Home / Horor / DANYANG / Danyang, Penguasa Kerajaan Ghaib

Share

Danyang, Penguasa Kerajaan Ghaib

Author: ChiHi
last update Last Updated: 2022-12-01 11:38:08

"Siapa itu Danyang?" tanya Dayu.

Dokter muda itu diam, seperti menyesal telah bertanya.

Tak ada obrolan lebih lanjut, karena pembicaraan dokter dengan Anis juga sudah selesai. Dokter muda itu sepertinya adalah calon dokter yang sedang menjalankan koas di rumah sakit itu, jadi begitu sang dokter pergi, dia pun mengikuti.

***

Dayu tertidur setelah minum obat, dan baru bangun setelah lewat jam lima sore. Saat dia bangun, Anis tak ada di kamar, tapi ada pesan dari kakaknya itu bahwa Anis harus pergi ke kantor polisi untuk membahas masalah kecelakaan dan menghilangnya orang tua mereka, sekaligus pergi ke rumah duka dari supir pengganti.

Selama sepuluh menit, Dayu hanya diam di dalam kamar, baru kemudian pergi ke kamar mandi untuk membasuh mukanya. Dia baru saja ingat, wajahnya belum tersentuh air sama sekali sejak sadar.

Merasa segar tapi kesepian, Dayu melangkahkan kaki keluar dari kamar rawatnya. Lukanya masih terasa nyeri, tapi Dayu mengabaikannya.

Suasana lengang karena tak banyak orang yang datang membesuk menjelang gelap. Dayu menyusuri lorong, mencoba mencari tempat yang bisa membuatnya merasa tak seperti orang sakit.

"Ke arah sini!"

Dayu membeku saat mendengar suara itu. Suara Dimas.

"Apakah kamu harus seketakutan itu pada orang yang sudah seminggu menjadi adikmu?" Dimas muncul dari belakang punggung Dayu dan segera menarik tangan Dayu.

Dayu sedikit tersentak saat tangan Dimas menyentuh tangannya. Rasanya sangat dingin, seperti menyentuh air yang membeku.

Dayu ingin berteriak, tapi suaranya sama sekali tak keluar. Dimas terus membawanya berjalan sampai ke sebuah ruang rawat.

"Dia di dalam. Dia pasti tahu sesuatu soal kecelakaan kita, mungkin dia juga tahu kenapa ayah dan bunda menghilang." Dimas berucap.

Mendengar apa yang Dimas katakan, rasa takut dan keterkejutan Dayu menguap. Segera, dia mengetuk pintu dan segera masuk ke ruangan itu.

"Oih, siapa kamu?" Seorang laki-laki muda, mungkin seumuran Dayu sendiri, bertanya dengan terkejut.

"Maaf, tapi ...," 

"Katakan kamu mencari dokter koas yang bernama Nala!" Dimas memberikan instruksi pada Dayu.

"Aku pikir, dokter Nala ada di sini, hehe hehe." Dayu mencoba bersikap senormal mungkin.

"Oh, kamu cari dokter Nala. Sebentar ya," cowok imut itu, yang meskipun perawakannya mungil menggemaskan sangat mungkin adalah dokter koas sama seperti Nala lantas menuju ke kamar mandi dan mengetuk, "La, ada yang cariin. Aku pergi duluan ya!"

***

Dayu kira, Nala akan menganggapnya gila saat mengatakan bahwa saudaranya -Dimas- yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri sekarang turut bersamanya, dan Dimas pulalah yang menunjukkan pada Dayu harus mencari siapa dan kemana. Tapi ternyata Nala bereaksi tenang dan tak menunjukkan keterkejutan apa pun.

Suasana ruang rawat kosong di lantai yang sama dengan ruang rawat Dayu itu sepertinya digunakan diam-diam oleh para dokter koas untuk beristirahat. Dayu tadi melihat dokter koas lain pergi dengan ransel besar.

"Mari bicara di tempat lain." Nala berucap, membawa tasnya dan pergi mendahului mereka.

Sampai mereka ada di lorong lantai pertama yang sepi, Nala berhenti dan membawa Dayu menuju ke taman.

"Apakah kamu bisa menghitung ada berapa orang di sini?" Nala bertanya, seolah sedang mengetes Dayu.

Mendapat pertanyaan seperti itu, Dayu sedikit kesal, tapi dia mengangguki apa yang Nala tanyakan.

"Tiga. Aku, kamu, dan Dimas!" Dayu menjawab dengan yakin.

Nala hanya tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Dimas.

"Lalu menurut kamu, Dimas. Ada berapa orang di sini?" Nala beralih tanya pada Dimas.

Bukam cuma Dayu yang terkejut  tapi juga Dimas. Mereka berdua sama-sama mengira Nala tak bisa melihat Dimas, sama seperti orang-orang yang sebelumnya Dayu temui saat berada di lorong, semua orang hanya menyapa Dayu dan Nala saja.

"Aku pikir kamu tak bisa melihatku." ucap Dimas.

Nala menggeleng, "Aku melihat kamu sejak kemarin pagi, aku tahu kamu berada di sekitar."

"Lalu kenapa tadi kamu mengabaikan aku?" tanya Dimas lagi.

"Aku akan tetap mengabaikan kamu ketika kita berada di tengah keramaian." Nala menjawab dengan begitu tegas.

"Kenapa?" Dimas bertanya dengan wajah heran.

"Aku sedang dalam perjalanan untuk menjadi seorang dokter, apakah kamu pikir aku harus membuat orang-orang berpikir aku gila?" Nala bertanya balik.

Dimas diam, lalu mengangguk.

"Ya, orang lain memang tidak bisa melihat aku, dan itu membuat aku bingung kenapa aku bisa ada di sini." terangnya.

Nala diam saja, lalu duduk di atas rerumputan yang cukup terawat meski tempat itu sepi sekali.

"Di sini, tidak hanya ada kita bertiga. Ada banyak sekali makhluk jika aku mau menghitungnya. Jika kalian tak bisa melihat mereka, itu artinya aku tak perlu terlalu khawatir. Ikatan antara kalian berdua dengan Danyang, berarti masih tipis." Nala berucap.

Dia merebahkan punggungnya, membuat Dayu dan Dimas bisa melihat penampang wajahnya yang halus dan lembut secara penuh. Nala dalam versi non dokter koas jauh lebih menawan karena dia telah melepas wajah tegas yang dipajang seharian.

"Siapa Danyang?" tanya Dayu, lantas duduk di samping Nala yang masih berbaring.

Nala mengangkat tangannya, lalu membuat gerakan seolah dia tengah menangkap sesuatu dari udara.

"Dia makhluk yang dipercaya menguasai suatu tempat sejak zaman dahulu kala. Setiap memasuki wilayahnya, kamu mungkin akan mengusiknya, dan sebagai balasannya, dia akan membuat kamu celaka. Tapi, ada juga yang mempercayai bahwa Danyang adalah makhluk yang menjadi raja di suatu tempat, dia memiliki kekuatan yang besar dari alam, dan dia bisa memberikan apa yang kamu mau." Nala berucap sambil memandangi langit gelap.

Lampu menyala dengan warna kekuningan, dan menciptakan suasana yang hangat.

"Apakah yang kamu maksud, dia bisa mengabulkan permintaan?" tanya Dimas.

"Makhluk penguasa wilayah itu, aku baru saja mendengarnya dari Anto, tapi apakah dia bukan makhluk jahat?" tanya Dayu, menambahi pertanyaan adiknya.

Nala mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan.

"Baik atau jahat, tidak ada yang benar-benar pasti. Dia mungkin bersifat abu-abu, sama seperti manusia. Hanya saja, kadang kita tidak tahu bahwa kita telah tanpa mengaja mengusiknya, lalu memulai sebuah peperangan dengannya. Orang-orang di sekitar kita, mungkin menjadi tumbal dari ketidaktahuan itu." Nala menjelaskan dengan nada lambat.

"Lalu, apakah kecelakaan keluarga kami ada hubungannya dengan Danyang? Kami hanya berniat mengunjungi kerabat yang lama tak bertemu dan pindah rumah. Ini bahkan kali pertama bagiku melewati hutan itu!" Dayu masih mencoba menjadi yang paling denial.

Nala diam untuk tiga detik.

"Aku juga tidak pernah mengusik Danyang, dan orang lain yang menjadi korban mungkin juga tidak pernah mengusiknya. Tapi, dari enam orang yang terlibat dalam kecelakaan itu, apakah kamu yakin tak ada satu pun yang sudah mengusik Danyang?" Nala bertanya balik, mencoba membuat Dayu berpikir lebih jauh.

"Apakah kamu tahu banyak soal Danyang?" Dimas kembali bertanya.

Nala menggeleng.

"Aku sama sekali tak tahu soal Danyang tempat itu. Mereka sama seperti pemilik rumah, dan aku tak pernah mengenal pemilik rumah yang kalian lewati itu. Tapi, aku pernah tahu Danyang lain yang menguasai sebuah tempat di desa tempat keluargaku tinggal. Kurang lebih, aku pikir mereka memiliki karakteristik yang sama. Seseorang mungkin tanpa sengaja meminta sesuatu di sana, lalu kalian menjadi pembayarannya. Itu adalah apa yang aku pikirkan ketika aku melihat ada benang merah menjerat leher kalian." tutur Nala, sambil mengarahkan tangannya ke leher Dayu.

Begitu Nala menarik tangannya lagi, dia memperlihatkan ada semacam benang merah nyaris transparan di sana.

"Dia sudah menandai korbannya." terang Nala.

*** 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DANYANG   Titik Mula

    "Apa maksudmu? Apa yang ada di sana?" Dayu bertanya pada sosok yang terus mengulang kata tunjuk yang sama itu.Dia tak merasa perlu untuk berpura-pura tak mendengar, karena dia yakin di dalam mobil itu bukan hanya dia yang mendengarnya."Di sana! Itu di sana!" Sosok gadis itu seolah tidak bisa memahami apa yang Dayu tanyakan, dia hanya menjawab dengan kalimat yang sudah dia ucapkan sebelumnya, dia ulang dan ulangi lagi saja."Hei!" Dayu merasa sedikit kesal sendiri sehingga dia langsung membentak sosok itu tanpa sadar.Nala terbangun karena suara bentakan Dayu, sementara sosok itu justru menghilang dari sana. Dalu tertawa dan terlihat senang sekali."Nah, seperti itu. Ketika kamu menunjukkan bahwa kamu juga bisa menjadi lebih kuat darinya, dia akan menyembunyikan dirinya darimu!" Dalu memuji apa yang baru saja Dayu lakukan, meski Dayu tak sengaja melakukannya."Ah, begitukah? Tapi, dia terus mengulang kalimat yang sama, menunjuk ke arah yang sama, menyebalkan sekali!" Dalu menyahut.N

  • DANYANG   Memutus Rantai

    "Hah? Bagaimana caranya aku memotong tangan makhluk ini?" Dayu bertanya dengan panik.Anehnya, Dalu terkekeh seolah semua itu hanyalah lelucon, sementara Nala menoleh dengan wajah tenangnya yang terlihat sedikit lebih pucat dari biasanya dan memberikan senyum yang membuat Kiana merasa nyaman."Tidak apa-apa. Setiap dari kita bisa memutus rantai jika kita mau!" Dalu berucap.Dayu menggelengkan kepalanya. Dia tak mengerti. Rasanya, hanya dengan mendengar apa yang Dalu katakan saja sudah terasa mengerikan.Wanita yang sudah bisa dikatakan dalam usia dewasa itu menunjukkan sikap yang sangat stabil. Dia tenang dalam situasi yang menurut Dayu bisa disebut genting atau tak menguntungkan sekalipun, sementara di saat yang lain dia bisa terlihat ceria dalam porsi yang tidak berlebihan. Kali ini juga sama. Dalu berjalan mendekat, memutari meja hingga berada di sebelah Dayu lalu menunjukkan apa yang dia maksud dengan memotong tangan makhluk itu.Dia tenang seperti air, tapi saat tangannya dengan

  • DANYANG   Wujud Ingatan

    "Ya, semacam itulah. Apakah kamu tidak bisa melihat apa yang sedang dia ajak berbicara?" Dalu balik bertanya.Dayu langsung menggelengkan kepalanya tanpa ragu. Dia sangat yakin hanya melihat Nala di sana dan tak melihat apapun yang lain. Cowok itu berpenampilan santai tapi rapi, membuatnya terpesona. Sejujurnya, dia tak bisa memperhatikan hal lain karena Nala yang belum resmi menolaknya, dan cowok itu semakin hari juga terlihat semakin gemerlapan di matanya."Dia bersama dengan wujud dari ingatannya sendiri!" Dalu menjawab.Mobil yang Dalu kendarai mendekati Nala, lalu berhenti persis di depan cowok itu. Begitu roda mobik berhenti bergerak secara resmi, Dalu melepas sabuk pengamannya lalu turun dari mobil dan meninggalkan pintu mobil dalam keadaan terbuka.Nala mendatangi adik dari mendiang ibunya itu, menyapanya lalu mencium tangannya dengan sangat sopan. Dalu membisikkan sesuatu kepada Nala, dan saat itulah Dayu disadarkan bahwa Dalu memiliki tubuh yang terbilang tinggi.Begitu kedu

  • DANYANG   Percakapan

    "Bukankah manusia sangat sombong? Ya, kamu benar, kalian sangat sombong. Itu adalah apa yang membuat kalian dan kami menjadi mirip, tapi semakin lama aku pikir manusia menjadi lebih serakah dari makhluk apapun. Ketika mereka berpikir bisa memperbudak aku, maka aku akan menang melawan orang-orang semacam itu!" Danyang berucap.Dalu terkekeh."Benar, benar. Benar sekali. Maka bukankah kamu hanya akan perlu melihat siapakah yang lebih baik di antara kami dan mereka, sementara kamu hanya akan menerima keuntungannya?" Gadis itu seolah tengah membenarkan apa yang Danyang katakan, tapi dalam makna yang sebenarnya, dia masih mengajukan sebuah dorongan agar Danyang tidak ikut campur.Danyang menyeringai. Dengan penampilan dan rupa Nala, seringaiannya itu tidak nampak menyenangkan untuk diingat bagi Dayu, karena itu bisa merusak sosok Nala dalam kepalanya.Begitu Danyang mengibaskan tangannya, Dayu langsung kembali menyaksikan penampakan genteng-genteng yang berjejeran. Dalu yang ada di sebelah

  • DANYANG   Sepadan

    "Siapa yang kamu maksud?" tanya Dayu.Dalu menoleh lalu tersenyum. Gadis itu melepas outer yang dia pakai dan menggantungnya dengan rapi, meletakkan tas kecil yang menggantung di bahunya, lalu kembali berjalan ke arah balkon."Orang yang sedang mencoba menyeret Danyang keluar dari tempat tinggalnya dan membawa makhluk itu ke dunia manusia ini. Orang itu memang kuat dan dia berpikir bahwa dirinya akan menjadi lebih kuat dengan memanfaatkan energi Danyang. Kesombongan manusia benar-benar melampaui jangkauan akal!" Dalu menjelaskan apa yang dia maksud kepada Dayu sambil terus berjalan sampai dia bisa berada di balkon.Dayu turut berjalan untuk menyusul Dalu. Dia berdiri di sebelah wanita itu, menghirup aroma parfumnya dengan jelas sampai kemudian dia bisa menghirup aroma bebungaan yang bercampuran."Apakah itu dia?" tanya Dalu.Dayu mengenyitkan dahi, memandang ke kanan dan ke kiri."Di bawah sana. Laki-laki yang sudah mati itu, apakah itu dia yang kamu maksud?" tanya Dalu lagi, memperte

  • DANYANG   Babak Baru

    Dayu melambaikan tangan kepada adik barunya yang begitu muncul sudah langsung berusia enam belas tahun itu sambil tersenyum lebar, begitu juga ketika bunda dan ayah melambaikan tangan kepada dirinya. Seharusnya, jika sesuai rencana, dia akan turut serta mengantar Dimas ke sekolahnya, tapi dia akhirnya memutuskan untuk tinggal.Dia punya hal lain yang harus dilakukan, dan Dimas membantunya untuk meyakinkan ayah serta bunda bahwa Dayu memang lebih baik tinggal dan tak turut bepergian jauh untuk mengantar. Apa lagi, sebenarnya ayah sendiri juga belum memiliki kembali keberanian untuk menyetir sendiri dalam jarak jauh, membuat mereka harus menyertakan seorang supir yang kebetulan direkomendasikan oleh pihak hotel.Satu hal yang baru Dayu tahu adalah hotel itu merupakan salah satu aset milik keluarga Nala. Hotel paling besar di pusat kabupaten yang sebenarnya tak terlalu ramai, dan mungkin tidak akan memberikan keuntungan yang besar. Akan tetapi, menurut cerita Nala semalam setrlah ditodon

  • DANYANG   Pewaris Darah

    Nala tersenyum, dia tidak mengatakan apapun tapi dia sedang menelepon. Dayu tak mengerti mengapa cowok itu berlaku demikian, tapi sepertinya dia hanya sedang menerima instruksi dari seseorang setelah mengatakan satu kalimat saja selain salam."Seperti yang sudah kamu katakan waktu itu!"Setelah kalimat itu, selama sepuluh menit, Nala hanya diam dan mendengarkan. Sesekali dia mengangguk-angguk atau menggeleng, kadang dia memandang ke arah Dayu atau Dimas lalu tersenyum.Setelah menyelesaikan panggilan telepon itu, Nala menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dia, entah mengapa melirik ke arah kirinya yang kosong sebentar lalu memberikan tatapan dan semakin lama semakin menajam, sebelum kemudian dia kembali menoleh ke arah lain dan memberikan tatapan lembutnya, seolah dia baru saja mengungkapkan ketidaksukaannya pada sesuatu yang ada di sampingnya."Siapa yang baru saja kamu telepon?" tanya Dayu."Oh, tanteku. Dia adik paling muda dari mendiang mama!" Nala menjawab sambil menyunggin

  • DANYANG   Dua Sudut Pandang

    Dayu dibangunkan oleh Dimas ketika baru memejamkan mata dan membuatnya terkesiap."Katanya, tidak baik jika kita tidur dalam pergantian antara terang dan gelap!" Dimas mengingatkan Dayu.Sebenarnya, Dayu tak tahu dari mana Dimas bisa mendapatkan ide itu, tapi dia rasa apa yang Dimas katakan ada benarnya. Apa lagi setelah mengalami kejadian buruk seperti tadi, Dayu mengingatkan dirinya untuk tidak segampang itu tertidur."Berapa lama lagi sampai kita akan pergi ke restoran dan bertemu Nala?" tanya Dayu."Dayu, kamu merindukan Nala?"Suara ayah yang bertanya membuat Dayu menoleh. Sejenak dia sempat terlupa bahwa dia sedang berada di kamar kedua orang tuanya, dan pasangan itu sedang berada di dekatnya.Mereka menonton bersama-sama, sebuah series komedi yang bukannya membuat Dayu tertawa, tapi justru mengantuk."Oh, bukan begitu. Hanya saja ada yang mau aku bicarakan dengan Nala ketika kami bertemu nanti!" jawab Dayu.Ayah dan bunda tersenyum."Dia calon dokter yang sering kita temui buka

  • DANYANG   Jasad Yang Kembali Hidup

    Dayu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tubuhnya bergetar dan dia mundur tiga langkah ke belakang. Dimas sendiri tak terlihat baik-baik saja. Cowok itu segera berbalik badan dan terlihat sedikit panik. Bagaimanapun, dari kejahatan yang sudah Agus lakukan, Dimas adalah target utama penumbalannya.Dua kakak beradik yang disatukan lewat ikatan pernikahan kedua orang tua mereka itu segera saling tatap. Tanpa mengatakan apapun, Dayu segera menyambar gawainya dan berusaha untuk menelepon Nala, tapi cowok itu tak mengangkatnya.Dimas juga terlihat kecewa saat Dayu menggelengkan kepalanya. Berdua, mereka kembali mengendap-endap ke arah balkon dan kembali memandang ke arah di mana tadi mereka bisa melihat sosok Agus berdiri mengawasi."Oh, syukurlah!" Dayu melepas napas lega saat melihat bahwa sosok itu sudah tak ada lagi di sana."Kak, kamu juga melihat dia tadi 'kan?" tanya Dimas dengan suara bergetar.Dayu menganggukkan kepala. Dia masih sangat terkejut sampai tak bisa menghentikan la

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status