"Jelaskan semuanya."
Tatapannya tak lepas dari layar di hadapannya, puluhan bahkan ratusan foto dan video dirinya yang berada dalam folder tersebut yang di ambil dalam berbagai tempat.
Arka beranjak dari tempat duduknya dan melihat apa yang dimaksud Liona sampai membuat perubahan pada ekspresinya.
"Kamu bisa menebaknya sendiri." Kontras dengan wajah Liona yang terkejut, Arka justru terlihat santai."Aku benar-benar gak ngerti kenapa kamu punya foto aku sampai sebanyak ini, untuk apa Arka?" Liona menuntut penjelasan, untuk apa seseorang menyimpan fotonya, bukankah itu terdengar menakutkan."Lain kali jangan lancang membuka file sembarangan. Ayo, kita harus segera kembali." Bukannya menjawab, Arka malah menutup laptop yang masih menyala dan membawa Liona bersamanya."Arka, tunggu. Aku rasa kita harus bicara, kamu belum jawab pertanyaan aku." Liona menolak saat Arka menyuruhnya memasuki mobil. "Aku jelaskan nanti, kita harus pulang." "Aku gak mau, kamu harus jelasin semuanya sekar..mmffhhh." Arka meraup bibir yang semula menuntutnya dengan ciuman kasar, Liona berontak dengan ciuman tak terduga dari Arka, memukul dadanya keras untuk melepas pagutannya."Apa yang kamu lakukan?" Liona mengatur napasnya, mengusap kasar saliva yang tertinggal di sudut bibirnya."Apa sudah jelas sekarang? Masih belum bisa menebak?" Hati Liona bergemuruh, antara kesal dan penasaran apa yang sedang Arka coba mainkan."Kamu mengerikan Arka." Liona berjalan menjauh dari tempat Arka memarkir mobilnya yang segera di kejar Arka saat itu juga."Mau kemana kamu, ayo pulang." Arka memblokir jalan Liona dengan berdiri di depannya."Aku mau pulang sendiri, pergi." Liona mendorong tubuh Arka yang tidak berpengaruh banyak karena fostur tubuhnya. "Jangan membuatku kesal Liona." Arka memangku tubuh Liona kembali ke parkiran"Turunkan aku. Kamu tuli, aku bilang turunkan aku!!" Arka tak mendengar teriakan yang ia dengar di telinganya. Ia memasukan tubuh Liona ke mobil."Syukurlah kamu tau hal ini lebih dulu, jadi aku tidak usah repot- repot mengaku padamu. Dan satu hal lagi, berhenti menjodohkan aku dengan Livy, aku tidak pernah tertarik dengannya." Kalimat itu berhasil membuat Liona terdiam, Liona berusaha menyelami setiap kalimat Arka dan lagi- lagi berputar di kesimpulan yang sama, cinta.Ciuman yang Arka curi sukses membuat Liona bungkam selama perjalanan, Liona menjadi lebih waspada saat berada di dekat Arka lebih dari sebelumnya. Kalau sampai Livy tahu tentang ciuman itu, sudah pasti runtuh semua persahabatan yang mereka jalin sejak kuliah dulu. Tidak, Liona tidak ingin itu terjadi."Mau mampir makan siang dulu?" Arka bersikap seperti tidak ada yang terjadi."Aku pengen langsung pulang, aku bisa pulang sendiri kalau kamu mau mampir dulu." Liona menjawab tanpa melihat wajah Arka di sampingnya."Kamu marah karna ciuman itu?" "Siapa yang gak marah kalau di perlakukan seperti itu, kamu pikir siapa kamu yang bebas melakukannya? Aku bisa laporkan ini ke pak Wijaya." Pungkas Liona menantang atasannya."Wahh gadis kecil ini sudah mulai berani rupanya, kamu pikir dia akan percaya?" Arka sengaja membuat Liona lebih kesal."Berhenti disini, aku akan turun dan pulang sendiri." tanpa mendengar ocehan wanita disampingnya Arka melajukan mobil dengan santai."Hentikan mobilnya, kamu tuli ya." Liona menoleh dan melihat jari tangan pria itu menyentuh bibirnya sendiri dan malah mengulas senyuman. "Aku masih mengingat rasa manis bibirmu, tapi sayang bibir itu terlalu cerewet." "Kamu benar- benar sakit Arka. Kamu pria licik"***
Liona bernafas lega saat kakinya turun dari mobil milik Arka, ini artinya ia bisa segera merebahkan diri di kamarnya. Baru saja bayangan menyenangkan berhasil ia rancang, handle pintu yang sekarang ia pegang macet dan tak bisa terbuka.“Arghhhhhhh” Kesabaran Liona yang setipis tisu tak bisa tertahan lebih lama, ia begitu lelah menjalani aktivitasnya seharian dan sekarang bahkan dirinya kesulitan masuk ke kamarnya.Di saat kekesalan menelannya Liona merasakan gerakan seseorang dari belakang punggungnya, sebelum sempat menoleh orang itu sudah memegang handle pintu dan mencoba mengeluarkan beberapa alat yang di tentengnya di sebuah tas kecil. Liona hanya memerhatikan tanpa mencoba bertanya, dia sudah terlanjur kesal dan lelah. Ceklekkk…pintu terbuka setelah dua puluh menit menunggu sampai Liona hampir ketiduran di samping pintu.“lain kali kunci satu kali aja, nanti macet lagi gue yang repot” Ucapnya seraya memberikan kunci.“makasih mas…”“Bily, panggil gue Bily aja”“makasih Bil..”Belum lengkap namanya di bibir Liona, Bily sudah pergi dan masuk ke kamarnya sendiri. Sedikit kesal di abaikan, Liona mengelus dadanya tidak ingin kekesalannya bertambah.Liona siap menjemput mimpi indahnya malam ini. Tapi memang alam terkadang tidak patuh, telinganya mendengar suara berisik yang membuatnya lagi- lagi naik darah.
Karena kesal tidur cantiknya di interupsi, Liona menyingkab selimutnya dan bergegas keluar pintu. Kakinya sudah tahu kamar mana yang harus ia tuju.
"Bisa gak, malem- malem gini gak usah main gitar kenceng- kenceng. Apalagi sampai teriak dan puter musik juga. Aku cape mau tidur. Aku yakin yang lain juga pasti ke ganggu." Liona mengoceh panjang lebar di hadapan tetangga kamarnya, Bily dan beberapa temannya yang sengaja dia undang untuk sekedar nongkrong."Bil dia siapa, perasaan tetangga kamar lo gak ada yang secantik ini deh." Pria di samping Bily fokus merinci Liona dengan pakaian yang belum Liona sadari."Dan siapa lo, larang- larang gue. Mening lo masuk ke dalem, liat pakaian lo sekarang. Lo gak kedinginan?" Balas Bily tak kalah kesal pada Liona. Liona spontan memeriksa dirinya sendiri, ia tidak sadar baju apa yang sedang ia pakai. Karena kelewat malu, akhirnya Liona segera masuk ke kamar tanpa mengatakan apapun lagi."Bodoh.. bodoh Liona, kenapa ceroboh banget." Liona memukul kepalanya sendiri dan menenggelamkan dirinya ke dalam selimut. Arka mengikat simpul dasi di kerah bajunya, karena tinggal sendiri kegiatan ini adalah hal yang biasa ia lakukan. Bel apartemennya berbunyi, tidak seperti biasanya pagi ini ia kedatangan tamu."Mama, kenapa pagi- pagi sudah datang kesini?" "Mama bawa sarapan buat kamu, Mama denger kamu jarang sarapan. Kapan kamu pulang ke rumah Arka. Mama sendiri di rumah." Arka membebaskan wanita paruh baya itu mengitari dapur yang hampir tidak pernah terjamah olehnya."Ma, aku buru- buru. Aku biasa makan di kantor." "Makan dulu Arka, Mama sudah membawa ini dan kamu malah makan di luar?" Arka memutar matanya jengah, namun tetap mendudukan diri di meja makan dan meraih sendok yang tersedia di samping mangkuk sup miliknya."Lain kali tidak perlu sering datang, aku gak mau Mama repot." Satu suapan lolos di lahapnya."Arka, pekan ini anak teman Mama ulang tahun. Dia gadis cantik dan pintar, bahkan dia baru saja pulang sekolah di luar negeri. Kamu bisa antar Mama kesana kan, sekalian_" "Kalau niat Mama mengatakan itu untuk menjodohkanku, lebih baik urungkan saja. Aku tidak tertarik." tegasnya."Sampai kapan kamu akan begini terus, kamu lebih suka main wanita sembarangan di luar sana? Mabuk- mabukan? Kamu semakin persis dengan Papamu Arka." "CUKUP !! Jangan samakan aku dengan dia. Aku muak mendengarnya."“Na, kita mau pada makan di luar nih sama pak Marko, kamu mau ikut gak?”Tanpa berpikir keras Liona langsung menggeleng sebagai jawaban, selain karena Liona malas keluar dia juga sedang tidak nafsu makan."Aku boleh nitip smoothies sama wafel gak Des, aku gak terlalu nafsu makan." Liona jujur."Boleh dong, cuma itu aja? Yakin gak laper?" Desi memastikan."Iya, itu aja." Getaran kecil berasal dari ponsel miliknya yang sengaja disimpan di meja samping komputer. Liona berpikir paling itu notifikasi grup chat seperti bisanya maka dari itu dia hanya menoleh tanpa membukanya dan melanjutkan pekerjaannya.Selang beberapa saat, suara langkah berhenti tepat di sampingnya."Di bayar berapa kamu sama perusahaan sampai jam istirahat aja kamu masih kerja begini." Hening, tak ada jawaban.Arka kesal di abaikan, tangan Liona yang semula berada di atas meja segera di raih Arka dan di tarik mengikutinya. "Arka, apa- apaan. Aku sedang kerja. Lepas." Tak ada seorangpun di sana, semua orang sedang meni
"Huaaaahhhhghh.." Minggu pagi yang membabi buta, Liona bangun tepat saat matahari sedang di puncaknya, terlalu lelah membuatnya malas untuk bangun terlalu pagi apalagi di hari libur. Cukup hari sabtu saja ia bangun pagi untuk memenuhi schedule rutinnya untuk jogging di sekitar komplek, minggu adalah hari bermalas- malasan. Rambut panjangnya yang masih berantakan serta selimut yang masih meililitnya, Aishhh semua makhluk memang seperti ini di hari minggu bukan? Kepalang lapar, Liona merapel sarapannya bersama dengan makan siang. Omlet telur dengan ekstra bawang goreng favoritnya tak lupa yogurt segar yang terabsen di kulkasnya yang tinggal sisa tiga biji. Pertanda akhir bulan akan segera datang. Iseng membuka ponsel dan scroll random, Liona tak lupa menyempatkan untuk mengklik grup whatsup nya, tertumpuk tiga ratus chat di grup yang belum sempat ia baca. Entah kerusuhan apa yang di lakukan kedua temannya di grup sampai menghasilkan sampah memori sebanyak itu. “Ya ampun Na, lo bar
“Ya ampun Na, kamu demam. Ini panas banget. Aku ke kamar Bily dulu ya kita kerumah sakit minta anter Bily.”“Enggak usah Mbak, minum obat aja kayanya mendingan ko. Aku juga udah izin sama atasan aku gak masuk kerja.” Melihat badan Liona yang mulai lemas dan wajahnya yang memucat, Risti langsung menuju kamar Bily tanpa menggubris kalimat Liona. Berhasil membangunkan Bily dari tidurnya yang baru saja terpejam 30 menit yang lalu karena kebiasaannya untuk nongkrong. Bily tak keberatan bahkan langsung tanpa pikir panjang untuk segera datang.“Kenapa gak ngasih tau gue dari semalem.” Geram Bily yang terlanjur kesal pada Risti yang sudah ia beri kepercayaan untuk menjaga Liona.Risti tak menjawab hanya pasrah dengan rasa bersalahnya, Liona juga tak berani menolak saat tubuhnya di bopong ke mobil untuk dibawa kerumah sakit.“Minum obatnya secara teratur ya, dia punya riwayat lambung juga jadi saya kasih tambahan obat. Salepnya jangan lupa dioles untuk kakinya supaya cepat sembuh. Jangan di
“Masuk aja, gak aku kunci” teriak Liona dari dalam kamar. Tak mau lagi jatuh seperti tadi siang Liona sekarang sengaja tidak mengunci kamarnya agar tidak perlu berjalan untuk membuka pintu yang berkemungkinan besar mencelakai kakinya lagi. “aku bawa kerang saus tiram sama udang, kamu suka kan?” Satu anggukan tanda meng- iyakan dari Liona.“Na kamu belum mandi? Baju kamu masih sama. Mau aku bantu mandi?” “maksud kamu?” Biasanya Risti akan menawarkan diri untuk membopong Liona semenjak Liona sakit, tapi hari ini Risti belum muncul.“Bantu kamu mandi, a.a.. I mean, bantu kamu ke kamar mandi gitu bopong kamu jalan.”Liona mengerjap terlihat bodoh, apa harus menerima tawaran Arka, tapi gimana caranya. Dia bahkan kesulitan saat memakai celana nya, dan biasanya Risti yang sigap membantu.“Aku bantu bawa kamu sampe pintu kamar mandi, kalo bisa kamu pake dress atau dasteran aja selama kamu sakit. Pasti susah pake celananya kan?”Wohalaaa apa Arka cenayang, ko bisa baca pikiran Liona. Daster
"Sabar dikit kenapa sih?"Notifkasi grup whatsup nya berulang kali terdengar nyaring dari kamar mandi bersautan dengan suara nyaring hair dryer yang sedang digunakannya. Ngaret dan lelet adalah nama tengah Liona, begitulah Meta dan Livy mendeskrifsikannya. Liona bisa menghabiskan hampir satu jam di kamar mandi, hanya untuk bersiap.Pintu kamar mandi terbuka dengan rambut yang semi kering, handuk masih melilit ditubuhnya. Tangannya sibuk memilih pakaian mana yang akan ia kenakan. Apa semua wanita sepertinya juga? Pilihannya jatuh pada jeans longgar warna biru dan baju kaos putih kedodoran yang menjadi favoritnya. Hanya sapuan kecil untuk wajah mungilnya karena Liona kepalang irit menggunakan make up. Jarinya sibuk antara membalas chat untuk menenangkan teman- temannya sekaligus membuat janji dengan ojek online yang juga sudah nangkring di depan gang rumahnya.Dengan tergopoh- gopoh Liona berjalan setengah lari ke arah meja yang telah di pesan temannya itu. Dari jarak sepuluh langkah L
“Ka, kita mau kemana? Kamu bawa aku kemana?” Liona panik.Tak mendengar jawaban, Liona berkicau kembali.“Ka, kita mau ke mana? Aku mau pulang.” Tak lama mobil terparkir di bawah gedung apartemen mewah, Liona diam terpaku saat melihat sekelilingnya menatap curiga pada pria di sampingnya. Apa dia benar- benar pria baik? Apa sebaiknya ia lari setelah pintu mobil terbuka. Liona tambah panik dibuatnya.“Temani aku makan malam, jangan harap aku ngenterin kamu pulang setelah kamu hancurin semua rencan pesta ulang tahunku sendiri.”“Tapi kenapa harus disini, kamu bisa makan di restoran.”“kamu gak dalam posisi bernegosiasi, ini semua salah kamu, setidaknya bertanggung jawablah.”Takut dengan hal terburuk Liona menurut dan masuk ke unit milik Arka yang terlampau mewah. Semua yang dilihatnya berwarna charcoal, ada beberapa debu yang dilihatnya di beberapa pajangan menyiratkan bahwa Arka jarang menempatinya. Dua puluh menit menunggu, bel berbunyi dan pesanan makanan sudah tersaji lengkap di me
"Apa harus dia?" irisnya berputar, seperti sedang mencoba memutuskan sesuatu.Minggu pagi, Liona tengkurap di kasurnya dengan lemon tea yang dibuatnya. Otaknya memutar mengingat dan berdiskusi. Jalan apa yang akan dia lalui. Kenapa bisa sangat serumit ini. "Aishh ya sudahlah, aku coba dulu." Liona mengerutkan alisnya, lalu menggeleng tak mengerti. Entah apa yang sedang dirajut di otak kecilnya itu. Beberapa saat kemudin terlihat dirinya yang sedang mencari salah satu kontak di ponselnya. “Halo Bil. Apa kamu ada di kamar?” Terdengar percakapan di telpon“Gue di luar, kenapa? Pintu lo rusak lagi?” Tuduh orang yang berada di sebrang telpon.“Enggak ko, mmm.. Bil bisa ketemu bentar gak, ada yang mau aku diskusikan.”“Tunggu gue balik aja ya, maleman kayanya.”“Oke, gak papa aku tunggu. Kabarin aja kalo udah di kamar.”Liona cemas menunggu, apakah ini akan menjadi keputusan yang tepat. Apa dengan ini dia bisa lari dari Arka dan bisa mengembalikan pertemanannnya seperti semula.Suara ses
“Makasih Bil.” Ucap Liona dalam mobil. Meski belum menyelesaikan sesi latihannya Bily langsung bergegas mengantar Liona pulang. Ia merasa membawa Liona ke sana adalah kesalahannya.“Lo udah bilang itu ribuan kali, sekarang lo tau kan kenapa gue nyuruh lo ganti kostum dari awal?” Liona diam pasrah di ceramahi“Gue gak akan bawa lo ke tempat itu lagi,”“Tapi kesepakatan kita? “ Liona cemas Bily akan membatalkan kesepakatan yang telah mereka buat.“Soal itu lo tenang aja, lo bisa tetap masakin gue buat makan malam. Gue cuma harus nganter jemput lo doang kan? Bikin orang kantor lo percaya kalo kita pacaran.”Liona mengangguk lagi, sebenarnya target utamanya adalah Arka tapi mungkin teman-temannya di kantor akan lebih membantu . Jika Arka tahu Liona punya pacar ia akan berhenti untuk mengganggu Liona...Liona tampak sedikit khawatir, pasalnya ini adalah hari pertama skenarionya akan dimulai. Ia takut mengacaukan semuanya. Apa aku harus kursus acting? Batin Liona.Sampai di area kantornya