Spin Off - PENDEKAR NAGA BIRU Xian Ling merupakan putri tunggal Kaisar dan merupakan pewaris satu-satunya Kerajaan Benua Timur yang terbentang luas di Dunia Tengah. Namun pemilik Nirvana Heaven Art Book ini memilih melepaskan tahta Kekaisaran Benua Timur untuk berpetualang di Dunia Bawah setelah berhasil berkultivasi mencapai tingkat Dewi. Perjalanan Xian Ling menjadi kultivator sejati ini menemui banyak lika liku dan perjuangan, terutama saat Kekaisaran Benua Timur terancam oleh kekuatan jahat yang timbul setelah Xian Ling ditetapkan sebagai pewaris tunggal untuk menjadi Kaisar Wanita Benua Timur yang merupakan pertama kalinya di dalam sejarah Kekaisaran Benua Timur. Bagaimana perjalanan Xian Ling sebagai Putri Mahkota untuk menjadi Legenda yang disegani di seluruh dunia ini? Berhasilkah dia menjadi Dewi Kultivator?
View MoreRombongan Xian Ling tiba ketika matahari masih malu-malu menyinari langit. Cahaya keemasannya menyorot patung besar di tengah desa—replika Pendekar Dewa Naga. Patung itu masih berdiri kokoh, namun jelas tak terurus. Lumut hijau menutupi sebagian besar permukaannya, dan celah-celah kecil mulai terbentuk di beberapa bagian tubuh patung akibat terkikis waktu.Xian Ling menatap patung itu dengan alis berkerut. "Sudah berapa lama Pendekar Dewa Naga menghilang?" pikirnya. Pandangannya menyapu sekitar, semakin memperhatikan betapa sunyinya desa ini. Tak ada anak-anak berlarian, tak ada ibu-ibu yang duduk di beranda rumah sambil menjalin anyaman bambu. Hanya keheningan yang menyergap."Chandani, kenapa tidak ada satu pun penduduk di sini?" tanya Xian Ling, suaranya lirih namun menyimpan kegelisahan.Chandani menatapnya sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Kalau itu yang ingin kamu tahu, tanyakan saja pada Ki Seno." Setelah itu, ia melangkah pergi, menghilang di antara rumah-rumah kosong, menin
Fajar baru merayap di cakrawala, menyisakan semburat jingga di langit yang masih diselimuti kabut tipis. Hawa pagi yang menggigit menelusup melalui celah-celah jendela kamar Xian Ling, membawa aroma tanah basah dan sisa hujan semalam. Dalam kantuknya, ia hampir mengabaikan ketukan keras yang menggema di pintu."Bangun dan bersiaplah! Kita akan segera berangkat!" Suara tegas itu menusuk keheningan, hampir tak memberi ruang untuk penolakan.Xian Ling mengerjap, merasakan berat di kelopak matanya. Ia menarik napas panjang, lalu menyeret tubuhnya menuju pintu. Begitu dibuka, sosok Chandani berdiri di ambang, mengenakan pakaian pendekar yang berkibar pelan diterpa angin pagi. Mata perempuan itu bersinar dengan tekad yang tak tergoyahkan, ekspresinya dingin seperti embun beku di puncak gunung.Di kamar lain, Sun Wu Long dan Sakuntala Dewa sudah lebih dulu siap. Mereka duduk di meja makan, menikmati sarapan yang disediakan oleh pemilik penginapan. Uap hangat mengepul dari mangkuk-mangkuk nas
Xian Ling tidak menjawab. Hanya saja tatapannya berubah dingin. "Aku perlu mencari tahu keberadaan Pendekar Dewa Naga ... aku ada keperluan dengannya sehubungan dengan ancaman terhadap Benua Timur. Kemungkinan Benua Timur juga akan diserang oleh Kekuatan Tertinggi, jadi aku perlu tahu cara Mahasura mengalahkan mereka."“Jika kau ingin informasi lebih rinci tentang keberadaan Mahasura, aku bisa membawamu ke Desa Naga untuk menemui Ki Seno,” ujar Chandani dengan suara lirih. Mata beningnya tampak berkilat, seakan menahan sesuatu yang dalam ketika menyebut nama sang Pendekar Dewa Naga.Xian Ling menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. Ada sesuatu di balik ekspresi itu, sesuatu yang lebih dari sekadar informasi.“Maaf, Chandani... bolehkah aku tahu, apa hubunganmu dengan Mahasura?” tanyanya, suaranya lembut namun tegas.Sun Wu Long yang berdiri di sampingnya segera memberi isyarat agar Xian Ling tidak melanjutkan pertanyaannya. Namun, sang Putri Mahkota tidak memedulikannya.Chandani ter
Xian Ling menarik napas dalam-dalam, merasakan udara malam yang dingin menusuk paru-parunya. Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena kelelahan, tetapi juga ketegangan yang masih menggantung di antara mereka. Di sekelilingnya, reruntuhan kota tua berdiri sebagai saksi bisu pertarungan sengit yang baru saja terjadi. Cahaya bulan memantulkan kilauan redup dari bilah pedang mereka, yang masih menghangat oleh energi qi yang belum sepenuhnya mereda.Chandani menatap Xian Ling dengan sorot mata tajam, seolah mencari sesuatu di balik keteguhan putri mahkota itu. Tiba-tiba, ia mengangkat pedangnya lagi, mengayunkannya dalam gerakan halus namun membawa gelombang energi tajam. Xian Ling merasakan hembusan kekuatan yang membelah udara dan segera mengangkat pedangnya untuk menangkis."Kau masih punya tenaga untuk melawan?" tanya Chandani, suaranya tenang namun penuh tantangan."Aku tidak akan mundur," jawab Xian Ling tegas, matanya berkilat dengan tekad.TRANG!Benturan kali ini jauh lebih dahsyat.
Xian Ling merasakan denyut panas di nadinya. Udara di sekitarnya bergetar oleh energi yang dikeluarkan Chandani. Wanita itu berdiri anggun dengan pedangnya, seolah medan pertempuran adalah panggung tariannya. Mata tajamnya bersinar di bawah cahaya bulan, penuh dengan misteri dan keyakinan mutlak. Xian Ling sadar kalau wanita di hadapannya ini bukan sekedar pendekar biasa karena ia merasakan aura keanggunan dari pemimpin Sekte Bayangan Selatan ini.Tanpa peringatan, Chandani melesat. Gerakannya secepat kilat, hampir mustahil diikuti mata biasa. Xian Ling hanya sempat menangkis tebasan pertama dengan pedangnya, sebelum serangkaian serangan cepat menghujani pertahanannya secara beruntun. Dentang logam beradu memenuhi udara. Setiap gerakan Chandani adalah perpaduan antara kekuatan dan keindahan, bagaikan angin malam yang membawa maut.Xian Ling mundur selangkah, kemudian memutar pedangnya dalam gerakan melingkar. Sebuah gelombang energi biru meledak dari ujung bilahnya, menerpa Chandani y
Xian Ling melangkah menjauh dari dermaga, jejak kakinya nyaris tanpa suara di atas batu-batu yang dingin. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma garam dan dupa yang terbakar di kuil-kuil sepanjang jalan. Namun, semakin jauh ia melangkah, udara di sekitarnya berubah—menjadi lebih berat, seolah menyimpan sesuatu yang tak terlihat. Kota Naga Sakti bukanlah kota biasa karena di balik gemerlap lentera dan keramaian, bayang-bayang tersembunyi mengintai, menunggu saat yang tepat untuk menyergap.Gedung-gedung batu tua menjulang di kedua sisi jalan utama. Pilar-pilar besar dihiasi ukiran naga yang berkelok, sisiknya terasa hampir hidup saat terkena pantulan cahaya obor. Mata naga yang terukir di sana seakan mengikuti langkah mereka, menilai, menghakimi, atau mungkin memberi peringatan.Di sisi Xian Ling, Sun Wu Long berjalan dengan langkah mantap. Tatapannya tajam, menyapu setiap sudut jalan seperti seorang pemburu yang waspada. Sementara itu, Sakuntala Dewa, dengan wajah tenang, membisik
Fajar baru saja menyingsing ketika langit mulai berubah warna jingga keemasan. Di atas dek kapal dagang yang berayun perlahan, Xian Ling, Sun Wu Long, dan Sakuntala Dewa menatap cakrawala yang dipenuhi awan tipis, seolah alam pun menyambut kedatangan mereka. Di dermaga Benua Selatan, aroma rempah yang kuat bercampur dengan semilir garam dari lautan, mengisi udara yang panas dan lembab. Suara riuh pedagang yang sedang membongkar muatan terdengar jelas, seakan setiap langkah mereka menulis kisah baru di atas lantai kayu dermaga.Perjalanan dengan kapal dagang selama seminggu penuh tidak membuat mereka kelelahan, melainkan tampak rasa penasaran di wajah mereka terutama Putri Xian Ling yang sangat antusias dengan Benua Selatan ini.Mereka melangkah dengan penuh kewaspadaan ke jantung pelabuhan. Di sana, bangunan-bangunan batu tua berdiri megah, bayangannya menari di antara siluet pepohonan tropis yang rimbun. Suasana yang awalnya tampak tenang itu segera berubah ketika seorang pria tua be
Dengan tekad yang menyala-nyala, Xian Ling, Sun Wu Long, dan Sakuntala Dewa memacu kuda-kuda mereka menyusuri jalan berkerikil menuju pelabuhan terdekat. Para pengawal istana telah diperintahkan pulang ke Istana Benua Timur tanpa Putri Mahkota.Angin malam menyapu lembut, menyelinap di antara helai rambut dan jubah mereka, seakan membisikkan janji petualangan yang tak terelakkan. Di balik gemerisik dedaunan dan bisikan angin, mereka tahu bahwa bayang-bayang masa lalu masih mengintai—mata-mata dari Istana Benua Timur telah diberi perintah untuk mengembalikan Xian Ling. Mereka menembus rimbunnya hutan di perbatasan Negeri Ching. Aroma tanah basah dan dedaunan yang lembap menyatu dalam udara yang dingin. Tanpa diduga, segerombolan pemburu bayaran muncul dari balik semak belukar. Pakaian hitam mereka kontras dengan keheningan hutan, dan kilatan senjata yang tergenggam erat menciptakan kilasan bayangan menyeramkan di antara pepohonan. Di tengah lingkaran itu, seorang pria bertubuh kekar de
Sun Wu Long telah menghabiskan seminggu di Negeri Ching, membantu Raja Shang Fu menumpas pemberontakan yang mengguncang negeri itu. Selama itu, ia menyaksikan darah yang tertumpah, pengkhianatan yang merajalela, dan ketakutan yang menghantui setiap sudut istana. Udara dipenuhi aroma besi dan abu, dan suara jeritan masih terngiang di telinganya. Namun, setelah pertempuran berakhir dan ketertiban dipulihkan, ia dan Xian Ling memutuskan untuk kembali ke Istana Benua Timur.Di gerbang utama istana, Raja Shang Fu dan Pangeran Shang Chi berdiri dengan ekspresi kaku, sorot mata mereka tak bisa menyembunyikan ketegangan yang masih tersisa. Udara pagi itu terasa berat, meski matahari bersinar cerah, seakan berusaha menghapus jejak kekacauan yang baru saja berlalu.Xian Ling duduk tegap di atas kudanya, memandangi Raja Shang Fu tanpa ekspresi. Matanya yang dingin menyiratkan keteguhan hati. Tak ada salam perpisahan, tak ada kata-kata penghormatan, hanya tatapan yang penuh ketegasan. Baginya, Ne
Kerajaan Benua Timur, dipimpin oleh Kaisar Xian Shen, seorang Immortal yang hebat di masa mudanya, dikenal kuat dan disegani oleh semua kalangan. Meskipun usia tidak membatasi kehidupannya, penampilan Kaisar Xian Shen kini berbeda dari saat ia masih menjadi seorang kultivator.Hari ini, kebahagiaan meliputi istana. Permaisuri Zhi Yang, istri tercinta Kaisar, sedang melahirkan putri pertama mereka setelah sekian lama dinantikan. Kaisar Xian Shen, yang selama ini mendambakan seorang anak, akhirnya melihat impiannya terwujud.“Selamat, Paduka! Putri pertama Baginda telah lahir. Semoga diberi kesehatan dan kekuatan,” ucap salah satu pejabat kerajaan, disusul oleh ucapan selamat dari berbagai kalangan.Kaisar tersenyum lebar, menatap putri kecilnya dengan penuh kasih. "Xian Ling, namamu akan dikenal di seluruh penjuru negeri. Aku akan menamakanmu demikian, agar kelak kau bisa menjadi naga yang memimpin negeri ini, jika memang kau satu-satunya pewaris tahta Kerajaan Benua Timur."“Aku setuj...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments