“Ya ampun Na, kamu demam. Ini panas banget. Aku ke kamar Bily dulu ya kita kerumah sakit minta anter Bily.”
“Enggak usah Mbak, minum obat aja kayanya mendingan ko. Aku juga udah izin sama atasan aku gak masuk kerja.”Melihat badan Liona yang mulai lemas dan wajahnya yang memucat, Risti langsung menuju kamar Bily tanpa menggubris kalimat Liona.
Berhasil membangunkan Bily dari tidurnya yang baru saja terpejam 30 menit yang lalu karena kebiasaannya untuk nongkrong. Bily tak keberatan bahkan langsung tanpa pikir panjang untuk segera datang.
“Kenapa gak ngasih tau gue dari semalem.” Geram Bily yang terlanjur kesal pada Risti yang sudah ia beri kepercayaan untuk menjaga Liona.Risti tak menjawab hanya pasrah dengan rasa bersalahnya, Liona juga tak berani menolak saat tubuhnya di bopong ke mobil untuk dibawa kerumah sakit.“Minum obatnya secara teratur ya, dia punya riwayat lambung juga jadi saya kasih tambahan obat. Salepnya jangan lupa dioles untuk kakinya supaya cepat sembuh. Jangan dipaksa jalan dulu, sebaiknya istirahat untuk beberapa hari ke depan.” Dokter menjelaskan panjang lebar.“Aku bisa jalan sendiri Bil, aku berat” Liona hendak protes karena merasa tak enak telah banyak merepotkan tetangganya itu.“gak denger yang dokter bilang? Kalo lama sembuhnya gue juga yang repot.” Balas Bily langsung membopong Liona tanpa ada perlawanan lagi.Selama di perjalanan Bily terus memastikan Liona dalam keadaan baik termasuk mengurangi laju kecepatan mobilnya. Saat liona tidur, Bily memarkir mobilnya di supermarket dan keluar dengan banyak papperbag barang di tangannya. Liona yang kaget karena pintu mobil terbuka segera mengerjap dan berbalik ke arah sampingnya mencari jawab.“tidur lagi, kita masih belum sampe. Tar gue bangunin” Liona hanya menutup matanya lagi tanpa benar- benar merespon...Liona membuka perlahan matanya merasa mobil yang ditumpanginya berhenti melaju. Baru niat hati membuka pintu mobil, Bily bersuara dan menyuruh Liona untuk tetap diam. Bily keluar mobil dan mengelilingi mobilnya mendekat ke arah Liona dan memposisikan tangan di bawah kaki dan punggung Liona, yahhh mau tak mau memang harus di bopong karena keadaan kakinya.Setelah memastikan Liona sampai ke ranjang Bily terlihat meninggalkan kamar dan masuk kembali dengan belanjaannya. Dia terlihat merapikan semua belanjaan tersebut ke dalam kulkas Liona dan tanpa sihir pun kulkasnya penuh seketika. Liona hanya bingung tak terima.“Bil, kamu sengaja belanja ini semua? Bil daripada bikin aku menebak tolong jujur apa motif kamu. Kenapa kamu jadi tiba- tiba baik, apa kamu sedang mencoba balas dendam?” Curiga Liona tanpa berpikir.Bily berjalan mendekati ranjang dan menoyor kepala Liona pelan.“yang sakit kayanya bukan kaki aja deh, kepala lo kayanya kebentur juga. Gak denger yang dokter bilang lo punya riwayat lambung sedangkan yang ada di kulkas cuma ramen doang. Plis gak usah mikir kemana- mana. Lo istirahat aja gue mau ke kamar, kalo ada apa- apa telpon aja” ucap Bily sambil melengos keluar...Arka mondar- mandir di cafeteria, dia tak menemuka seseorang yang di carinya sedari tadi. Semua area sudah disusurinya tapi batang hidungnya tak terlihat. Terlanjur kalut bercampur marah akhirnya ia menuju salah satu divisi.“Siang pak, ada yang bapak cari?”“Apa Liona ada di mejanya?” sergap Arka tanpa basa basi“Liona hari ini gak masuk pak, dia sakit karena kakinya terkilir.”Tanpa memberikan tanggapan apapun Arka beringsut pergi dan menyambar kunci mobil yang diletakannya di atas meja ruangannya. Berkali- kali menghubungi tak ada satupun panggilan yang di gubris membuatnya semakin panik.“Kenapa kamu selalu bikin khawatir Na” Sambil terus menambah laju kecepatan.Satu dua ketukan tak mendapat jawaban, Arka jelas yakin ini kamar yang Liona tempati. Azka semakin keras menggedor pintu Liona semakin ketakutan. Terdengar suara rintihan dan tangisan kecil dari dalam yang malah membuatnya semakin panik, tampak pikir panjang Arka mendobrak pintu kamarnya. Arka langsung berlari kearah Liona yang telah berada di Lantai sambil menangis memegangi kakinya. “Ya ampun Na.. kamu gak papa kan?” Arka membangunkan Liona dan mendudukannya. Liona masih menangis dan memegangi kakinya yang terasa makin kesakitan karena terjatuh untuk kedua kalinya.“sakit Ka jangan di pegang.’’ Lagi- lagi masih dengan tangisan.“udah di kompres belum? Aku bantu kompres ya, udah minum obat? Makan belum?” Arka meracau saking paniknya.Dengan telaten ia mengompres kaki Liona sambil memesan layanan pesan antar untuk order makan. Dipandanginya wajah Liona yang cemberut karena kesakitan, sisa air mata yang berada di pipinya membuatnya tambah gemas dengan wanita di depannya ini. Pesanan kilat segera tiba, dan Arka menyajikannya di piring. Arka mengambil satu suapan kecil untuk Liona.“Ka aku bisa makan sendiri, tangan aku gak sakit kok.”“Biar cepet makannya, abis itu nanti minum obat.”“Aku malu Ka, sendiri juga cepet kok. Kamu gak ikut makan juga?” Tanya Liona merasa tak nyaman karena hanya dia satu- satunya yang mengunyah disana.“Aku udah makan siang di kantor, aku makan sendiri karena orang yang aku tunggu gak masuk kerja.” Sindir Arka sambil menyingkirkan helaian rambut Liona yang mengurai ke area wajahnya.Degg.. Liona terpaku diam. Dia tak terbiasa dengan perhatian kecil dari Arka. Kenapa akhir- akhir ini orang menjadi aneh ataukah Liona yang justru sudah tak waras, bahkan telinga dan pipinya mudah memerah. “Na kenapa?”“Gak papa, aku lupa isi batrey ponsel aku, pas udah ngabarin pak Marko malemnya aku langsung ketiduran. Maaf”“it’s oke, yang penting kamu baik- baik aja” Arka mengusap pelan pipi Liona yang membuat Liona malah semakin merona. Mata mereka bertemu dan pelukan hangat Arka pun tak bisa ditolak. Liona mematung dan bingung harus merespon apa. Tak ada jawaban dari mulutnya, kenapa Arka bisa bersikap semanis ini. Apa dia benar- benar manager galak yang di gosipkan teman- temannya?“pliss jangan bikin aku khawatir lagi Na”Bisik Arka teramat pelan.“oke, terpaksa aku balik kantor dulu, sore aku bakal balik lagi. Kita makan malam disini sama-sama. Pastiin HP kamu aktif.”Pintu tertutup dan menyisakan Liona yang masih berdebar di atas ranjangnya. Belum sampai sepuluh menit pintunya terbuka kembali. Bily bingung melihat handle pintu yang terlepas dan melihat Liona yang terbengong dengan paha ayam di mulutnya.“Na.. kamu kenapa? Nih pintu kenapa bisa sampe kaya gini?”Liona tersadar dari lamunannya dan menyimpan kembali paha ayam bakar ke piringnya. Dia masih belum bisa berpikir jernih.“tadi.. tadi.”“tadi apa? Ada maling masuk?”“Enggak gak, tadi temen aku gak sengaja rusakin pintunya Bil”“Aihhh ko bisa sih, lo udah makan obat kan?”Liona mengangguk, Bily kembali dengan perkakasnya lagi dan untuk kedua kalinya memperbaiki pintu Liona. Dasar Arka, siapa yang berulah siapa yang bertanggung jawab....“Masuk aja, gak aku kunci” teriak Liona dari dalam kamar. Tak mau lagi jatuh seperti tadi siang Liona sekarang sengaja tidak mengunci kamarnya agar tidak perlu berjalan untuk membuka pintu yang berkemungkinan besar mencelakai kakinya lagi. “aku bawa kerang saus tiram sama udang, kamu suka kan?” Satu anggukan tanda meng- iyakan dari Liona.“Na kamu belum mandi? Baju kamu masih sama. Mau aku bantu mandi?” “maksud kamu?” Biasanya Risti akan menawarkan diri untuk membopong Liona semenjak Liona sakit, tapi hari ini Risti belum muncul.“Bantu kamu mandi, a.a.. I mean, bantu kamu ke kamar mandi gitu bopong kamu jalan.”Liona mengerjap terlihat bodoh, apa harus menerima tawaran Arka, tapi gimana caranya. Dia bahkan kesulitan saat memakai celana nya, dan biasanya Risti yang sigap membantu.“Aku bantu bawa kamu sampe pintu kamar mandi, kalo bisa kamu pake dress atau dasteran aja selama kamu sakit. Pasti susah pake celananya kan?”Wohalaaa apa Arka cenayang, ko bisa baca pikiran Liona. Daster
"Sabar dikit kenapa sih?"Notifkasi grup whatsup nya berulang kali terdengar nyaring dari kamar mandi bersautan dengan suara nyaring hair dryer yang sedang digunakannya. Ngaret dan lelet adalah nama tengah Liona, begitulah Meta dan Livy mendeskrifsikannya. Liona bisa menghabiskan hampir satu jam di kamar mandi, hanya untuk bersiap.Pintu kamar mandi terbuka dengan rambut yang semi kering, handuk masih melilit ditubuhnya. Tangannya sibuk memilih pakaian mana yang akan ia kenakan. Apa semua wanita sepertinya juga? Pilihannya jatuh pada jeans longgar warna biru dan baju kaos putih kedodoran yang menjadi favoritnya. Hanya sapuan kecil untuk wajah mungilnya karena Liona kepalang irit menggunakan make up. Jarinya sibuk antara membalas chat untuk menenangkan teman- temannya sekaligus membuat janji dengan ojek online yang juga sudah nangkring di depan gang rumahnya.Dengan tergopoh- gopoh Liona berjalan setengah lari ke arah meja yang telah di pesan temannya itu. Dari jarak sepuluh langkah L
“Ka, kita mau kemana? Kamu bawa aku kemana?” Liona panik.Tak mendengar jawaban, Liona berkicau kembali.“Ka, kita mau ke mana? Aku mau pulang.” Tak lama mobil terparkir di bawah gedung apartemen mewah, Liona diam terpaku saat melihat sekelilingnya menatap curiga pada pria di sampingnya. Apa dia benar- benar pria baik? Apa sebaiknya ia lari setelah pintu mobil terbuka. Liona tambah panik dibuatnya.“Temani aku makan malam, jangan harap aku ngenterin kamu pulang setelah kamu hancurin semua rencan pesta ulang tahunku sendiri.”“Tapi kenapa harus disini, kamu bisa makan di restoran.”“kamu gak dalam posisi bernegosiasi, ini semua salah kamu, setidaknya bertanggung jawablah.”Takut dengan hal terburuk Liona menurut dan masuk ke unit milik Arka yang terlampau mewah. Semua yang dilihatnya berwarna charcoal, ada beberapa debu yang dilihatnya di beberapa pajangan menyiratkan bahwa Arka jarang menempatinya. Dua puluh menit menunggu, bel berbunyi dan pesanan makanan sudah tersaji lengkap di me
"Apa harus dia?" irisnya berputar, seperti sedang mencoba memutuskan sesuatu.Minggu pagi, Liona tengkurap di kasurnya dengan lemon tea yang dibuatnya. Otaknya memutar mengingat dan berdiskusi. Jalan apa yang akan dia lalui. Kenapa bisa sangat serumit ini. "Aishh ya sudahlah, aku coba dulu." Liona mengerutkan alisnya, lalu menggeleng tak mengerti. Entah apa yang sedang dirajut di otak kecilnya itu. Beberapa saat kemudin terlihat dirinya yang sedang mencari salah satu kontak di ponselnya. “Halo Bil. Apa kamu ada di kamar?” Terdengar percakapan di telpon“Gue di luar, kenapa? Pintu lo rusak lagi?” Tuduh orang yang berada di sebrang telpon.“Enggak ko, mmm.. Bil bisa ketemu bentar gak, ada yang mau aku diskusikan.”“Tunggu gue balik aja ya, maleman kayanya.”“Oke, gak papa aku tunggu. Kabarin aja kalo udah di kamar.”Liona cemas menunggu, apakah ini akan menjadi keputusan yang tepat. Apa dengan ini dia bisa lari dari Arka dan bisa mengembalikan pertemanannnya seperti semula.Suara ses
“Makasih Bil.” Ucap Liona dalam mobil. Meski belum menyelesaikan sesi latihannya Bily langsung bergegas mengantar Liona pulang. Ia merasa membawa Liona ke sana adalah kesalahannya.“Lo udah bilang itu ribuan kali, sekarang lo tau kan kenapa gue nyuruh lo ganti kostum dari awal?” Liona diam pasrah di ceramahi“Gue gak akan bawa lo ke tempat itu lagi,”“Tapi kesepakatan kita? “ Liona cemas Bily akan membatalkan kesepakatan yang telah mereka buat.“Soal itu lo tenang aja, lo bisa tetap masakin gue buat makan malam. Gue cuma harus nganter jemput lo doang kan? Bikin orang kantor lo percaya kalo kita pacaran.”Liona mengangguk lagi, sebenarnya target utamanya adalah Arka tapi mungkin teman-temannya di kantor akan lebih membantu . Jika Arka tahu Liona punya pacar ia akan berhenti untuk mengganggu Liona...Liona tampak sedikit khawatir, pasalnya ini adalah hari pertama skenarionya akan dimulai. Ia takut mengacaukan semuanya. Apa aku harus kursus acting? Batin Liona.Sampai di area kantornya
Bukkk..bukk..Liona semakin panik tak bisa melerai pertengkaran yang memanas ini, ia juga tak paham apa yang dibicarakan Arka. Sebisa mungkin Liona memisahkan mereka, menghadang di depan tubuh Arka untuk melindungi Bily yang sudah lebih dulu melemah karena pukulan Arka yang tidak di duganya.“Ini alasan kenapa gue gak setuju Tasya sama lo dari dulu, dan sekarang lo jadiin Liona sebagai selingkuhan lo. Lo memang pantes dapetin ini semua.” Bukkk.. Lagi- lagi kepalan Arka mengenai wajah Bily yang sudah tak terbentuk.“STOP… Stop.. aku gak pacaran sama Bily.” Liona berteriak.Arka sontak menghentikan pukulannya.“Aku cuma pura-pura, semuanya bohong. Aku ngelakuin semua ini biar kamu gak gangguin aku. Bily gak salah” Liona menatap Arka nyalang. Berusaha membangunkan tubuh Bily dengan memeluk dan mengangkatnya, namun di cegah oleh Arka yang langsung menarik pergelangan tangan Liona dan menggusurnya paksa menuju parkiran. Liona berontak dan berusaha melepaskan, dia tidak mungkin membiarkan
“Bil kamu udah bangun ?” putri tidur akhirnya bangun tanpa memerlukan ciuman.“Gue laper.” Sungut Bily “Yaudah aku beli sarapan dulu ke luar yah.” Liona praktis berdiri untuk keluar pintu.“Gak perlu beli, Aldo tadi datang bawa sarapan buat kita berdua. tuh..” Bily menujuk ke arah meja.“Ko aku gak tau Aldo dateng, apa karena terlalu pulas tidur.” Liona membuka bungkusan nasi dan menyerahkannya kepada Bily. Namun bukannya ikut makan miliknya, Liona malah menatap wajah Bily, merinci ngilu dengan luka yang ada di wajahnya. Rasa bersalahnya timbul semakin kentara.“Bil, maafin aku.” Si cengeng ini sudah berkaca- kaca.“Gue pengang dengernya, lo minta maaf mulu, mendingan lo urusin gue sampe sembuh daripada hanya sekedar ucapan.” Ucap Bily cuek masih dengan sendok penuh nasi.“Kalo bukan karena ide gila aku ini gak akan terjadi, aku janji bakal jagain kamu sampe kamu sembuh.” janjinya.“Lagian ini gak parah ko, muka doang kan, gue masih bisa jalan, tangan gue juga masih kuat mukul dia l
“Kak Arka STOP. Kenapa kalian selalu begini, selalu kekanak-kanakan.”“Jangan ikut campur, minggir. Kakak dari dulu emang gak pernah suka kamu sama berengsek ini.” Tasya terjatuh ke samping. Melihat itu Bily tak terima dan memukul Arka tepat di wajah tampannya sampai Arka tersungkur dengan cairan merah di hidungnya. "Jangan so suci lo, lo juga berengsek. Lo ngejar Liona bahkan maksa dia sampe dia nekad bikin skenario ini, semuanya karna lo."Mereka terus bergelut dengan pukulan masing-masing. Liona memeluk tubuh Arka menjauhkannya dari Bily, sedangkan Tasya memapah Bily kembali ke kamarnya untuk membersihkan luka baru."Kenapa kamu mukul dia lagi Ka, luka Bily aja masih belum sembuh." Hening, pria di sampingnya itu belum bersuara lagi setelah membawa Liona ke luar dari rumahnya. Mobil menepi di pinggir jalan yang sudah lumayan sepi karena malam telah menelannya."Apa yang Bily katakan benar, aku membuat skenario itu untuk menghindar dari kamu. Aku terganggu dengan semua perlakuan k