Ditipu Mertua dan Suami Extra part 4 "Ayo, Ra, jawab, jangan bikin aku penasaran." "Mandi dulu, ah." Aku beranjak dari duduk berniat melarikan diri tapi tanganku langsung dicekal Mas Putra."Eits, jangan harap kamu bisa melarikan diri sebelum menjawab pertanyaanku. Duduk!""Maksa banget, sih, Mas.""Kamu kan senengnya dipaksa paksa gini. Nikah sama aku pun harus dipaksa.""Lebih enak yang dipaksa dipaksa, sih," jawabku yang akhirnya mengalah duduk di samping Mas Putra sambil melingkarkan tangan di pinggungnya dan melabuhkan kepala di bahunya. Mas Putra pun akhirnya juga melingkarkan tangannya di pinggangku. Sudah tidak peduli dengan orang sekitar, kami menikmati senja di tepi pantai layaknya orang yang sedang kasmaran."Ayo, Ra, ceritakan. Aku siap menerima kenyataan pahit.""Malam itu, setelah pernikahan kami, Mas Rasyid menuntutku untuk menjadi istri seutuhnya. Dia melepas kerudungku, Mas. Lalu bibirnya ... Bibirnya mengecup ....""Bibirmu?" Sahut Mas Putra cepat."Bukan tapi k
And Aubrey was her name,(Dan Aubrey adalah namanya,)A not so very ordinary girl or name.(Nama dan gadis yang biasa saja)But who’s to blame?(Tapi siapa yang harus disalahkan?)For a love that wouldn’t bloom(Untuk cinta yang tidak akan mekar)For the hearts that never played in tune.(Untuk hati yang tak pernah dimainkan selaras.)Like a lovely melody that everyone can sing,(Seperti melodi indah yang gampang dinyanyikan oleh setiap orang,)Take away the words that rhyme it doesn’t mean a thing.(Dengan lirik yang kurang bermakna)But God I miss the girl,(Tapi Tuhan aku rindu gadis itu,)And I’d go a thousand times around the world just to be(Dan aku akan berkeliling dunia seribu kali untuk)Closer to her than to me.(Lebih dekat dengannya daripada denganku sendiri.)And Aubrey was her name,(Dan Aubrey adalah namanya,)I never knew her, but I loved her just the same,(Aku tidak pernah mengenalnya, tapi aku mencintainya sama saja)I loved her name.(aku mencintai namanya.)Wis
"Nih, ada yang kangen sama ayahnya," ucapku sambil mengarahkan layar pada perutku."Maksudnya, Ra?""Iya, roket yang Mas Putra luncurkan ternyata ajaib, tepat sasaran. Benihnya jadi, Mas." "Maksudmu kamu hamil, Ra?" Aku mengangguk sambil menunjukkan testpack dengan berurai airmata. Mata Mas Fikri langsung berkaca kaca, setelah itu menangis sesenggukan, "Secepat ini, Ra?""Iya, Mas, aku juga seperti tidak percaya. Ini hanya karena kebesaranNya.""Alhamdulillah ya Allah, begitu cepat Engkau berikan anugrah indah ini pada kami." Tubuh Mas Putra kemudian meluruh bersujud syukur. Setelah itu kami hanya bisa sama-sama menatap layar dengan mata basah, "Ra, aku pengin meluk kamu. Aku besok pagi pulang, ya." Aku mengangguk bahagia."Kira-kira itu roket yang pas kuluncurkan di mana ya, Ra, yang berhasil jadi. Feelingku kok pas di camping di pantai. Rasanya beda soalnya.""Sok yakin, Mas, hanya Allah yang tahu. Yang terpenting, semoga aku dan bayi kita diberi keselamatan dan kesehatan ya, Mas
"Nggak, Mas, apapun alasan Mas Fikri, aku tetap tidak setuju Kartika tinggal di sini. Rumah ini bukan tempat penampungan janda ya, Mas! Silahkan Mas Fikri bantu mereka tapi tidak tinggal di sini! Kalau Mas Fikri tetap bersikeras Kartika tinggal di sini, aku yang akan pergi dari rumah in!" bentakku geram.Mataku nanar menatap perempuan muda berjilbab yang menggendong bayi perempuan dan menggandeng 2 balita laki-laki. Dia tampak menunduk ketakutan di belakang Mas Fikri."Tiara, dengar penjelasanku dulu. Sebelumnya aku minta maaf tidak minta ijin kamu dulu. Aku mohon kamu bisa ngerti, Ra. Semoga masih ada belas kasihanmu pada mereka. Kasihan Kartika, ditinggal suaminya di saat anaknya masih kecil-kecil." "Kita bisa menolongnya tanpa menampungnya di sini, kan?!" protesku."Anak anaknya bukan hanya butuh materi tapi juga butuh kasih sayang seorang ayah," sanggah Mas Fikri yang menurutku mengada ada dan tidak masuk akal "Jangan mengada ada, M
"Itu buat ... Maksudku itu titipan orang, Ra.""Titipan siapa, Mas?!""Sudahlah, Ra. Lupakan. Nggak penting buat kita." "Titipan Kartika kan, Mas? Iya, kan?!" "Kok kamu tahu, Ra?" "Siapa lagi perempuan yang selalu ngrepotin Mas Fikri kalau bukan Kartika!""Ibu, Ra, yang nitip susu itu buat Kartika.""Ibu lagi! Ibu lagi! Ibumu itu maunya apa sih, Mas! Jelas-jelas Kartika itu sudah punya suami, masih saja melibatkan kamu di kehidupan Kartika!" "Kan tadi sudah kuceritakan, suami Kartika nggak ada di rumah, Ra." "Alah, itu bukan alasan, Mas! Kalau cuma beli susu mereka juga bisa pergi sendiri, kok. Nyatanya aku kemarin ketemu mereka belanja kebutuhan sehari-hari. Kenapa nggak beli susu sekalian!" "Istri Fikri kalau lagi marah-marah gini tambah cantik dan ngegemesin." Sambil mengemudikan kemudi mobil keluar dari POM bensin, tangan kiri Mas Fikri nyolek-nyolek daguku sambil senyum-senyum menyeb
"Memangnya saya, Bu, yang berkehendak tidak mau hamil? Perlu Ibu tahu, saya belum hamil ini bukan hanya karena faktor dari saya tapi juga faktor dari Mas Fikri." Kuberanikan untuk membela diri."Terus maksudmu yang mandul Fikri begitu? Perlu kamu tahu ya, Ra. Fikri sudah terbukti tidak mandul.""Darimana ibu membuktikan?""Aku ini ibunya. Aku bisa jamin Fikri sehat.""Saya nggak bilang Mas Fikri mandul, Bu. Cuma Mas Fikri saja nggak pernah di rumah. Sering keluar kota bagaimana saya bisa hamil.""Kamu lihat itu Kartika. Suaminya juga nggak pernah di rumah tapi nyatanya sekali tancap langsung jadi. Sebulan setelah pernikahannya, dia langsung isi, Ra."Rasanya sakit dibanding bandingin tapi tak ada guna membela diri. Aku akan selalu di posisi yang salah. Lebih baik pulang saja daripada semakin sakit hati."Bu, Tiara pulang dulu ya. Sudah sore," pamitku sambil mencium tangan Ibu. Tetapi baru saja mau beranjak, tiba-tiba huj
Mobil Mas Fikri cepat sekali. Dan aku akhirnya kehilangan jejak. Tapi aku yakin tujuannya adalah rumah Ibu karena ini arah jalan rumah Ibu. Akhirnya sampai juga motorku di dekat rumah Ibu. Sengaja aku tidak parkir tepat di depan rumah. Aku tidak ingin mereka tahu keberadaanku. Dan benar saja dugaanku, mobil Mas Fikri sudah terparkir di halaman. Tanpa ada raut capek, tampak Mas Fikri terlihat begitu bahagia menemani Randi dan Dimas bermain mainan baru di teras. Pasti mainan itu juga Mas Fikri yang membelikan. Begitu pun dengan anak-anak. Dimas yang dipangku Mas Fikri juga terlihat begitu bahagia. Pemandangan yang sangat menyakitkan bagai disayat sembilu.Sebegitu pentingnya anak-anak Kartika buatmu, Mas, sampai istri kau nomor duakan. Aku putuskan meninggalkan tempat ini sebelum hatiku semakin hancur tercabik cabik. Sampai rumah, aku putuskan tidak akan menghubunginya. Aku pengin tahu sampai kapan dia di rumah ibunya. Dengan perasaan gundah aku
Ditipu mertua dan suami.Part 5Dengan kaki gemetar dan berderai airmata kukuatkan hati menyaksikan mereka dari kejauhan. Mas Fikri yang berdiri di samping Kartika dengan tangan kanan membelai mesra pucuk kepala Kartika yang tertutup jilbab. Lalu tangan kirinya ... Mas Fikri menggenggam erat tangan Kartika seolah begitu takut kehilangan Kartika.Kupalingkan wajah. Ya Alloh, aku tak sanggup. Pemandangan itu sangat menyakitiku. Dadaku seperti diremas remas. Tangisku semakin tak terkendali. Tapi rasa ingin tahuku membuat aku berusaha kuat menyaksikan adegan mereka lagi.Mataku terbelalak. Serasa tidak percaya, aku melihat dengan mata sendiri Mas Fikri berkali kali mencium kening Kartika yang sedang mengejan sambil terus membelainya. Bahkan kali ini Mas Fikri menempelkan kepalanya pada kepala Kartika seolah ingin ikut merasakan kesakitan Kartika. Dan mata Mas Fikri ... kenapa matanya terlihat sembab seperti menangis.Darahku mendidih dengan jantung yang berpacu cepat. Kupegang dada yang