Zeline menelepon semua sahabatnya memberi kabar jika jadwal keberangkatan mereka ke Bali dimajukan menjadi nanti malam. Masih ada beberapa jam untuk bersiap. Namun sebelumnya, Zeline telah mengirimkan identitas para sahabat serta kekasih masing-masing sahabatnya pada Fello.
Pria itu memintanya demi untuk kepentingan pemesanan tiket pesawat yang akan membawa mereka ke Bali nanti. Berapa banyak tabungan yang dimiliki pria itu, Zeline tidak habis pikir. Dari pada kepalanya sakit memikirkan hal yang sulit diterkanya, lebih baik ia berganti pakaian dan menyiapkan barang-barangnya kemudian berganti membereskan barang-barang Fello.
Fello telah berbaik hati mengajaknya liburan dengan cuma-cuma akan terasa kurang ajar jika Zeline tidak melakukan sesuatu untuk pria itu.
Barang wajib yang dibawa Zeline saat ke Bali yaitu Bikini tentu saja. Wanita perawan yang memiliki fobia sex itu tetap menyukai memamerkan bentuk tubuhnya yang proposional. Bermacam bikini ia bawa
Sepasang bola mata abu-abu itu memandang lekat wajah Zeline. Tatapan tajam, tapi tidak terbaca. Zeline melepas pegangan pada kenop pintu dan berjalan mundur satu langkah. Fello masuk ke dalam kamar dan menguncinya.Keduanya berdiri saling bertatapan. Zeline mencoba memperhatikan dan membaca isi otak pria yang berdiri di depannya melalui matanya. Namun, tidak satu pun yang mampu terbaca oleh Zeline. Fello tidak menampilkan wajah marah ataupun bahagia, hanya datar.Fello berjalan perlahan, tatapannya menajam membuat Zeline mau tak mau ikut mundur teratur. Jantung Zeline berdetak begitu kuat, ia tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan pria ini padanya. Tubuh Zeline menabrak pinggiran ranjang. Ia terduduk di sana. Keringat dingin membanjiri dahi Zeline."Ugh ... Yah, di sana, Babe! Lebih cepat.""Uh ... Arrghh ... Terussss ...""Kulum lebih dalam, Baby! Ya ..
Happy Reading!Zeline tidak bisa menyembunyikan rasa malunya di depan Fello. Setelah apa yang terjadi tadi diantara mereka berdua. Meskipun Fello sama sekali tidak menyinggung apa yang telah mereka berdua lakukan atau apa yang sudah Zeline rasakan lebih tepatnya. Pria itu tampak santai, berbincang dengan Pradipta, Miguel dan Robert.Para pria sedang berkumpul entah membicarakan apa, Zeline tidak mau tahu dan tidak begitu peduli. Semua wajah pria di sana memancarkan kebahagiaan masing-masing.Saat ini Zeline, Vera, Mesya dan Fini sedang duduk di teras resort, memandang langsung hamparan sawah dengan aliran sungai yang indah."Bagaimana rasanya menikah?" tanya Vera pada Mesya.Mesya tertawa menanggapi pertanyaan Vera, Zeline menoleh penasaran akan jawaban Mesya."Rasa apa? Tidak ada yang berbeda.""Sebelum menikah, aku sudah terbiasa tinggal dengan Dipta. Melakukan nananina pun bukan hal
Sepanjang perjalanan menuju New York, Mesya, Fini dan Vera tak henti-henti mengagumi isi jet pribadi ini. Mereka bahkan tidak menyangka jika pada akhirnya bisa menaiki jet pribadi mewah seperti yang sering Syahrina, salah satu artis populer di Indonesia lakukan.Meskipun mereka memiliki uang lebih, tapi tetap saja mereka harus berpikir ulang untuk sekedar menyewa apalagi membeli jet yang harganya tidaklah murah."Apa Fello seorang mafia?" bisik Mesya membuat Pradipta melotot mendengarnya."Atau Fello itu bandar narkoba?" tebak Vera."Mungkin dia teroris!" celetuk Fini."Lebih baik kalian tidur, perjalanan masih panjang. Jangan buang energi untuk menebak-nebak. Fello tentu akan memberitahu kita semua." Pradipta menengahi para wanita yang sibuk bergosip mengenai Fello.Sedangkan Fello dan Zeline berada di ruangan khusus. Saat masuk ke dalam pesawat dan sudah hampir 4 jam berada di perjalanan, Zeline hanya diam. Wanita itu memilih bungkam.
"Baiklah..." ucap Ricard.Senyum lebar ditampilkan oleh Mr. Gordon mendengar ucapan Ricard. Steven melotot mendengar ucapan Ricard, jantungnya berdebar kencang melebihi saat ia merasakan jatuh cinta."Steven ...." Panggil Ricard dan Steven dengan cepat menoleh."Siapkan surat untuk agensi yang menaungi Patricia Gordon. Aku ingin ia dikeluarkan dari sana. Hubungi seluruh pihak yang sudah mengontrak Patricia Gordon, suruh mereka semua membatalkan kontraknya." Ucapan santai yang dikatakan Ricard seketika melenyapkan senyuman di wajah Mr. Gordon.Steven kembali menganga mendengar perintah ekstrem yang diberikan padanya. Ricard yang ia kenal, tidak pernah melakukan hal-hal kejam seperti saat ini."Bagaimana Mr. Gordon? Apakah perintah saya pada assisten saya membuat anda terkesan?" tanya Ricard santai dengan menyandarkan tubuhnya di kursi kebanggaannya.Mr. Gordon menggertakan giginya, tatapannya menajam s
"Kau siapa?" tanya wanita paruh baya itu dengan tegas. Wanita itu begitu fashionable dan memakai make up begitu pas di wajahnyaZeline sampai susah menjawab pertanyaan simple yang diajukan wanita itu, karena Zeline begitu terpukau dengan penampilannya. Wanita yang berkelas dan elegan.Belum sempat Zeline membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu, ada suara lain yang memotongnya."Mama ...""Tante ..."Zeline hanya diam memperhatikan kedua pria yang baru masuk ke dalam ruangan yang sama dengannya.Fello dan pria yang tidak Zeline kenal menyapa wanita itu secara serempak."Mama, ada apa Mama tiba-tiba kemari?" tanya pria yang datang bersama Ricard.Ricard berjalan mendekati Zeline dan merangkulnya, ikut melihat apa yang akan dilakukan kedua orang di hadapan mereka."Ada apa? Kau tanya ada apa? Sudah
Setelah ciuman menggebu itu berakhir, baik Ricard maupun Zeline sama-sama sibuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.Zeline mengatur napasnya yang tersengal seperti habis maraton. Pandangannya menajam pada Ricard. Tanpa aba-aba, telapak tangannya mendarat di wajah tampan Ricard. Ricard yang sangat tidak siap itu tercengang melihat apa yang dilakukan Zeline padanya."Hadiah untuk paksaanmu!" desis Zeline.Pria itu memegangi pipi kanannya yang terasa panas akibat tamparan Zeline. Belum sempat Ricard berkata-kata, Zeline kembali menyela."Di mana kamar untuk beristirahat? Aku lelah, badanku lengket. Ah-tanggungjawab, siapkan aku pakaian karena aku tidak mau tidur dengan pakaian ini lagi. Ingat, ini adalah karena kau semena-mena padaku," perintah Zeline pada Ricard.Pria itu kehilangan kata-kata menghadapi tingkah tak terduga dari seorang Zeline. Ricard tersenyum kecil melihat Zeline b
Triliuner tampan yang hanya mengenakan celana pendek tanpa pakaian menutupi tubuh bagian atasnya itu, menjatuhkan tubuh Zeline ke atas ranjang king size yang berada di dalam kamarnya.Tubuh Zeline sontak kaku, pikiran buruk dan ketakutan-ketakutannya segera muncul. Bulir-bulir peluh membasahi dahi membuat Ricard tersentak kaget melihatnya.Pria itu menyadari jika fobia Zeline mulai timbul. Ia segera menegakkan tubuhnya, sedikit memberi jarak antara dirinya dan Zeline. Wanita itu memejamkan mata dengan tubuh gemetaran."Honey, it's okay. Aku tidak akan melakukan apa pun."Ricard mengelap peluh yang membasahi sekujur wajah kekasihnya. Sungguh, ia tidak berniat apa pun dan melakukan apa pun. Ia hanya becanda, tapi ia tidak tahu jika akibatnya akan sefatal ini. Ini pertama kali bagi Ricard melihat bahkan membuktikan jika ucapan Zeline mengenai genophobia yang wanita itu derita bukan sekedar alasan Zeline untuk menolak ajakanny
Zeline memakan sarapannya dengan penuh perjuangan. Bagaimana tidak, Ricard telah terlebih dahulu menyelesaikan sarapannya dan memilih untuk berolahraga. Peluh yang Zeline hasilkan bukan lagi karena fobianya melainkan kegemasannya ingin membelai otot dada dan perut Ricard yang begitu menggoda.Konsentrasi Zeline terpecah belah, padahal Ricard sama sekali tidak menggodanya. Pria itu hanya fokus melakukan olahraga dan gym. Setelah itu, Ricard membuka gorden yang ternyata dibalik gorden itu ada sebuah kolam renang pribadi.'Jangan bilang dia akan berenang di sana,' batin Zeline ketika melihat pria itu berjalan pelan menuju kolam renang di penthouse miliknya.Tiba-tiba, ponsel Zeline berdering dan nama Papa nya tertera di layar."Yes, Papa," sapa Zeline."Papa baru membaca chat yang kau kirimkan, Nak. Kau sudah sampai di New York,""Yes, Papa."Konsentrasi dan fokus Zeline dala