Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah

Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah

Oleh:  Dini Lisdianti   Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
16 Peringkat
52Bab
18.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Siapa sangka, rumah seharga 30 juta membawa bencana bagi keluarga Putri. Mereka mengalami teror mencekam dari penghuni yang disinyalir bunuh diri satu keluarga. Putri dan para sahabatnya berusaha mengungkap tabir misteri dengan mendatangi masa lalu yang berhubungan dengan penghuni rumah. Bisakah teror tersebut dihentikan?

Lihat lebih banyak
Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Ika Fitriani
bagus bgt kak
2024-04-25 14:24:27
0
default avatar
Ii Mei
Bagus seru banget
2023-10-18 01:46:27
0
user avatar
Zacky 82
bagus ceritanya... saya syuka......
2023-10-09 06:51:44
0
user avatar
Meladiya Khayati
diperbaiki lagi
2022-12-12 20:58:50
0
default avatar
akleemakaira
sudah tamat,kalo di jadiin film bakalan keren banget ini ......... cerita horor favorit ini pokoknya titik
2022-12-07 22:17:33
0
user avatar
Zhu Phi
Rumah Kosong di Dusun Angker sudah update lagi ya. Kali ini sampai tamat. Ikuti terus perjalanan Clara.
2022-12-05 00:19:16
1
user avatar
mbkDewws
suka ceritanya yg cukup menatik dan menegangkan, di tunggu karya selanjutnya, terimakasih
2022-12-01 19:44:17
0
user avatar
Naiya Ananda Octav
keren banget, alur nya menarikkk
2022-11-06 09:47:18
0
user avatar
Opal Zircon
bagus ceritanya.. seram2 sedep..
2022-07-17 18:26:07
0
user avatar
♕AɴɴᴀAsʜʏཽ
Kayanya ceritanya menarik
2022-07-04 07:28:31
0
user avatar
D'sparage Je
Kalo cerita hororny gak mengandalkan sensualitas gini, mantap lah ceritanya. cuman sedikit saran aja Thor, cerita The Destinable Of Light yg mengisahkan perjuangan Nando menaklukkan seribu negeri siluman akan memberikan warna yg berbeda buat para pembaca
2022-06-28 12:49:37
0
user avatar
Zhu Phi
Keren dan serem thor Mampir yuk ke Rumah Kosong di Dusun Angker Dijamin seru dan serem
2022-06-08 16:49:30
0
user avatar
Alaaw 61
loh mbak penulis, saya bingung kok bab "cuci otak" & "ilmu hitam" isinya sama ya?
2022-05-30 19:05:35
0
user avatar
Fiska Aimma
Mantaap Ini bagus banget seru. Gaskeun Thor
2022-05-30 06:37:44
0
user avatar
Alaaw 61
ini kapan lagi update babnya? jangan bikin penasaran pembaca jadi kecewa dong
2022-05-30 03:51:12
0
  • 1
  • 2
52 Bab
Rumah Murah
"Cariin rumah yang murah. Gak apa-apa banyak hantunya, itu mah bisa diusir," ucap Bapak tergelak ketika mengobrol dengan Pak Hasan—tetangga yang memang jadi perantara untuk jual-beli rumah di kampungku.Selama ini kami memang tinggal di rumah nenek dari pihak Ibu. Saudara Ibu sering sekali membicarakan keluarga kami karena tak mampu membeli rumah. Hingga akhirnya, bapak bekerja keras dan bisa menabung selama tiga tahun di bank. Entah berapa hasil tabungan Bapak sekarang."Sebenarnya ada, Pak. Malah saya udah coba tawarin ke mana-mana, pada gak mau. Udah nyerah tadinya, malah udah bilang ke yang punya gak akan nawarin lagi, capek. Tapi kalo Bapak mau, hayolah. Cuma, ya, itu ...."Aku yang tengah mengerjakan tugas sekolah di depan komputer langsung mengubah posisi duduk, penasaran apa yang akan dijelaskan Pak Hasan tentang rumah itu karena memang tempat nonton TV dan ruang tamu hanya tersekat oleh dinding saja. Jadi, pembicaraan mereka bisa terdengar.Tetiba Ibu melintas, membawa sepiri
Baca selengkapnya
Penampakan Nenek
Bapak dan Ibu masih sibuk bernegosiasi. Bahkan, Ibu minta agar Bapak berpikir ulang. Sepertinya mereka tidak bisa diganggu, aku pun meminta Ita untuk mengantarku ke tempat kediaman Via sambil sedikit berlari. "Di mana, Dek?" tanyaku.Ita terus menarik tanganku menuju dapur yang gelap. Hingga aku harus mencari sakelar terlebih dahulu. Sepertinya rumah ini diurus dengan baik, terlihat dari perabotan yang tertata rapi ketika lampu sudah menyala. Ita berhenti di depan sebuah pintu yang sedikit terbuka—sangat sedikit, terdengar gemericik air dari keran di dalam sana. Aku meminta Ita untuk menunggu. Lantas, pintu kamar mandi aku buka sembari memanggil nama via. Namun, tidak ada siapa-siapa di dalam sana. Yang ada hanya gayung yang bergoyang di dalam bak mandi setinggi pusar orang dewasa itu.Dahiku mengernyit seketika. Sedikit kesal karena adikku berani berbohong. Dengan menghela napas panjang, tubuhku berbalik kemudian berjongkok kembali di depan Ita. Wajahnya terlihat bingung. Aku memeg
Baca selengkapnya
Mimpi Aneh
Aku meminta Ibu untuk berbicara empat mata dengan Bapak, berharap ada jalan yang terbaik. Jika Bapak bersikukuh, lebih baik mengalah. Siapa tahu rumah itu memberi rezeki pada penghuninya. Mungkin sugesti kami terlalu terfokus pada korban bunuh diri, belum tentu jika sudah ditempati, 'kan? Aku langsung memboyong Ita untuk masuk kamar. Kalau ada Nenek, pasti beliau minta dipijit. Kebetulan beliau sedang menginap di rumah Uwa karena akan ada acara hajatan. Sementara Ibu akan menyusul besok.Sebelum tidur, aku mengajak adikku untuk mengobrol sembari membuka kunciran rambutnya yang sedikit agak pirang itu. Ita berceloteh banyak hal, termasuk betapa semangatnya gadis kecil itu akan pindah rumah. Katanya, rumahnya ramai, tidak seperti di sini. "Masa, sih, Kakak gak lihat," ucapku sembari menyisir rambutnya. "Padahal Adek udah ajak mereka ikut, tapi pada gak mau," ketusnya mulai menyimpan boneka barbie yang sedari tidak ia mainkan di atas lemari kecil samping ranjang. Aku mulai menata ban
Baca selengkapnya
Kolong Ranjang
Kedua adikku hanya menatapku tanpa ada pembelaan. Sementara tangan Kang Budi aku lepas secara perlahan. Terdengar suara Bapak memanggil dari belakang, bahkan beliau berjalan menghampiri. "Ada apa ini teh, kok, rame?" tanyanya.Aku langsung berdiri, lantas bertanya pada Bapak, "Ini Bapak yang nyuruh?" Pria bertubuh tambun itu mengangguk. "Bukan nyuruh, tapi mempersilakan. Setiap tempat, ada aturannya tersediri. Bapak cuma mematuhi aturan itu, Neng. Gimana Kang Budi saja jadinya," jelas Beliau. Sepertinya, Bapak pun merasa tidak enak menolak permintaan Kang Budi.Akhirnya, aku pun beranjak dari tempat sembari mengucap kata 'terserah'. Via dan Ita kuminta pergi dari sana. Lebih baik, mereka membantuku membereskan kamar masing-masing dan memasukan pakaian pada tempatnya."Kamu, kok, diem aja Vi lihat yang kayak gitu," ucapku saat berjalan menuju kamar."Biarin aja kali, Kak. Bapak mah belum rasain sendiri, sih, akibatnya." "Huss, gak boleh didoain juga atuh." Dua kamar bersampingan, se
Baca selengkapnya
Kantong Plastik
Setelah membaca doa sebisa mungkin, akhirnya kakiku bisa bergerak. Sontak aku berlari, masuk kembali ke rumah, tentunya menghampiri Ita di kamar. Terdengar Ibu memanggil dari dapur, bertanya aku kenapa. Namun, seolah tak peduli, fokusku hanya mencari Ita.Pintu kubuka dengan cepat, tetapi gadis kecil itu tidak ada. Hanya peralatan gambar yang berserakan di lantai. Karena panik, aku memanggil Ibu, beliau pun ternyata mendatangiku ke kamar. "Ada apa, sih, Neng?" "Adek ke mana, Bu?" tanyaku panik."Kan, dari tadi main sama kamu di kamar." Tanpa peduli jawaban Ibu, aku berkeliling rumah, mencari keberadaan gadis itu. Begitu juga kamar Via, berharap Adek ada di sana. Akan tetapi, yang ada hanya Via tengah mengerjakan sesuatu di lantai. "Via, Adek mana?" bentakku, gadis itu hanya menatapku bingung. "Gak ada ke sini. Emang ada apa, sih?"Kepalaku terasa berdenyut, keringat mengucur deras, merasa takut jika terjadi sesuatu pada Ita. Perut pun mendadak sakit. Aku memang seperti itu kalau se
Baca selengkapnya
Gadis Berseragam
Aku membuang bungkusan yang isinya bangkai ayam hitam. Mungkin karena mendengar teriakanku, sampai membuat Via dan Ita keluar. Mereka pun akhirnya ikut duduk bersama kami menunggu kedatangan Bapak.Sejurus kemudian, suara pintu diketuk. Gegas aku membuka pintu. Bapak tengah menata payung agar tidak tertiup angin. "Untung aja ada tetangga yang minjemin," ucapnya.Aku pun menutup pintu kembali setelah beliau masuk. Bapak mengernyitkan dahi saat menatap kami bergantian, lantas bertanya, "Aya naon? Kok, kalian natap Bapak kayak gitu." Ibu langsung berdiri dari kursi, menanyakan pada Bapak mau minun teh atau kopi. Hingga pilihan jatuh pada kopi hitam. Bapak tidak bisa minum kopi susu, lambungnya bisa kumat. Aku membiarkan Bapak duduk terlebih dahulu sambil mematikan TV, sebab di luar hujan makin deras dan petirnya pun kian kencang. Khawatir jika TV dibiarkan menyala, takut listriknya tersambar. Via dan Ita pun aku suruh masuk ke kamarku untuk tidur. "Pak, Putri mau bicara." Aku mulai me
Baca selengkapnya
Penelepon Misterius
"Kenapa pada ngelamun di sini atuh," ucap Aldi yang tiba-tiba datang, membuatku tercekat seketika. Aku repleks memukul lengannya sambil mengucap istigfar beberapa kali. Gara-gara ucapan Rena tadi, aku jadi terbawa suasana merinding. Alhasil, parno. "Udah nanti aku ceritain deh jam istirahat di kantin. Jangan di sini, udah mau upacara juga." Aku mendorong tubuh mereka agar masuk kelas dan melupakan apa yang tadi Rena lihat. Tiba-tiba Aldi mendadak berhenti. "Sebentar," ucapnya, membuat kami berdiri di dekat meja guru. "Kalian cium bau gosong, gak?" Perasaan semakin tidak enak, apalagi tengkuk terasa begitu berat. Ekor mataku menangkap ada seseorang yang berdiri di sampingku, tetapi aku coba tepis untuk menghilangkan rasa tidak nyaman. Biarkan saja, justru yang aku khawatirkan keadaan Ibu di rumah.Bell sudah berbunyi, tanda upacara akan segera dimulai. Semua berjalan semestinya. Seperti upacara, jam pelajaran pertama dan kedua. Sampai akhirnya bell istirahat. Aldi dan Rena bahkan me
Baca selengkapnya
Mukena Ibu
Aku dan Via sudah dijemput oleh Bapak. Sebelumnya, aku meminta Pak Hasan untuk tidak bicara soal kedatangan kami, takut jika Bapak marah. Di mobil tidak ada pembicaraan apa pun, aku masih sibuk mencari berita di internet tentang kejadian di rumah itu. Namun, hasilnya masih nihil. Sementara Via, ia masih sibuk bermain game. "Besok kamu sekolah bawa motor aja, ya, Neng. Biar sore ada di rumah. Soalnya, Bapak disuruh ngadain pengajian sama Bos Arya. Jadi, nanti salat Isa Bapak mau ke mesjid buat ngundang tetangga." Suara Bapak mulai memecah keheningan. "Emang udah ada uangnya buat ngundang tetangga, Pak?" tanyaku seraya mematikan ponsel sejenak agar lebih sopan saat bicara dengan Bapak meski posisi kami tidak berhadapan. Dari kaca sepion, terlihat senyum Bapak mengembang. Beliau pun menjawab, "Semua catring dan snack dihandle oleh Bos Arya dan istrinya. Cuma katanya teh, mereka belum bisa hadir, soalnya masih sibuk sama kerjaan." Menurutku, Bapak itu salah satu orang yang selalu ber
Baca selengkapnya
Siapa Helen
Mendengar suara jeritan di tengah malam, tepat di kamar Via, membuat aku dan Bapak berlari untuk melihat keadaan gadis itu. Tentunya pikiranku sudah ke mana-mana, mengingat video yang direkam kemarin saja cukup membuat bulu kuduk merinding. Pintu kubuka secara paksa, lantas menghidupkan lampu kamar Via yang memang jika tidur selalu padam. Berbeda denganku, kadang selalu pengap jika lampu mati. Saat sudah masuk, nyatanya, Via dalam keadaan tengah tertidur. Kami berdua hanya bergeming, menatap Via yang terbangun dengan mengucek matanya. "Ada apa ini, Pak? Kok, pada ke sini?" tanyanya dengan suara serak. Wajah Bapak yang tadinya menegang, kini berubah sedikit lega. Pria tambun itu menghampiri putrinya kemudian mengusap lembut rambut Via dan menyuruh gadis berponi itu untuk tidur lagi. Sementara aku masih terdiam seraya mengatur napas yang masih naik turun. Bapak mengajakku untuk keluar dan tidak menceritakan apa pun pada Via. Aku kira Bapak akan kembali ke kamar, nyatanya beliau perg
Baca selengkapnya
Cahya Handoko
Aku beranjak dari kursi kemudian berpamitan pada Ibu. "Aku gak ikut sarapan ya Buk. Gak laper. Sisain aja buat nanti aku bawa ke sekolah." Bukan apa-apa, aku hanya takut terbawa emosi. Ibu mungkin paham perasaanku, tetapi bagaimana dengan Bapak? Dan nama yang tadi disebut Ita, sepertinya ada makhluk gaib yang bermain dengan adikku itu. Mungkin, jika sedang berdua, aku bisa mencari informasi lebih. Secepat kilat aku masuk kamar, membuka gorden meski langit belum sepenuhnya terang. Masih ada sisa kebiruan dari waktu Subuh. Dari jendela, aku bisa melihat orang lalu-lalang mengantarkan susu ke tempat penampungan. Mungkin, sekali-kali aku harus berbaur dengan masyarakat untuk tahu seluk-beluk rumah ini.Saat aku berbalik, tatapanku mengarah pada lukisan yang sudah tiga kali diturunkan, tetapi kembali dengan sendirinya. Bahkan, prakaryaku saja hancur, entah ulah siapa. Pandanganku beralih pada meja samping ranjang. Ada beberapa laci di sana. Kalau tidak salah, kemarin banyak buku di dala
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status