Share

06. Aku Takut, Mas

Gala berjalan cepat menuju rumahnya. Raut panik tercetak jelas di wajah tampannya.

"Nabella! Kamu di mana, sayang?" ujar Gala sembari menengok ke sana kemari untuk menemukan sang istri.

"Astaga! Bella!" pekik pria itu ketika mendapati sang istri masih di dalam kamar mandi dengan posisi memeluk erat lututnya di bawah shower. Meringkuk dengan wajah pucatnya.

Dengan cepat Manggala Bimantara mematikan shower dan mengambil handuk. Melilitkan pada tubuh sang istri yang kini mengigil kedinginan.

"Bel, kamu tidak apa-apa?" ujar Gala yang merasa bersalah karena telah meninggalkan Bella sendirian begitu saja.

Bibir tipis dan pucat itu mulai sedikit terbuka.

"D–dingin," ujar Bella.

Tanpa pikir lama lagi Gala segera mengangkat tubuh istrinya. Membawanya keluar, lalu meletakkan tubuh Bella di atas ranjang. Berjalan cepat ke arah walk in closed untuk mengambil baju hangat untuk istrinya itu.

Manggala Bimantara, pria itu terlihat sangat telaten dan lembut merawat sangat istri. Membuatkan teh hangat untuk sang istri, dan kini ia memeluk erat istrinya itu. Sesekali mengecup kening Bella.

"Kenapa kamu menyakiti dirimu sendiri, Bel?" ujar Gala setelah merasa jika istrinya jauh lebih baik saat ini. Sungguh, pria itu takut jika istrinya sakit.

"Aku takut," ujar Bella masih terdengar sedikit lemas. "Maafin aku, Mas. Aku benar-benar minta maaf, jangan tinggalkan aku, aku takut." Ucapan Bella terdengar lirih dan serak. Gala yakin jika istrinya itu akan menangis.

Gala kembali mengeratkan pelukannya. Mengusap hangat lengan sang istri. "Maafkan aku, Bel. Nggak seharusnya aku tak meninggalkanmu sendiri," ucap Gala merasa bersalah.

"Jangan pergi, Mas." Pinta Bella.

Gala menggelengkan kepalanya. Lantas mengecup kembali puncak kepala sang istri.

"Tidak sayang. Aku selalu bersamamu."

Gala menundukkan wajahnya, meraih tengkuk sang istri agar mendongak menatap ke arahnya.

"Maafkan aku, Bel. Aku terlalu egois," ungkap pria itu sembari mengucap lembut pipi sang istri.

Salah satu tangan Bella mulai naik, wanita itu pun melakukan hal yang seperti suaminya.

"Beri aku waktu lagi, Mas. Biarkan aku menikmati impianku sedikit lagi," ucap Bella meminta pengertian Gala.

Gala tersenyum tipis.

"Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, Bel. Mulai sekarang aku tak akan memintamu untuk meninggalkan impianmu lagi," ucap pria itu dengan tersenyum lembut. Sungguh melihat Bella dalam keadaan pucat seperti itu sudah membuatnya takut. Ia tak ingin istrinya merasa bersalah dan menghukum dirinya sendiri seperti itu lagi. Gala sangat menyayangi istrinya.

"Terima kasih, Mas. Aku mencintaimu," ucap Bella dengan senyuman manisnya.

"Aku lebih mencintaimu, istriku." Balas Manggala Bimantara yang kemudian mendaratkan bibirnya pada permukaan bibir sang istri sebagai bentuk memulainya kegiatan malam panas keduanya.

Gala tidak bisa marah terlalu lama pada Bella. Wanita itu selalu bisa membuatnya kembali meredam amarah.

*****

"Apa kamu baik-baik saja, Nak? Wajahmu pucat hari ini," ujar seorang wanita paruh baya yang kini tengah terduduk di ranjang rumah sakit itu.

Gadis cantik yang kini tengah memakai seragam sekolah dan menggunakan sweater itu tampak tersenyum.

"Aku baik-baik saja, Ma." Ujarnya yang tak lain adalah Aleeya Saraswati.

Aleeya memutuskan untuk mengunjungi ibunya hari ini sebelum berangkat kuliah. Ia tak bisa tidur semalam, lalu ia memilih mengunjungi sang ibu pagi-pagi sekali. Berharap mendapatkan ketenangan ketika melihat sang ibu.

Sebenarnya Aleeya ingin menjaga ibunya setiap waktu, namun ibunya pasti curiga darimana ia mendapatkan uang untuk membayar biaya perawatan sang ibu. Aleeya terpaksa berbohong jika dirinya bekerja sebagai ART di rumah dosennya, Manggala Bimantara.

Ya, meskipun pembantu dalam arti yang lain. Namun, Aleeya tidak bisa sekedar menumpang di apartemen mewah itu bukan? Ia juga harus membersihkannya, meskipun kerap kali Gala melarangnya.

"Kamu tidak ingin pesan sarapan terlebih dahulu?" ujar sang ibunya sembari memperhatikan putrinya itu yang tengah bersiap–siap dengan tas kuliahnya.

Aleeya menggeleng. "Aku bisa sarapan di kantin fakultas," ucap gadis dengan gigi kelinci itu.

Mendengar hal itu, tiba-tiba saja raut wajah ibu Aleeya berubah sendu.

"Maafkan Mama yang tak bisa merawatmu seperti sebelumnya, Aleeya." Ucapnya dengan sorot mata sangat bersalah pada putrinya.

"Ma!" Sahut Aleeya dengan cepat. Gadis itu berjalan menghampiri sang ibu. Lalu mendudukkan dirinya di kursi samping ranjang ibunya. Meraih telapak tangan kanan sang ibu dan menggenggamnya erat.

"Jangan meminta maaf, lagipula aku sudah besar, hm."

"Bahkan aku sudah bisa memasak nasi goreng sendiri," ujar Aleeya sembari memberikan cengiran lebarnya.

Wanita paruh baya itu terkekeh gemas. Mengusap kepala putrinya dengan lembut.

"Cantik dan pintarnya putriku," ujar nya sembari tersenyum menatap sang putri yang kini sudah tumbuh dewasa.

Keduanya tampak hanyut dalam senyuman masing-masing. Aleeya bahagia melihat ibunya tertawa seperti itu. Mengingat betapa tersiksanya sang ibu dengan segala perawatan rumah sakit hingga membuat rambutnya kini telah habis.

Di sisi lain Aleeya merasa bersyukur, meskipun dengan cara kotor seperti itu ia mendapatkan uang. Namun ia masih bisa melihat ibunya tersenyum seperti ini ia merasa bahagia.

Kadang Aleeya berpikir, mengapa harus ibunya yang menjalankan kesakitan seperti ini. Jika bisa, Aleeya ingin bertukar tempat dengan sang ibu.

"Bagaimana dengan Pak Gala? Kamu tidak menyusahkannya, bukan?" tanya sang ibu tiba-tiba. Membuat Aleeya sedikit tersentak di tengah lamunannya.

"Eh, justru Pak Gala sangat bangga dan berterimakasih padaku, Ma!" ucap Aleeya sedikit terbata-bata namun terlihat percaya diri. Tentu saja Maggala Bimantara harus bangga padanya. Bahkan ia harus rela mengangkang berjam-jam demi kepuasan pria itu.

"Ngomong-ngomong, Pak Gala sudah lama tidak datang kesini. Apa ia sibuk?"

Mata Aleeya sedikit terbelak mendengar pertanyaan ibunya yang satu ini. Memang benar, jika Pak Gala pernah menjenguk ibunya beberapa kali. Namun, sepertinya ini adalah kali pertama sang ibu bertanya tentang keberadaan Pak Gala padanya.

"Istrinya pulang, Ma. Mungkin Pak Gala sedang menghabiskan waktu bersama istrinya," ucap Aleeya sembari tersenyum meskipun dalam hatinya merasa nyeri ketika mengatakan hal itu.

"Ah, sayang sekali Pak Gala sudah memiliki istri."

Mata Aleeya membola lebar. "Ish. Apa yang Mama harapkan, huh?"

Sang ibu justru terkekeh pelan. "Em, Mama hanya berpikir jika Pak Gala terlihat menyukaimu."

Aleeya menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin, Ma. Lagipula Pak Gala sudah memiliki istri seorang model yang sangat cantik, tidak mungkin tertarik pada gadis biasa sepertiku," ucapnya menahan sesak yang tiba-tiba saja datang mengusik hatinya.

"Tapi Mama—"

"Ma," potong Aleeya dengan cepat.

"Berhentilah berpikir tentang hal-hal yang tak mungkin. Fokus saja kesembuhan Mama, lagipula aku sudah rindu tidur bersama Mama di rumah kita," ucap Aleeya sembari memeluk ibunya itu.

Ibu Aleeya tampak menghela nafasnya pasrah. "Maafkan Mama, Sayang. Mama hanya berpikir harus ada orang lain yang bisa menjagamu selain Mama," ujarnya sembari mengusap pelan puncak kepala putrinya.

Aleeya mendongak dengan cepat.

"Ma!" pekik Aleeya dengan mata yang menatap sang ibu tak suka. "Apa yang Mama katakan, huh? Mama tidak akan pergi ke mana-mana. Mama yang akan selalu menjagaku," ujarnya kembali memeluk sang ibu, kali ini pelukannya jauh lebih erat.

"Jangan katakan apapun lagi, Ma. Itu membuatku takut," ucap Aleeya tak berbohong. Ia hanya memiliki sang ibu di dunia ini. Ia tidak ingin ibunya berpikir macam-macam, termasuk berpikir jika suatu hari sang ibu meninggalkannya. Ia tak mau!

"Maaf, Mama tidak akan berkata seperti itu lagi." Ujar ibu Aleeya sembari membalas pelukan putrinya.

"Semester depan aku mulai skripsi, dan akan lulus dengan cepat. Mama harus sembuh agar bisa datang ke acara wisudaku." Ucap Aleeya dengan suara pelan dan manjanya. "Aku sangat menyayangimu, Ma."

"Mama juga sangat menyayangimu, sayang."

Demi kesembuhan sang ibu, Aleeya rela melakukan apapun. Menjual dirinya demi kesembuhan sang ibu, ia rela melakukannya. Perbuatan kotor seperti yang ia lakukan saat ini memanglah terlihat hina. Hanya saja, semesta memang sekejam itu padanya.

Rasanya Aleeya ingin sekali menangis dengan keras setelah dirinya melayani pelanggan lamanya ataupun Manggala Bimantara. Mengapa takdir yang harus ia jalani tak ada bagusnya sama sekali? Membuatnya berada di titik paling rendah seperti dan memberinya pilihan sulit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status