Hendro segera mengangkat tangan untuk mengusap air mata Ariana. "Nak, begini saja. Paman akan belikan kamu yang baru, gimana?"Ariana menggelengkan kepala. "Aku nggak mau. Aku cuma mau yang dikasih sama Mama ...."Ini pertama kalinya Hendro menenangkan anak kecil. Dia terlihat benar-benar gugup dan bingung. "Nak, kalau begitu di mana mamamu? Paman akan bantu cari mamamu sekarang."Ariana menjawab sambil terisak, "Mamaku nggak ada di sini ...."Hendro kehabisan akal. "Nak, sini. Paman gendong kamu untuk cari orang tuamu ya?"Hendro pun menggendong Ariana. Tubuh mungil dan ringan itu berada dalam pelukannya dengan sangat pas dan stabil.Ariana memandang ke arah Hendro. Air matanya yang tadi mengalir perlahan berhenti. Dia merasa paman ini sangat tampan. Dia menggendongnya tinggi sekali, bahkan lebih tinggi dari Eddy."Nak, kalau mamamu nggak ada di sini, di mana papamu? Kamu nggak mungkin keluar sendirian, 'kan?"Ariana menjawab, "Paman Ganteng, aku nggak keluar sendirian."Saat itu, ter
Hendro tiba di Negara Fordan. Setelah tiga tahun tidak terlihat, fitur wajahnya yang tampan kini terlihat makin tegas seolah digambar dengan detail. Jas yang dipotong rapi membingkai sempurna pinggangnya yang kekar. Dia melangkah mantap di dalam aula bandara. Auranya yang seperti eksekutif kelas atas yang kuat dan berwibawa, membuat orang-orang yang lewat tak henti-hentinya menoleh ke arahnya.Sutinah berjalan di belakang Hendro sambil melaporkan dengan suara pelan, "Pak Hendro, sudah kami periksa, nggak ada kabar tentang Nona Wenny di sini. Nona Wenny nggak berada di Negara Fordan."Hendro melangkah ke depan jendela besar yang menjulang tinggi. "Selama tiga tahun ini, aku sudah mengunjungi banyak kota dan pergi ke banyak tempat, semua itu kulakukan demi mencari Wenny. Tapi, seolah-olah dia lenyap dari dunia ini. Nggak peduli gimana aku mencarinya, aku tetap nggak bisa menemukannya."Tiga tahun lalu, Wenny pergi dengan mobil mewah milik Eddy. Sejak saat itu, dia tidak pernah kembali.S
"Aku belum memutuskannya."Eddy mengeluarkan sebuah undangan berlapis emas. "Wenny, jangan tunggu-tunggu lagi. Besok saja kita berangkatnya. Di ibu kota, akan diadakan sebuah pesta elite yang sangat bergengsi. Total 100 orang teratas dari daftar Vorbes telah diundang. Semua tamu adalah orang-orang berpengaruh dan terpandang. Ini undangan untukmu."Wenny menerima undangan berlapis emas itu dan membukanya. Di dalamnya, tertulis nama Jolin."Bos besar dari grup farmasi terbesar di dunia, Jatera, Jolin, akan hadir di pesta elite ini. Kabar itu sudah tersebar luas. Kehadiranmu akan menambah kilau paling memukau dalam pesta penuh kemewahan ini. Wenny, gunakan saja kesempatan ini untuk pergi ke ibu kota."Jolin adalah nama samaran Wenny. Dia adalah bos besar di balik grup farmasi Jatera.Wenny tidak langsung menolak, tetapi tatapannya mengarah pada Ariana yang sedang duduk tak jauh dari sana. Seorang pengasuh dari Filipin tengah menemani Ariana menggambar. "Tapi kalau aku pergi ke ibu kota, g
Tiga tahun kemudian.Negara Fordan.Di sebuah vila megah ala Eroska, Wenny tengah berbaring di atas ranjang. Bulu matanya yang panjang dan lentik terpejam tenang. Wajah mungilnya yang seukuran telapak tangan terlihat seputih salju dengan semburat merah muda. Kesannya begitu lembut sehingga membuat siapa pun ingin menggigitnya.Tirai jendela berwarna emas menjuntai menyentuh lantai. Sinar matahari hangat dari luar menembus masuk dan memenuhi ruangan dengan kehangatan.Saat itu, terdengar suara. Pintu kamar terbuka, lalu seorang anak kecil mungil berlari masuk dan memanjat ke ranjang. Dia mendekatkan wajah kecilnya ke wajah Wenny dan mendaratkan satu ciuman kuat, lalu bersuara imut, "Ting tong, ting tong. Layanan bangun pagi dengan ciuman dari Ariana sudah dimulai. Mama harus bangun sekarang ya ...."Ariana kini berusia tiga tahun. Tiga tahun lalu setelah kembali ke Negara Fordan, Wenny melahirkan putrinya, Ariana.Ariana mengenakan gaun putri berwarna merah muda. Wajahnya cantik dan men
"Sejak kecil aku sudah menderita penyakit jantung. Aku bukan orang yang sempurna. Aku harus bersusah payah untuk menemukan Ayah, tapi Ayah nggak sayang padaku. Jadi, aku cuma bisa menggunakan cara-cara rendah untuk merebut kasih sayang Ayah!"Air mata Hana mengalir deras seperti hujan. Dia benar-benar sangat sedih.Morgan memandang Hana dengan perasaan rumit. "Hana, sebenarnya kamu nggak perlu melakukan semua itu. Ini semua salah Ayah. Aku yang sudah mengabaikan perasaanmu ....""Ayah, kita sudah berpisah selama bertahun-tahun. Aku pikir setelah kita bertemu lagi, Ayah akan baik padaku, menyayangiku seorang, dan mencintaiku tanpa syarat. Tapi ternyata, itu semua cuma harapanku sendiri. Ibuku sudah meninggal sejak lama. Sekarang, aku mau menyusul Ibu. Aku mau bilang padanya bahwa Ayah sebenarnya nggak pernah sayang padaku!"Begitu mendengar Hana menyebut tentang ibunya, dada Morgan terasa sakit. Sorot matanya yang dalam dan rumit perlahan mulai menjadi lembut. Dia maju beberapa langkah.
Wenny menatap Morgan. "Kenapa Landy tiba-tiba meninggal? Kenapa dia tiba-tiba menabrakkan diri ke dinding?"Morgan menjawab, "Aku sendiri juga kurang tahu."Wenny menunduk dan memandangi tubuh Landy yang sudah tidak bernapas, di hatinya tetap terasa sedih. Meski Landy tidak pernah memberinya kasih sayang seorang ibu, bahkan terus-menerus menyakitinya, dia sama sekali tidak pernah berniat mencabut nyawa Landy.Pelan-pelan, sudut mata Wenny yang putih bersih mulai memerah, lalu menjadi basah. Air matanya jatuh satu per satu dalam bulir-bulir besar.Saat itu, terdengar suara kepala pelayan dari luar ruangan. "Tuan Morgan, gawat. Ada masalah besar!"Morgan menatap ke arah kepala pelayannya. "Ada apa?"Kepala pelayan itu berkata, "Tuan Morgan, Nona Hana tiba-tiba menghilang."Apa?Hana menghilang?Morgan segera berlari keluar dan menuju kamar Hana. Kamar itu kosong. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Hana."Hana! Hana!" Morgan menoleh ke arah kepala pelayan. "Kapan Hana menghilang?""Tuan Mor