"Gila lu bawa motornya,""Lah daripada kena omel,""Itu dah pasti. Minimal kalau mau ngeprank malaikat nggak usah ajak kita,""Siapa yang mau ngeprank,"Lah elu--""Ssssttttt!!"Diantara tiga manusia itu, Dion yang dianggap paling waras dan bisa profesional dalam segala situasi."Udah-udah debatnya nanti aja. Yang penting kita masuk dulu. Datang, presentasi, pulang, lupakan," ujar Dion sembari membawa proposal yang telah dijilid rapi."Setuju!" sahut Morgan sembari memetikkan jarinya."Kalau gitu kita gasss sekarang,""Gasss,"Didepan aula kampus mereka berdiri sejenak. Itung-itung mempersiapkan mental sebelum dihajar para dosen."Bentar dulu deh,"Saat Morgan dan Dion hendak melangkah masuk ke aula, Jonathan justru menghentikan langkah mereka. Tampak jelas raut wajahnya menunjukkan kebingungan."Apalagi sih Jon," gerutu Morgan."Tadi si Dion bilang, datang... presentasi... pulang... lupakan. Maksudnya disuruh nglupain projeknya?"Morgan menepuk dahinya usai mendengar pernyataan rekan
Tak sedikit dari dosen yang hadir membuka proposal tersebut sembari mendengarkan presentator."Dalam presentasi kali ini, kami akan memperkenalkan proyek inovatif kami yang bertajuk ' Smart Home: Integration of Internet and Electricity Networks'. Proyek ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan hunian yang lebih nyaman, aman, dan efisien melalui integrasi sistem jaringan internet dan listrik," jelas Dion sesekali menunjukkan logo di proyektor.Dion pindah posisi. Kini giliran Morgan yang meneruskan presentasinya. "Sasaran dari proyek ini adalah untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan penghuni rumah, serta menghemat energi dengan mengoptimalkan penggunaan perangkat-perangkat elektronik. Kami akan bertanggung jawab untuk mengembangkan aplikasi yang dapat digunakan untuk mengontrol perangkat-perangkat elektronik, kami juga bertanggung jawab untuk membangun jaringan internet dan listrik yang terintegrasi di rumah-rumah tersebut,"Setiap mahasiswa menjelaskan konteks yang telah disepak
"Ah sini aja kali," ucap Jon memilih tempat duduk di kantin. Kedua rekannya pun duduk ditempat pilihan Jonathan. "Basecamp sejuta umat, ya disini," ucap Jonathan sembari menyandarkan punggungnya ke dinding. Ia sengaja memilih outdoor demi mendapat kesejukan gratis dan abadi. Kebetulan angin siang ini bersahabat. Sepoi-sepoi di tengah panasnya Jakarta. "Asyik juga ya kumpul sama kalian," Usai merenung beberapa saat, keluarlah kalimat itu dari bibir seorang Morgan. "Woih, baru nyadar?" sahut Jon. "Emang. Hampir tiga tahun kuliah disini baru ngerasain kumpul sama temen sefrekuensi," jelas Morgan. "What? Serius? Seorang Morgan---""Dia sekelas sama Derren. Tau sendiri kan Derren orangnya kek gimana," potong Dion. Jonathan menggelengkan kepala. Mengingat pesona songong dari anak Dekan itu, membuatnya kesal. "Kamu jadi laki jangan ngerasa dibully apalagi jadi korban. Laki itu nggak takut kalau nggak punya temen apalagi geng. Laki itu biarpun dalam kbbi ada tanda hubungnya, harus tet
Cucu kesayangan Arthur Collim yang menyamar sebagai kang ojek itu terlelap dalam tidurnya di kos kecilnya. Hari itu, ia begitu lelah setelah menghadiri kuliah dan mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk. Tanpa disadari, ponselnya berada tepat di sampingnya, di dalam grup WhatsApp yang ramai.Ting•••23.45~[Tempat, peralatan, dan biaya sudah saya sediakan. Besok kalian bisa mulai observasi]Begitulah isi pesan grup dari Prof Gin. Jon : [Baik pak]Dion : [Siap pak]Di grup tersebut, ada tiga anggota yang aktif berdiskusi. Pertama, ada Jonathan yang sengaja menjepit kedua matanya agar tetap melek. Kedua ada Dion, yang selalu waras dalam hal dan situasi apapun. Dan yang terakhir, Profesor Gin, dosen pembimbing mereka yang bijaksana dan berpengalaman. Jon : [Mohon maaf lancang pak. Karena besok dan lusa, saya ada agenda praktek dengan Prof Robert. Bolehkah saya izin ke kampus]Prof Gin is Typing•••Prof Gin : [Tidak perlu izin. Saya akan urus nilaimu. Yang penting kalian bertiga fokus obs
Bintaro~ Sebuah daerah yang jaraknya lumayan jauh dari kampus. Tiga mahasiswa pilihan Prof Gin itu berangkat untuk melakukan observasi sebagai bagian dari proyek mereka. Saat mereka melaju di jalan raya, angin sepoi-sepoi menyapa wajah mereka, memberikan sensasi yang menyenangkan seperti sedang melakukan perjalanan touring. "Gini dong sekali-sekali touring," ucap Dion setengah berteriak karena suaranya kalah dengan riuhnya jalan raya saat itu.Morgan, yang mengemudikan motornya sendirian menyatu dengan suasana jalan raya. Jonathan dan Dion yang berboncengan, juga menikmati pemandangan yang berlalu di sepanjang jalan. Mereka tertawa dan bercanda, menikmati kebersamaan dalam perjalanan ini. "Touring dari Hongkong? Observasi bukan touring," sahut Jon."Iya deh iya," "Eh pegangin hp ku dong terus nyalain kameranya,""Kamu mau ngevlog Jon?""Enggak,""La terus mau ngapain?""Mau ikutan trend di medsos. Yang itu lo Hi Kids! This your dad," "Ya jangan disini dong Jon bahaya,""Lah biar
Hari kedua~Pagi di perumahan di Bintaro itu terasa sejuk. Cahaya matahari pagi mulai merambah masuk ke jendela, memberikan sentuhan hangat di dalam kamar. Ketiganya bangun kesiangan setelah semalam begadang di ruang tamu perumahan yang mereka tempati untuk observasi. Tok...tok...Suasana masih terasa sepi ketika Morgan membuka mata setelah mendengar ketukan pelan di pintu. Dengan gerakan setengah sadar, ia beranjak dari tempat tidurnya dan mendekati pintu. Ceklek...Ketika pintu terbuka, tidak ada sosok manusia yang terlihat. Hanya ada sebuah plastik yang berisi tiga kotak makanan yang diletakkan dengan rapi di depan pintu. "Nggak di kos nggak disini ada aja yang iseng," ucap Morgan sambil melihat sekeliling. Morgan memandang plastik itu dengan sedikit kebingungan, mencari tahu siapa yang telah meninggalkan makanan tersebut. Sementara itu, Jonathan dan Dion masih terlelap di ruang tamu, belum menyadari aroma makanan itu. Sesaat sebelum Morgan melangkah masuk ke dalam, matanya te
Caffe "Black Vortex" di sudut kota ramai adalah tempat yang tak biasa untuk pertemuan gengnya Derren. Suasana di dalamnya penuh dengan asap rokok dan musik yang berdentum. Penerangan dari lampu-lampu gantung yang rendah menciptakan bayangan-bayangan misterius di antara dinding bata terbuka dan furnitur kayu tua. Kursi-kursi kulit merah tua dan sofa-sola tua melengkapi atmosfer yang nyaman dan elegan, bertentangan dengan keberadaan geng yang berada di sana. Derren, yang selalu tampil sebagai sosok pemimpin yang arogan, duduk di pojokan sebuah sofa besar. Rambutnya yang kusut dan sepasang mata yang tajam mencerminkan ambisiusnya dalam mendapatkan apa yang dia mau. "Gimana teror dan racun kemarin?" tanya Derren pada anak buahnya. "Terornya berhasil Ren. Tapi racunnya-""RACUNNYA KENAPA? Gagal?" "Iya Ren,"Derren berusaha menahan amarahnya. Dia berusaha tetap tenang tak seperti biasanya. "Oke itu artinya mereka masih ditakdirkan untuk sehat," ucap Derren. "Setelah ini rencana kamu a
"Udah setengah jam ni ko belum nyala sih,""Iya udah pegel nunggu,""Bisa nggak sih benerin,""Ganti yang lama aja. Rugi pakai jasa mereka,""Bener ganti aja,""Iya ganti aja,"Seruan ibu-ibu membuat Jonathan hampir kewalahan. Sementara Jon hanya mengandalkan sisa-sisa keberaniannya menghadapi ibu-ibu yang brutal menyerangnya. "Saya mohon harap tenang. Semua pasti akan kembali semula," ucap Jon. "Alaaaah bacot lu. Buktiin dong omongan lu," "Iya bener,""Buk, saya mohon beri kami waktu," "Udah mending kalian pergi aja. Nyampah aja disini,"Aksi dorong-dorongan akhirnya terjadi. Jon tak kuat menahan dorongan para emak-emak yang menginginkannya pergi dari sini. Begitu riuh suasana di perumahan sampai akhirnya tak ada yang menyadari kalau semua listrik di tiap unit telah menyala seperti sedia kala. Jaringan wifi pun tersambung secara otomatis ke setiap ponsel. Hingga perhatian ibu-ibu yang menjambak rambut Jon teralihkan pada tiap anak yang memegang ponsel dalam mode lanscape. Merek