Home / Fantasi / Dewi Kultivator Langit / 09. JALAN RAHASIA

Share

09. JALAN RAHASIA

Author: Zhu Phi
last update Last Updated: 2023-05-20 11:27:31

Xian Ling akhirnya berhasil membujuk pamannya, Xian Heng untuk membawanya keluar dari istana dan berjalan-jalan di pusat kota East City, yang merupakan ibukota dari Kekaisaran Benua Timur.

Selain lima kerajaan yang masing-masing dipimpin oleh seorang raja, Kekaisaran Benua Timur memiliki wilayah sendiri yang memanjang dari ujung utara ke ujung selatan Benua Timur yang disebut Dinasti Xian.

Sepanjang perbatasan ibukota Kekaisaran dibentengi dengan tembok raksasa setinggi lima meter dengan masing-masing penjaga sejarak seratus meter.

Kaisar Xian terdahulu tidak mempercayai lima kerajaan di bawah kekuasaannya yang kemungkinan memberontak suatu hari nanti sehingga membuat pertahanan untuk wilayahnya sendiri dengan membangun tembok raksasa ini.

Di balik dinding megah istana Kekaisaran Benua Timur, Xian Ling melangkah dengan semangat yang sulit disembunyikan, roknya yang ringan berayun seirama dengan langkahnya. Mata gadis itu bersinar saat ia memandang pamannya, Xian Heng, yang berjalan di sampingnya dengan tangan bersilang di punggung, seperti biasa.

“Paman, aku ingin mencoba jajanan di pusat kota. Apa aku boleh?” tanyanya, suaranya melenting penuh harap.

Xian Heng melirik keponakannya dengan senyuman kecil yang penuh kelicikan. “Tentu saja boleh. Tapi, paman akan mencicipinya dulu, ya?”

“Astaga, paman! Itu menjijikkan! Aku tidak mau makan bekas paman!” seru Xian Ling, bibirnya mengerucut dan alisnya berkerut, menampilkan ekspresi jijik yang menggemaskan.

Xian Heng terkekeh, gelak tawanya bergema lembut di lorong istana. “Kalau begitu, tidak boleh. Ayahmu pasti khawatir ada yang mencoba meracunimu.” Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan nada penuh rahasia, “Begini saja, kamu menyamar. Kita bisa keluar lewat jalan rahasia istana ini.”

Mata Xian Ling membulat, wajahnya dipenuhi rasa penasaran. “Istana ini punya jalan rahasia? Kenapa aku tidak pernah tahu?”

Xian Heng tersenyum penuh kemenangan, seolah ia baru saja memenangkan permainan yang hanya dia yang tahu aturannya. “Ayahmu saja tidak tahu. Paman menemukannya saat masih kecil. Jalan itu selalu menjadi caraku keluar dari istana tanpa diketahui pengawal.”

“Benar-benar ada jalan rahasia? Aku ingin tahu, Paman! Tolong tunjukkan sekarang!” Xian Ling menarik lengan pamannya, rengekannya disertai tatapan mata yang tidak mungkin ditolak.

Xian Heng menghela napas panjang, pura-pura berat hati, tetapi senyumnya tetap ada. “Baiklah, tapi jangan beri tahu siapa pun. Ini rahasia kita.”

Langit biru di luar istana perlahan menyatu dengan keinginan gadis muda itu untuk melihat dunia di luar tembok raksasa yang melindungi ibu kota. Namun, di balik semangatnya, ada misteri besar yang menunggu di luar sana—misteri yang bahkan tembok tinggi Kekaisaran tidak mampu sembunyikan.

Xian Heng memimpin Xian Ling melalui koridor yang jarang dilewati, jauh dari hiruk-pikuk para pelayan istana. Cahaya obor yang tergantung di dinding menciptakan bayangan samar di sepanjang lorong sempit itu, membuat udara terasa sedikit mencekam.

“Apa benar kita akan keluar lewat sini?” tanya Xian Ling, suaranya berbisik meski tak ada orang lain di sekitar mereka. Ia merasa seperti sedang melanggar aturan besar, dan ketegangan itu membuat dadanya berdebar-debar.

Xian Heng menoleh dengan senyum kecil. “Jangan ragu, Ling’er. Ini adalah salah satu rahasia tertua keluarga kita.”

Mereka berhenti di depan pintu kayu tua yang hampir menyatu dengan dinding batu. Xian Heng meraba bagian tengah pintu, mencari celah tersembunyi. “Ah, ini dia.” Dengan sentuhan lembut di salah satu ukiran, terdengar bunyi klik yang dalam. Pintu itu terbuka, mengeluarkan debu yang beterbangan. Di baliknya terbentang tangga batu yang menurun ke kegelapan.

Xian Ling menelan ludah, bulu kuduknya meremang melihat kegelapan di hadapan mereka. “Apa kita harus masuk ke situ?” tanyanya, langkahnya ragu.

Xian Heng menyalakan lentera kecil yang telah ia bawa, nyalanya memantulkan cahaya ke dinding-dinding lembab di sepanjang tangga. “Ini satu-satunya jalan keluar tanpa diketahui. Percayalah padaku, Ling’er. Aku sudah melewatinya ratusan kali.”

Meski masih diliputi keraguan, Xian Ling mengikuti pamannya menuruni tangga. Suara langkah kaki mereka bergema di lorong batu yang sempit. Bau lembab dan tanah basah menyusup ke hidungnya, membuatnya sesekali mengerutkan hidung.

Setelah beberapa menit berjalan dalam diam, mereka tiba di sebuah ruangan kecil. Di tengah ruangan itu berdiri sebuah pintu besi besar, dihiasi ukiran naga yang tampak hidup di bawah sinar lentera.

“Pintu ini… kenapa terlihat begitu megah?” gumam Xian Ling, jemarinya menyentuh ukiran naga yang dingin.

“Ini adalah pintu keluar istana yang hanya diketahui leluhur keluarga Xian,” jawab Xian Heng sambil mengeluarkan sebuah kunci kecil dari balik jubahnya. “Tapi aku harus memperingatkanmu. Begitu kita melewati pintu ini, tidak ada yang bisa melindungimu seperti saat di dalam istana.”

Xian Ling mengangguk perlahan. Meskipun rasa takut masih menggantung di hatinya, ada sesuatu yang lebih kuat—rasa penasaran yang menggelitik dan keinginan untuk melihat dunia di luar.

Ketika pintu besi itu terbuka, udara segar langsung menyeruak masuk. Cahaya matahari pagi menyusup melalui celah-celah pepohonan di luar, menyinari wajah Xian Ling yang penuh dengan rasa takjub. Di hadapannya, terbentang hutan lebat dengan jalan setapak kecil yang hampir tersembunyi di antara dedaunan.

“Ling’er,” suara Xian Heng memecah keheningan, “dunia di luar ini indah, tetapi penuh bahaya. Jangan pernah meremehkan apa yang tidak kau pahami.”

Xian Ling menarik napas dalam-dalam, menggenggam erat lentera di tangannya. “Aku tidak akan menyesal, Paman. Aku ingin melihat dunia ini dengan mataku sendiri.”

Namun, langkah pertama mereka ke hutan membawa sesuatu yang tak terduga. Suara gemerisik datang dari pepohonan, seperti bisikan halus yang ditiup angin. Mata Xian Heng menyipit, tatapannya tajam. “Ling’er, tetap di belakangku,” bisiknya.

Sebuah bayangan hitam melompat dari atas pohon, menghempaskan diri ke tanah dengan kecepatan luar biasa. Dari balik bayangan itu, muncul sosok berkerudung dengan sepasang mata merah menyala. Suara serak yang seperti berasal dari kedalaman bumi terdengar, “Putri istana akhirnya keluar dari sarangnya. Dunia luar telah menunggumu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
semakin misterius
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dewi Kultivator Langit   ENDING

    Kaisar Xian Shen berdiri di balkon istananya, memandang luas ke arah cakrawala Benua Timur yang terbentang di hadapannya. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah dan dedaunan, namun hatinya bergolak dengan amarah yang membara. Para raja di bawah kekuasaannya telah mengabaikan panggilannya untuk bersatu dalam pertempuran penting, meninggalkan kekaisaran dalam keadaan rentan.Raja-raja ini lebih mementingkan wilayahnya sendiri dan menolak untuk mengirim pasukan ke East City untuk meredam invasi dai Necromancer beserta asukannya yang ingin menghancurkan Dinasti Xian."Bagaimana mungkin mereka berani mengkhianati kepercayaan dan sumpah setia mereka?" gumamnya dengan suara bergetar, tinjunya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.Dengan tekad yang tak tergoyahkan, Kaisar Xian Shen memerintahkan pengerahan pasukan besar untuk menaklukkan semua kerajaan yang membangkang. Satu per satu, kerajaan-kerajaan itu ditundukkan dan diubah menjadi distrik provinsi yang langsung berada di bawah

  • Dewi Kultivator Langit   176. PERTEMPURAN AKBAR BENUA TIMUR - II

    Awan kelam menggulung di langit malam, kilatan petir menyambar tanpa ampun, menerangi medan pertempuran yang dipenuhi jeritan dan denting senjata. Di tengah kekacauan itu, Necromancer Agung melangkah maju, jubah hitamnya berkibar liar, mengeluarkan semburan energi gelap yang membangkitkan pasukan mayat hidup dengan rintihan mengerikan.Kaisar Xian Shen berdiri di garis depan, matanya menatap tajam ke arah musuh. "Pasukan Dinasti Xian, jangan gentar! Pertahankan tanah air kita!" serunya, suaranya menggema di antara deru pertempuran.Di sampingnya, Panglima Xian Heng menghunus pedangnya, kilauan tajam memantulkan cahaya petir. "Majulah! Hancurkan mereka!" teriaknya, memimpin serangan langsung ke barisan mayat hidup.Sun Wu Long, dengan pedang spiritualnya, mengeluarkan mantra api yang membakar musuh-musuhnya menjadi abu. "Kekuatan elemen akan membersihkan kegelapan ini!" katanya, semburan api memancar dari tongkatnya, menerangi medan perang.Sakuntala Dewa, dengan gerakan anggun, memang

  • Dewi Kultivator Langit   175. PERTEMPURAN AKBAR BENUA TIMUR

    Gong perang berdentang nyaring, suaranya menggema hingga ke sudut-sudut Pelabuhan East City. Di bawah langit yang mulai gelap, ribuan prajurit Dinasti Xian bergegas mengenakan baju zirah yang berkilauan di bawah cahaya obor. Mereka membentuk barisan kokoh di sepanjang tembok kota, tombak-tombak terangkat tinggi, busur-busur siap dengan anak panah yang mengarah ke cakrawala, sementara katapel raksasa diisi dengan batu-batu besar yang dilumuri minyak, siap dilemparkan.Di atas mereka, Naga Vikrama melayang gagah, sayapnya yang luas membelah angin malam. Raungannya menggetarkan hati, mata tajamnya memantau setiap gerakan di bawah.Di kejauhan, pasukan Kegelapan mulai tampak seperti gelombang hitam yang mendekat. Barisan Orc dengan armor berat berderap maju, langkah mereka mengguncang tanah. Di samping mereka, Dark Dwarf mengoperasikan mesin perang besar—menara pengepung dan katapel raksasa yang mampu meruntuhkan tembok dalam satu serangan. Para Necromancer berjubah hitam mengangkat tanga

  • Dewi Kultivator Langit   174. KRISIS DI BENUA TIMUR

    Langit di atas Pelabuhan East City mendadak gelap. Awan hitam pekat bergulung-gulung, seakan-akan hendak menelan kota dalam kegelapan abadi. Angin kencang berdesir tajam, menerbangkan debu dan menerjang ombak hingga membantingnya ke tebing-tebing batu dengan suara gemuruh. Para penjaga di menara pengawas, yang tadinya berjaga dengan santai, kini menegang. Salah satu dari mereka nyaris menjatuhkan tombaknya saat melihat bayangan besar melayang di antara awan."NAGA!" teriak seorang prajurit dengan suara melengking, segera meraih palu besar dan membunyikan lonceng tanda bahaya. Dentang logamnya menggema ke seluruh pelabuhan, mengguncang ketenangan kota ini.Di atas punggung Naga Vikrama, Xian Ling berdiri dengan gagah. Rambut panjangnya menari liar ditiup angin, sementara jubah putihnya berkibar seperti bendera perang yang mengancam. Matanya menyala penuh keyakinan. Di belakangnya, Sakuntala Dewa dan Sun Wu Long duduk waspada, jari-jari mereka sudah menggenggam gagang senjata, siap mena

  • Dewi Kultivator Langit   173. KABAR BURUK DARI BENUA TIMUR

    Pertempuran di Lembah Iblis benar-benar di luar dugaan Xian Ling. Angin dingin menyapu lembah, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang gugur. Suara dentingan senjata dan teriakan pertempuran masih terngiang di telinganya. Xian Ling berdiri di tengah medan yang porak-poranda, napasnya tersengal, sementara matanya menyapu sekeliling dengan penuh kewaspadaan.Ia tidak berhasil mendapatkan informasi mengenai Mahasura Arya, Pendekar Dewa Naga yang diyakini oleh Kitab Nirvana Surgawi mampu menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Kekecewaan menyelimuti hatinya, seperti kabut tebal yang menutupi pandangannya.Bahkan, ia juga tidak mengetahui mengapa Qirani dan Qirana terjerumus ke dalam kegelapan dan menentangnya, padahal ia sama sekali belum pernah bertemu dengan pemimpin Lembah Iblis ini. Pengkhianatan mereka menusuk hatinya lebih dalam daripada luka fisik yang ia derita."Tuan Putri, apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita di Benua Selatan ini?" tanya Sun Wu Long, suaranya penu

  • Dewi Kultivator Langit   172. AKHIR PERTEMPURAN

    Sakuntala dan Sun Wu Long yang dikepung oleh puluhan murid Perguruan Lembah Iblis mulai merasakan kesulitan menghadapi mereka. Sakuntala memutar tongkatnya dengan kecepatan luar biasa, menciptakan badai angin yang menghantam musuh-musuhnya, melempar mereka ke segala arah. Sun Wu Long bergerak seperti bayangan, pedangnya menari-nari, memotong setiap lawan yang mendekat dengan presisi mematikan.Tiba-tiba, dari balik kabut tebal yang menyelimuti medan pertempuran, muncul sosok tinggi dengan aura gelap yang menakutkan. Dia adalah Panglima Kegelapan, tangan kanan Qirana, yang dikenal karena kekejamannya. Dengan satu gerakan tangan, dia memanggil makhluk-makhluk bayangan yang langsung menyerbu ke arah Sakuntala dan Sun Wu Long.Sakuntala mengerutkan kening, menyadari ancaman baru ini. "Wu Long, kita harus bekerja sama untuk mengalahkannya!" Sun Wu Long mengangguk, dan mereka berdua bergerak serentak, menyerang Panglima Kegelapan dengan kombinasi serangan yang terkoordinasi. Namun, Panglima

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status