“Darimana?” tanya Endi saat Leo sudah berada disampingnya.
“Anterin salah satu karyawan, itu yang selalu bawa anaknya.” Leo menjawab sambil memanggil pelayan.
“Putik?” Leo menatap Endi penuh selidik “Siapa yang nggak tahu dia.”
“Memang dia kenapa?” tanya Leo penasaran yang membuat Endi menatap penuh selidik “Aku penasaran aja.”
“Kamu nggak tahu dia?” Leo menggelengkan kepala “Pimpinan macam apa yang nggak tahu karyawannya?”
“Kamu pikir papi hafal karyawannya semua?” Leo menatap tajam pada Endi “Aku baru pegang hotel beberapa bulan yang lalu, selama ini di kantor pusat.”
“Alasan.” Endi mencibir alasan yang Leo berikan membuat Leo hanya memutar bola matanya malas “Lalu kenapa kamu mau tahu masalah dia?”
“Penasaran aja, tapi memang dia sudah dapat persetujuan buat bawa anaknya ke hotel?” tanya Leo penasaran.
Endi mengangguk “Om Rifat yang kasih dan mami.”
“Mami? Ngapain ke hotel sama Om Rifat?” Endi memukul kepala Leo pelan yang membuatnya mendapatkan tatapan tajam “Aku nggak mikir negatif ya.”
“Kalaupun mereka ngapain di kamar juga bukan urusan kita.” Endi berkata santai “Lagian bukannya papi sudah bilang buat mereka menikah setelah nanti papi meninggal?” Leo menatap tajam “Papi yang bilang bukan aku, jangan protes.”
Leo terdiam menatap sekitar, café yang biasa mereka datangi. Biasanya bukan hanya berdua saja, Irwan selalu ikut dengan mereka berdua dan kali ini tidak bisa karena masih ada yang harus dikerjakan. Hotel mereka membuat konsep open kitchen sehingga bisa membuat tamu melihat bagaimana proses memasak mereka, mereka membuat sesuai dengan permintaan dari tamu jadi pastinya fresh.
“Irwan masih sama Dona?” tanya Endi membuka suara.
“Cemburu?” tembak Leo langsung.
“Dona itu sudah tahu kalau Irwan nggak akan sama dia masih aja berusaha, katanya Irwan mau ke Surabaya?” Leo mengangguk “Menikah?”
“Entah.” Leo mengangkat bahu “Kamu belum bicara tentang Putik?”
“Penting?” Endi memberikan tatapan menggoda “Perpisahannya sama suami banyak yang nggak paham, tapi dia orang tua tunggal dan nggak punya saudara sama sekali. Mami sama Om Rifat yang memberikan dia kebebasan membawa anak dengan syarat tidak mengganggu yang lain, lagipula anaknya sudah cukup besar kalau nggak salah usianya empat atau lima tahun.”
Mendengarkan penjelasan Endi dalam diam, menatap sekitar membuat Leo dapat melihat beberapa pria mengelilingi satu wanita. Leo menatap penuh selidik, sang wanita yang menunjukkan rasa tidak nyaman dengan keberadaan mereka tampak terlihat jelas. Wajah sinisnya dan tidak nyaman membuat Leo berpikir tentang apa yang dilakukannya disini, tepukan pada lengannya membuat Leo menatap Endi penuh minat.
“Sudah biasa itu idol begitu.” Endi membuka suara membuat Leo menatap penuh selidik “Mereka akan melakukan segala macam cara agar namanya masih dikenal atau dipakai banyak tempat.”
“Tapi dia nggak nyaman.” Leo membuka suara.
“Akting supaya ada yang nolong.”
Leo tidak menyetujui perkataan Endi, wanita itu tampak benar-benar tidak nyaman dan ingin pergi dari tempatnya. Tidak lama kemudian wanita itu beranjak dari tempat duduknya, Leo berdiri mengikuti langkahnya dan tidak menghiraukan panggilan Endi. Leo melangkah mengikuti wanita itu berjalan, langkahnya menuju kamar mandi membuat Leo menghentikan langkahnya dengan berdiri di dekat kamar mandi. Kondisi kamar mandi yang sepi membuat Leo berpikir yang tidak-tidak, tapi tidak lama terdengar suara tangisan dalam kamar mandi.
“Aku nggak bisa melakukan ini, aku sayang sama mereka berlima dan nggak mungkin aku membiarkan mereka hancur mimpinya karena aku nggak bisa mengikuti permintaannya. Aku nggak bicara sama mereka dan pastinya kalau bilang mereka nggak akan setuju. Aku tahu kalau ini salah lagipula masa aku kasih ke orang yang bukan suamiku, aku nggak tahu harus gimana?”
Leo sedikit tidak yakin wanita itu berbicara sendiri atau melakukan panggilan dengan ponselnya, sedikit berpikir bahwa apa yang dilakukan wanita ini adalah berani. Leo tidak kenal dia tapi wajahnya sangat cantik, Putik jelas jauh dengan dia. Leo terdiam mencoba memikirkan kenapa membandingkan mereka berdua, pintu di kamar mandi belum terbuka membuat Leo mencoba mendengar kembali tapi sunyi.
“Aku tahu kalau banyak kekurangan dibandingkan mereka, tapi nggak mungkin juga melakukan hal gila ini. Anda sebagai orang yang menemukan kami bisa membuat sesuatu bukan hanya pasrah, aku nggak peduli dengan akusisi itu yang penting bagaimana anda sebagai pimpinan tidak berlaku begini. Anda kira aku akan menghentikan mimpi mereka? Kesuksesan ini bukan mimpi anda tapi mimpi kami.”
Leo tidak menyangka untuk menjadi artis harus berlaku seperti ini, menatap pria-pria tadi jelas menolak. Mereka rata-rata usianya bisa dikatakan seusia ayah wanita itu, Leo tersenyum simpul kalau pemilik agency sangat bodoh seharusnya lemparkan ke dia atau Lucas pastinya akan mau wanita itu, lebih tepatnya tidak akan menolak, tapi mami pasti akan marah sepanjang jalan kenangan.
Leo memainkan ponselnya tepat ketika wanita itu keluar dalam keadaan baik-baik saja, melihat itu Leo menatap tidak percaya sama sekali. Beberapa menit lalu marah dan pastinya menangis didalam sana, sekarang keluar dalam keadaan baik-baik saja. Memilih keluar dan sekali lagi terkejut dengan apa yang dilakukan wanita itu pada pria-pria yang harus dilayaninya, Leo menatap tidak percaya sama sekali.
“Baru kali ini ada wanita yang melakukan itu.” Endi menggelengkan kepala yang disetujui Leo “Tapi ya siapa mau harus melayani mereka, meskipun bergantian.”
“Harga dirinya tinggi.” Leo menyambungnya yang diangguki Endi.
“Aku sih nggak mau dapat jodoh dari kalangan Azka begitu.” Endi bergidik ngeri.
“Kamu udah cinta mati sama Tere, tinggal tunggu aja Mas Tian sadar anaknya kamu sukai. Pedofil.” Leo tertawa membayangkan reaksi Tian.
Endi menatap tajam “Usia kita nggak beda jauh, nggak kaya mami papimu.”
Leo menatap tajam, tapi detik berikutnya perhatian mereka teralih pada wanita tadi yang ditampar membuat Endi dan Leo langsung berdiri dan melangkah kearahnya. Langkah mereka terhenti saat pegawai cafe mendatangi mereka beserta dengan pihak keamanan, Leo menatap wanita itu yang langsung pergi meninggalkan tempat dengan keadaan kacau.
“Kita ikutin dia.” Leo berkata singkat membuat Endi melakukan hal yang sama.
Membagi tugas dengan Leo yang mengambil mobil dan Endi mendatangi wanita itu, mobil yang Leo kendarai sudah berada depan mereka tapi tidak semudah yang diharapkan karena pria itu tidak menginginkan wanita itu pergi. Endi menarik tangan wanita itu dengan membawanya masuk dalam mobil, tidak lama kemudian Endi menyusul dengan duduk dibelakang. Melihat itu Leo langsung menjalankan mobilnya dan seketika keadaan hening membuat Leo melirik wanita yang disampingnya.
“Memang mereka siapa?” tanya Endi membuka suara.
“Pria yang mau membawa aku ke bosnya untuk melayaninya.”
Hotel yang tidak pernah sepi sama sekali dari tamu, membuat beberapa karyawan harus bekerja ekstra. Leo bisa melihat beberapa karyawannya bekerja ekstra agar para tamu puas dengan pelayanannya, terkadang jika tidak terlalu sibuk Leo akan turun membantu.“Terima kasih dan semoga anda nyaman berada di hotel ini.” Putik berkata dengan memberikan senyuman terbaiknya.“Siang, Pak.”Leo hanya tersenyum ketika beberapa karyawan menyapa dan menundukkan kepalanya, tatapan Leo tidak lepas dari Putik. Mengantarkan dia pulang kemarin memberikan sesuatu berbeda pada perasaan Leo, tepukan ringan di bahu membuat Leo menatap kearahnya dan seketika beranjak dari tempatnya berada.“Jangan bicara.” Leo menghentikan Endi untuk berbicara di tempat umum.Leo melangkah ke tempat dimana Putik berada, tidak tahu apa yang membuatnya berjalan ke tempat Putik, satu hal yang pasti Leo ingin berbicara mengenai putrinya. Leo tidak tahu apa yan
Leo tahu bahwa apa yang dilakukannya saat ini diluar akal sehat, melihat ekspresi dari Putik pastinya tidak salah. Leo sendiri tidak tahu perkataannya bisa dipertanggungjawabkan atau tidak, menatap Putik yang masih diam setelah pertanyaannya membuat suasana diantara mereka menjadi sunyi. Leo menatap dengan teliti apa yang membuatnya mengambil keputusan gila dengan mengajak wanita dihadapannya, banyak hal berbeda diantara mereka dan tidak yakin semua berjalan dengan sangat lancar.“Saya menolak permintaan anda.” Putik mengatakan dengan tegas setelah cukup lama.Leo terkejut dengan jawaban Putik “Apa alasan kamu menolak?”“Banyak hal yang berbeda dari kita berdua dan saya tidak yakin semua akan berjalan lancar.” Putik menjawab dengan sangat masuk akal.“Menikah pastinya akan ada perbedaan.” Leo mencoba memberikan alasan masuk akal.Putik tersenyum membuat Leo mengangkat alisnya “Anda belum mengena
Memijat kepalanya perlahan, menatap sekitar tempat dimana Leo menghabiskan waktunya dengan Endi kemarin. Berharap malamnya akan tenang tanpa masalah seperti semalam, memikirkan perkataan Putik yang menolaknya semakin membuat sesuatu dalam dirinya tertantang untuk mendapatkan wanita itu.Suara sekitarnya membuat Leo mengalihkan pandangan, sekali lagi pandangan yang sama seperti semalam terlihat dengan jelas. Kali ini bukan wanita yang semalam dan itu membuat Leo hanya diam melihatnya, dari kejauhan Leo bisa melihat ketidaknyamanan dari wanita itu. Tidak lama wanita itu lagi-lagi ke kamar mandi, Leo menghembuskan nafas panjang karena harus lagi-lagi berurusan dengan hal gila macam ini.Leo hanya diam sampai akhirnya wanita itu kembali dan tampak pria itu mengajak keluar, dengan segera Leo beranjak dari tempatnya dan langsung mengambil kendaraannya. Langkahnya terhenti saat mendengar suara wanita, menatap mereka dan menemukan wanita yang semalam dan Leo tidak tahu namanya
“Putik masih menolak?” tanya Irwan yang diangguki Leo “Kamu kemarin kemana?”“Maksudnya?” tanya Leo menatap Irwan bingung.“Aku lihat kamu sama dua cewek.” Irwan menjawab dengan memberikan tatapan penuh selidik.“Aku ketemu salah satu dari mereka dua hari lalu, dijual sama agencynya untuk melayani pria.” Leo menjawab dengan menatap lurus seakan mencoba mengingat apa yang terjadi, termasuk didalamnya perkataan Fransiska.“Kamu bertemu mereka lagi? Itu artinya mereka yang mau bukan karena paksaan.” Leo menatap Irwan yang seketika langsung mengangguk. “Bukannya agency Azka sempat ngalamin hal itu?”Leo terdiam mencoba mengingat permasalahan agency yang Azka bangun, bukan Azka bangun tapi didapat dari papinya, Wijaya. Banyak masalah yang timbul, mulai dari bisa dibayar saat masuk dalam agency sampai menjual artis mereka pada pria-pria berduit. Itu semua untuk mengembali
Menata barang-barang Wulan untuk dibawa pulang, tidak terlalu banyak barang yang dibawa karena memang Azka tidak membawa apapun. Wulan sendiri masih dalam kamar mandi, setelah pertemuannya dengan Dona membuat mereka menjadi akrab.“Kamu terima tawaran Dona?” tanya Azka yang entah sudah ke berapa kalinya.“Belum dipikirkan, lagian aku malu kalau harus kembali ke agency.” Wulan menjawabnya dengan nada sedih.“Mereka nggak ada yang tahu siapa wanita itu.” Azka menenangkan Wulan dengan membelai lembut lengannya.Wulan menggelengkan kepalanya “Agency kamu juga dalam keadaan tidak baik-baik saja.”“Semua sudah selesai, berkat uang.” Wulan mencibir perkataan Azka.Azka tidak berbohong, tidak tahu apa yang mereka lakukan sampai akhirnya berita mengenai dirinya hilang. Wartawan juga tidak ada yang mendatanginya, kasus itu seakan berhenti begitu saja. Azka tahu jika Josh tidak akan tinggal di
Gulungan kertas mengenai lengannya dengan keras, Leo menatap tajam pada Irwan yang melakukan hal gila itu. Menggerakkan tangannya membelai bekas pukulan Irwan perlahan, Leo masih memberikan tatapan tajam, Irwan sendiri memberikan tatapan tajam juga pada Leo.“Kamu melamar Putik, seharusnya kamu mendekatkan diri sama dia. Bukan mendekati wanita lain untuk memastikan perasaan.” Irwan menggelengkan kepalanya.“Putik sudah menolak aku.” Leo memberikan alasan masuk akal.“Kamu menyerah? Mana Hadinata yang tidak pantang menyerah.” Irwan memberikan tatapan meremehkan.“Aku bukan menyerah, hanya saja....”“Perasaan kamu sama Putik bukan benar-benar cinta?” Irwan memotong kata-kata Leo dan langsung membuatnya terdiam “Lalu kenapa kamu melamar dia? Kasihan? Wanita yang berstatus janda itu nggak mau dikasihani, image mereka sudah jelek dan nggak mau di pandang sebelah mata sama orang lain.&rdqu
Memilih pulang ke rumah bersama dengan Endi, kedatangannya yang tiba-tiba membuat Leo harus pulang bersama. Langkah Leo terhenti saat melihat Putik bersama Risa berjalan bersama, melihat jam di tangan sepertinya Putik telah selesai jam kerjanya.“Kita ketemuan di tempat kemarin.” Leo berkata dengan menepuk bahu Endi sebelum benar-benar meninggalkannya.Mengambil mobilnya dan langsung mengikuti langkah Putik dan Risa, mereka pastinya berada di halte. Perkataan Leo benar adanya, melihat mereka berdua berada disana dengan kondisi Risa yang sudah mulai lelah, menepikan mobilnya depan Putik yang langsung menyadarinya, menekan klakson sekali agar segera naik dan tampaknya Putik tidak memiliki keinginan untuk melawan.Leo memilih keluar dari mobilnya, menggendong Risa yang sudah terlalu lelah dan meletakkannya di kursi belakang, membuka pintu depan dan memberikan kode agar Putik segera masuk. Memastikan Putik masuk kedalam dengan nyaman, Leo memilih memasuk
Mata Leo tidak melepaskan tatapan pada keenam wanita yang berada diatas panggung, penampilan mereka tidak bisa dianggap remeh dengan memandang sebelah mata. Mereka group wanita yang mempunyai gerakan dan suara bagus, lantas kenapa kedua wanita diantara mereka berada dalam kondisi seperti kemarin mereka bertemu.“Kalau mereka sebagus ini, kenapa ada yang bersama pria itu kemarin?” bisik Leo pada Endi.“Dunia mereka seperti itu,” jawab Endi membuat Leo menatap kearah mereka “Tapi bukan berarti mereka juga melakukannya, Larissa itu anak salah satu pengusaha dan pernah menjabat di negeri ini.”Leo mengangkat alisnya “Dia menjadi penyanyi begitu?”Endi mengerutkan keningnya “Setiap orang mempunyai keinginan berbeda, bukan? Azka dan Zee mengambil jalan berbeda dengan kita.”Leo membenarkan perkataan Endi, memilih kembali melihat penampilan mereka. Ada sedikit keanehan dimana Fransiska tida