LOGINRiri dan Lili adalah saudara kembar identik. Hanya saja tubuh sang adik mengalami masalah kesehatan. Sehingga kedua orang tua lebih memprioritaskan Lili di atas segalanya. Hal itu yang membuat si bungsu menjadi egois dan merebut apapun yang dimiliki si sulung. Riri senantiasa sendirian dan kesepian. Puncak penderitaan yang harus dialami adalah ketika dia dipaksa menikah dengan Ansel, adik ipar sekaligus teman dan cinta pertama. Semua itu hanya untuk mempertahankan rumah tangga Ansel dan Lili. Lantaran Lili tidak bisa hamil.
View More"Riri, kamu menikahlah dengan Ansel," kata David membuka suara.
"Tadi Papa bilang apa?" tanya Riri ulang. "Apa yang Papa katakan tadi belum jelas. Kamu ini punya telinga atau nggak sih," sindir Azumi. "Maaf, Ma. Riri tadi pasti salah dengar. Tidak mungkin kan, Papa menyuruh Riri menikah dengan Ansel?" sahut Riri tertusuk dengan perkataan Azumi. "Apa yang kamu dengar tidak salah. Memang itu yang Papa kamu katakan." "Maksud Mama dan Papa apa? Riri tidak mengerti?" tanya Riri dengan wajah bodoh. Bodoh mendengar permintaan konyol dan tidak masuk akal. "Kamu menikahlah dengan nak Ansel," ulang David. "Menikah dengan Ansel?" "Iya." "Bagaimana Riri bisa menikah dengan Ansel, Pa. Ansel itu suami Lili, adik kandung Riri sendiri," tolak Riri tidak percaya. "Kamu jangan khawatir, pernikahan itu hanya sementara," sahut Azumi. "Sementara?" tanya Riri yang semakin tidak tahu kemana arah pembicaraan kedua orang tuanya. "Ya, kamu menikah dengan Ansel …." "Kenapa Riri harus menikah dengan Ansel," kata Riri dengan meremas kedua tangannya yang berada di lutut. "Kamu tahu, Lili tidak akan bisa mempunyai anak," ucap Azumi. "Apa hubungannya Lili tidak bisa mempunyai anak dengan Riri yang harus menikah dengan Ansel, Ma?" "Karena Lili tidak bisa mempunyai anak, maka kamu lahirkanlah anak buat mereka," kata Azumi seolah sedang menawarkan Riri mau makan siang apa. "Setelah anak itu lahir, kalian bisa bercerai," sambung Azumi. "Apa permintaan Mama tidak keterlaluan," ujar Riri tersenyum pahit. Lebih pahit dari yang pernah dialami selama ini. Apa tidak cukup mereka memberikan semua untuk Lili. Apa dirinya juga harus dikorbankan. "Apanya yang keterlaluan, Lili itu saudara kembar kamu. Sudah seharusnya kamu bisa membantu dia." "Maaf, Ma. Kali ini Riri tidak bisa mengabulkan permintaan Mama dan Papa," kata Riri membendung air mata yang ingin keluar. "Apanya yang tidak bisa. Kamu tinggal menikah dengan Ansel. Setelah anak itu lahir, kamu bisa kembali menjalani kehidupan kamu kembali. Mereka juga akan menjalani hidup mereka sendiri." "Apakah pernikahan di mata Papa dan Mama hanya sebuah permainan. Mengapa dengan begitu mudah Papa dan Mama menyuruh Riri menikah, menyuruh Riri menyerahkan anak kandung Riri. Terus Riri ditinggalin begitu saja. Apa artinya Riri ini untuk Papa dan Mama," kata Riri tidak sanggup lagi menahan air mata yang keluar dari kelopak mata. "Riri, Papa tahu ini cukup berat buat kamu. Tapi, jika kedua orang tua Ansel tahu kalau Lili tidak bisa hamil, itu bisa mengancam kehidupan rumah tangga mereka berdua. Kamu tahu kan, selama ini keluarga kita bisa menikmati kemewahan seperti ini berkat dukungan kedua orang tua dari Ansel. Kalau suatu saat mereka bercerai, pasti kita akan kembali jatuh miskin. Apa kamu mau jatuh miskin?" ujar David memotong perkataan Riri. "Maaf, Riri tetap tidak bisa," tolak Riri dengan tegas dan kecewa kepada kedua orang tuaAzumi "Mama tidak mau ada penolakan," bantah Azumi. "Riri tetap tidak mau menikah dengan Ansel. Jika Riri melakukan itu, maka Riri sama saja dengan menghancurkan kehidupan Riri sendiri." "Jadi kamu tega melihat kehidupan keluarga adikmu hancur, termasuk kedua orang tuamu," ucap Azumi membalas perkataan Riri. *** Beberapa jam yang lalu. "Apa Dokter? Ini tidak mungkin kan!" seru Lili membuang hasil laporan kesehatan yang ditunjukkan oleh dokter. Kedua pipi sudah dibasahi oleh air mata. Mata yang memerah karena sembab. Bibir yang bergetar. Tidak hanya bibir, begitu pula dengan seluruh tubuhnya Ansel segera menarik Lili ke dalam pelukan. Menenangkan sang istri jika semuanya baik-baik saja. Hatinya ikut terluka mendengar hasil laporan kesehatan tersebut. Lili dinyatakan tidak akan bisa mempunyai anak. Resikonya terlalu tinggi dan bisa membahayakan nyawa sang ibu dan janin. Sedangkan untuk hasil pemeriksaan dia sendiri semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah. Jika bisa memilih, Ansel ingin posisi itu diganti saja dengannya. Dia tidak suka melihat air mata yang mengalir dari pipi orang yang dicintai. Sekaligus istri yang sudah dinikahi selama dua tahun. 'Ya Tuhan, kenapa semua ini harus terjadi pada istriku. Kenapa Engkau tidak menghukum hamba saja. Apa kesalahan kami di masa lalu, Tuhan. Kenapa Engkau memberikan b kami cobaan seberat ini,' jerit Ansel dalam hati. "Maaf Bu, laporan ini sudah benar. Kami sudah cek beberapa kali. Walaupun Ibu cek ke rumah sakit lain, hasilnya akan tetap sama. Dengan rahim lemah dan ditambah kondisi Ibu yang memang lemah sejak lahir, kemungkinan Ibu bisa melahirkan dengan selamat sangat kecil. Jika dipaksakan bisa fatal." "Tidak! Ini tidak mungkin!" teriak Lili memukul badan Ansel. Dimana dia masih berada dalam pelukan sang suami. "Apa tidak ada cara lain agar istri saya bisa hamil, Dok?" tanya Ansel mengeratkan pelukan. "Maaf Pak, istri Bapak sudah lemah sejak dia lahir. Dia juga memiliki riwayat penyakit jantung. Sangat mustahil jika istri Bapak bisa memiliki keturunan. Jika istri Bapak memaksakan diri untuk hamil, taruhannya nyawa. Istri Bapak tidak akan bisa bertahan lama. Kemungkinan anak itu selamat juga kecil" Hati Ansel kembali terpukul. Dia begitu mencintai Lili. Sekarang Lili dinyatakan tidak akan bisa memiliki anak. Mereka sudah menunggu sang buah hati selama dua tahun. Anak yang diharapkan dalam sebuah pernikahan. "Ansel, aku … aku ingin pulang," ujar Lili dengan lemah. Sekilas melirik raut wajah Ansel. "Iya sayang. Kita pulang ya," sahut Ansel lembut menghapus sisa air mata. "Aku ingin pulang ke rumah orang tuaku," lanjut Lili mengalihkan pandangan saat kedua bola mata mereka sempat bertatapan. Pandangannya menunduk memperhatikan kancing baju kemeja yang dikenakan Ansel. "Baiklah, jika itu yang kamu mau. Kita akan pulang ke rumah orang tua kamu." Ansel menghela nafas berat. Selama sang istri merasa lebih baik, dia akan menuruti semua kemauannya. Mereka tidak jadi pulang ke rumah orang tuanya, rumah yang sering mereka tempati selama mereka sudah menikah. Namun, tidak jarang juga mereka menginap di rumah orang tua Lili. Bersambung ...."Kalau begitu, mulai detik ini kamu tidak perlu masuk kerja lagi," perintah Lili."Apa? Aku tidak boleh masuk kerja?" tanya Riri tercengang.Riri sudah bersusah payah memperjuangkan kinerja selama ini. Dia baru menjabat sebagai manajer, mana mungkin dia mau membuang semua usahanya begitu saja."Iya," balas Lili tanpa rasa salah sedikit pun. "Tidak Li, kali ini aku tidak mau. Aku tidak bisa menuruti keinginan kamu," tolak Riri menggelengkan kepala. "Kamu jangan keras kepala. Baru awal hamil saja, kamu sudah pingsan begini. Apa kamu mau terjadi apa-apa dengan bayi yang ada di dalam perut kamu?""Aku janji Li, aku akan menjaga anak ini dengan baik. Lain kali aku tidak akan ceroboh dan memaksa diri lagi," terang Riri sambil memohon. "Halah, aku tidak percaya sama kamu. Pokoknya kamu segera keluar dari kantor itu. Aku tidak mahu tahu, titik," kata Lili tidak mau dibantah. "Aku tetap tidak mau Li. Aku baru saja diangkat menjadi manajer di sana. Mana mungkin aku keluar, Li. Aku mencapai
"Bagaimana kalau minggu depan kita mengkabari mereka kalau kita akan segera punya anak?" usul Lili "Apa mereka tidak akan curiga tentang kebohongan ini?""Kamu tenang saja Ansel. Sekarang kan tidak ada bedanya kalau aku mengaku hamil. Perut orang hamil tidak mungkin langsung membuncit. Jadi orang tua kamu tidak akan curiga. Nanti kalau usia kehamilan diatas empat bulan, baru aku tidak boleh bertemu dengan kedua orang tuamu. Supaya orang tua kamu percaya. Bagaimana?" tanya Lili bersemangat."Baiklah, minggu depan kita akan memberitahu kabar ini. Mereka pasti terkejut.""Aku tidak sabar menunggunya.""Aku juga tidak sabar bayi itu akan lahir," sahut Ansel.Lili rada sedikit kesal Ansel berkata menunggu bayi itu lahir. Dia harus mengubah topik agar Ansel bisa memikirkan topik lain. Terlalu malas mengungkit tentang kehamilan Riri."Apa kamu tidak kembali ke kantor?" tanya Lili agar Ansel segera pergi dari sana."Aku khawatir dengan Riri. Aku mau tunggu dia bangun saja," jawab Ansel."Kam
"Selamat ya, Kakak anda saat ini sedang hamil. Isinya sudah memasuki dua bulan. Jadi untuk sementara dia tidak boleh terlalu lelah. Tolong kurangi aktifitas yang memberatkan. Termasuk beban pikiran.""Apa? Hamil?" tanya Lili dan Ansel barengan.Mereka sangat senang mengetahui Riri sedang hamil. Ansel tidak menduga jika dia akan menjadi seorang ayah. Sedangkan Lili senang karena dia bisa segera menjauhkan Ansel dan Riri lebih cepat. Sekarang kesempatan Riri untuk cari perhatian dari Ansel darinya akan hilang. Dia tidak sabar menunggu tujuh bulan lagi. Setelah itu, mereka tidak perlu melihat Riri lagi.'Akhirnya Riri hamil juga. Sekarang keluarga Ansel akan menerima aku dengan baik.'"Aku beneran hamil?" tanya Riri yang sudah siuman. Dia sempat mendengar perkataan dokter."Selamat ya Bu. Usia kandungan Ibu sudah menginjak dua bulan," ucap dokter memberikan selamat kepada ibu pasien seperti biasa.Riri masih tidak percaya dengan perkataan dokter. Dia tidak menyangka akan hamil secepat it
"Oh, ini. Aku mau menyerahkan dokumen kamu yang tertinggal. Aku tidak sengaja melihatnya saat kamu ke kamar mandi. Jadi ini ketinggalan, aku hanya mau mengantar dokumen ini. Aku pikir dokumen ini penting," terang Lili sambil menyerahkan dokumen ke Ansel."Syukurlah dokumennya sudah ketemu. Aku mencari ini dari tadi," sahut Ansel lega.Ansel menerima dokumen yang diserahkan oleh Lili. Membuka dokumen untuk melihat isinya ada yang hilang atau tidak."Tadi kenapa kamu terburu-buru? Apa kamu mau pergi?" tanya Lili menatap Ansel dengan lekat.Ansel kembali teringat dengan Riri. Dengan sembarang melempar dokumen itu ke atas meja. Hampir lupa dengan keadaan Riri. "Ayo kita pergi," ajak Ansel menarik tangan Lili."Kita mau kemana. Kenapa kamu terlihat panik?" tanya Lili kesusahan mengikuti langkah kaki Ansel yang besar. Ditambah kedua kaki menggunakan high heel."Tadi ada yang ngabari aku, Riri tiba-tiba pingsan di kantor," ajak Ansel.'Riri pingsan? Kok bisa? Apa jangan-jangan Riri sudah ha






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.