sekalipun tetap saja akan berstatus sebagai barang buangan. Apakah menurut kalian Romeo jahat? Tidak, bahkan ia bisa melakukan hal yang lebih kejam dari ini. Seharusnya Rena tahu statusnya dan jangan pernah mengusik hidup siapa pun termasuk seluruh pria di pack ini. Jangan jadikan alasan karena ia seorang wanita untuk membuat semua orang mengasihaninya.
Romeo kembali tak menyangka bahwa ia bisa berbicara seperti itu tepat di hadapan Rena. Apalagi Jade yang langsung menenangkan diri di sudut paling dalam. Jantung Romeo berdetak kencang, juga darahnya berdesir dengan hebat. Tangannya yang berada di saku jaket terkepal kuat.Jika memang seperti ini rasanya menolak pasangan. Aku tak akan sanggup! Pikirannya seketika kalut, buliran keringat sudah membasahi kening Romeo.
Pasangan kekasih dengan santai memasuki kafe klasik yang ada di jantung kota Manaus. Tak lupa sang wanita menggamit erat lengan pria agar bisa tetap berdampingan saat berjalan. “Ben, apa kau yakin dengan pilihanmu?” tanya wanita itu saat pinggangnya juga didekap kuat.Sedangkan yang ditanya hanya bergumam sambil mencium pelipis kekasihnya.“Reservasi atas nama Ben
Romeo menghirup napasnya yang berat, tangannya bertolak pinggang. "Aku tak tahu apa yang kau minum hingga membuatmu mabuk sebegini parahnya. Dan aku tekankan sekali lagi padamu Nona bahwa aku bukan matemu!" ujar Romeo dengan menggebu. Evora menatap Romeo dengan memelas ia tak menyangka pimpinan kaum immortal sebegini jahatnya. Sedangkan Romeo yang melihat itu semakin jengah dan memutar bola matanya.
Candala memiliki arti sebagai rendah diri. Sama seperti dengan perasaan Rena saat ini, perasaan tak layak yang menaunginya membuat ia semakin menjauh dari teman-teman lainnya. Tak tersentuh apalagi tak terlihat. Penolakan secara terang-terangan yang dilakukan oleh Romeo seminggu lalu masih sangat membekas dalam ingatan. Bagaimana ia sangat jelas melihat mimik wajah pria itu yang begitu tegas dalam mengucapkan segala kata yang dikeluarkan. Aku melepa
[Hari Minggu di Perbatasan Jerman – Belgia.]Ben berlari sambil menggandeng Rena kecil. Kaki mereka terseok-seok, dan telinganya masih mendengar suara samar dan juga gonggongan anjing para pemburu itu. Tangan putih pucat Rena terus saja mengeluarkan keringat, tak paham apa yang sebenarnya terjadi pada keluarganya. Yan
Evora senang. Sebulan ini kebiasaannya adalah mengganggu si Beta kaku. Setiap pagi dan menjelang malam ia selalu berkunjung ke penginapan Romeo. Seperti pagi ini misalnya, dengan masih memakai baju piama, ia membuka apartemen Romeo seolah itu adalah hal yang biasa. Pertama-tama hal yang harus Evora lakukan adalah menyiapkan kopi beserta sarapan rendah gula yang diminta secara tak langsung oleh pria itu sendiri. Evora tahu, menjaga stamina yang dimiliki seorang Beta tak serta merta menjadikan Romeo mengo