Share

13. Celaka

Penulis: SunšŸŒ…
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-19 00:08:15

ā€œYatim piatu?ā€

Esa mengangguk. Membukakan aku botol air yang berisi cairan penambah ion. Aku masih menopang kepala anak-anak di pahaku sembari memperhatikan Ajeng yang masih tertidur pulas dengan seksama. Pipinya kuelus-elus. Ia menghadap ke perutku seolah untuk mencari kehangatan.

ā€œIbunya meninggal karena penyakit kanker payudara. Kemudian sebulan setelahnya ayahnya meninggal karena kecelakaan tunggal tengah malam. Diduga karena sedang mabuk, tapi ibunya bilang anaknya nggak pernah mabuk-mabukan.ā€

ā€œAjeng punya nenek?ā€

ā€œIya. Nenek dan kakek yang masih segar bugar. Mereka bahkan menjual berkilo-kilo semangka di pasar. Kalau dilihat sekilas, mungkin nggak ada yang tahu kalau Ajeng itu cucu mereka karena terlihat seperti orang tua dan anak pada umumnya.ā€

ā€œOh, ya? Kamu pernah bertemu mereka?ā€

ā€œSetiap hari,ā€ katanya menselonjorkan kaki. Kemudian ia menyentuh pipi gembil Rico. ā€œBapaknya anak ini, memintaku untuk mencarikan distributor buah-buahan yang murah karena beliau punya toko kue. Peninggalan istrinya.ā€

Kalimat diakhir itu memberikan rasa kejut yang alami. ā€œMaksudmu, Rico juga nggak punya Ibu?ā€ tanyaku hati-hati. Esa pun membenarkan.

ā€œBeliau meninggal saat melahirkan Nana.ā€

ā€œNana ini adiknya Rico?ā€

ā€œIya. Memang kamu pikir adiknya siapa?ā€

ā€œKupikir adiknya Ajeng karena mereka mirip.ā€

ā€œKebanyakan anak kecil memang punya wajah yang mirip-mirip. Mangkanya rawan tertukar kalau di rumah sakit.ā€

ā€œItu kan yang baru lahir memang sulit dibedakan. Tapi ini, mereka benar-benar mirip, lho,ā€ tukasku berusaha membandingkan keduanya. Esa hanya terkekeh sambil menenggak minuman kalengnya.

ā€œSudah ditakdirkan bertemu mungkin. Mangkanya mirip.ā€

Cukup menarik. Aku jadi ingin berdiskusi padanya tentang pertemuan kami juga yang apakah diatur oleh takdir atau tidak, namun bibir ini hanya menyuarakan hal lain.

ā€œTerus, kamu kenal ayahnya Rico dari mana?ā€

Ia tengah asyik merasakan bagaimana kedua kakinya menggesek-gesek rumput yang baunya menjelang senja terasa dingin. Senyuman canggung yang terlihat selalu sama disetiap waktu itu pun seolah tengah menegurku karena banyak bertanya. Tapi anehnya ia selalu sanggup menjawab dengan sepenuh hati.

ā€œAku mantan karyawannya,ā€ katanya sambil meletakkan kaleng minumannya yang sudah habis. ā€œTapi sudah resign setahun yang lalu.ā€

Mungkin mempertanyakan kenapa dia resign hanya akan membuatku terlihat seperti penguntit sungguhan. Kalau begitu, mengangguk pelan adalah cara terbaik.

ā€œKamu nggak bertanya, kenapa aku resign atau perusahaan apa yang ayahnya Rico punya?ā€

Batinku terlonjak. Antusiasme pun mulai bergejolak. ā€œBoleh?ā€ tanyaku dengan kedua mata membulat. Esa pun tertawa.

ā€œBoleh lah. Kita, ā€˜kan, bakal kerja bareng. Jadi harus terbuka.ā€

ā€œMemang apa jawabannya dari dua pertanyaan tadi?ā€

ā€œAku resign karena bosan lalu perusahaan ayahnya Rico bergerak di bidang Properti.ā€

ā€œKamu bagian apa di sana?ā€

ā€œTidak tahu juga disebut bagian apa. Aku hanya melakukan ini dan itu sesuai perintah beliau.ā€

ā€œMungkin kamu sudah menjadi tangan kanannya. Tapi, kamu bosan karena itu?ā€

Ia menggeleng.ā€œBukan,ā€ ucapnya dengan dagu yang mengkerut, kemudian berkata dengan nada yang pelan.

ā€œAku hanya takut masuk penjara.ā€

Aku menaikkan alis lebih ke atas. Jelas tidak mengerti maksudnya.

ā€œMaksudmu?ā€

ā€œIni sebenarnya rahasia besar. Kamu bisa jaga rahasia?ā€

ā€œAku nggak yakin, tapi bakal kuusahakan sebaik mungkin.ā€

Ia mengambil napas dalam-dalam kemudian membuangnya dengan sangat hati-hati. Berpikir keras.

ā€œPerusahaan ini letaknya di Jakarta. Namun dikelola oleh ayahnya Rico dari jarak jauh untuk bersembunyi. Entah sejak kapan aku dimanfaatkan Ayahnya Rico untuk mencuri data-data perusahaan yang lain demi keuntungan perusahaan. Gajiku besar. Bahkan cukup untuk membeli mobil setiap bulan. Tapi aku tidak tahu dan cukup gelisah kapan seandainya bom waktu akan menimpaku lalu gaji dan kerja kerasku hanya dibuang percuma. Aku ingin kabur tapi tidak bisa.ā€

 Cerita yang cukup singkat untuk sebuah rahasia, tapi ter-arsir jelas di wajahnya bahwa ia memiliki kecemasan yang cukup mendalam.

ā€œKatanya aku harus berlindung di bawahnya agar aman.ā€

ā€œKamu, seorang hacker?ā€ tanyaku mengetuk fakta. Ia pun terkejut.

ā€œKamu tahu istilah itu?ā€

ā€œOrang beranggapan itu pekerjaan haram, hei, sembilan dari sepuluh orang juga tahu istilah itu.ā€

Bisa-bisanya ia menggerakkan bahu saat terkekeh. Bukan, maksudku, bahkan sempat-sempatnya ia terkekeh.

ā€œItu bukan pekerjaan haram, Nom. Hanya saja peluang untuk mendapatkan uang dari pekerjaan itu yang haram.ā€

ā€œPantas saja Bu Ros mengatakan kalau kamu orang yang berbahaya.ā€

ā€œBu Ros bilang begitu?ā€ Ia mulai gusar. Tatapannya pun menjadi tajam. ā€œBerarti aku harus pindah lagi.ā€

ā€œKenapa?ā€ tanyaku. Ia menampik hal itu dengan menggeleng. Kemudian menimpa pertanyaanku dengan pertanyaan lain.

ā€œBu Ros bilang apa ke kamu?ā€

ā€œKatanya kamu itu semacam mafia yang gemar menjual anak-anak kecil.ā€

Gusarnya mendadak hilang tergantikan dengan suara tawa yang membeludak.

ā€œKenapa?ā€ tanyaku heran.

ā€œKalau aku menjual anak-anak, kenapa juga harus repot-repot merekrutmu?ā€

ā€œApa aku berbakat menjadi penjahat?ā€

ā€œNah itu dia.ā€

Sebenarnya, ceritanya barusan yang tanpa sengaja menunjukkan bahwa ia seorang hacker sudah mengagetkan Sembilan puluh Sembilan persen dari kesadaranku. Aku seolah punya kebiasaan untuk menyerap emosi yang orang simpan dan salah satunya adalah rasa khawatir. Hal itu diam-diam mengalir padaku lebih kuat dan yang bisa kulakukan hanya berusaha berpikir lebih hati-hati untuk mengambil keputusan terbaik nantinya.

ā€œLalu sekarang kamu masih di dalam pengawasannya?ā€

ā€œHm. Aku dialihkan menjadi guru privat-nya Rico dan sebenarnya diberi tempat tinggal di sana.ā€

ā€œTerus? kenapa kamu menyewa kos yang hanya enam ratus ribu per bulan?ā€

ā€œRumahnya Rico terasa lebih menyeramkan. Aku lebih takut tertangkap badan intelijen Negara saat berada di rumah itu dibanding menyamar jadi orang sederhana yang tinggal di kos. Entah bagaimana pun caranya ayahnya Rico akan melindungi privasiku, yang pasti untuk sekarang aku hanya ingin hidup bebas. Rico dan Nana tidak punya baby siter karena katanya trauma anaknya pernah dianiaya. Sedangkan mau mencari pengasuh bersertifikat pun tidak ada di Lombok.ā€

ā€œAyahnya Rico tidak punya waktu untuk mengurusi anaknya?ā€

ā€œDua kali seminggu ia pergi bolak-balik ke luar daerah bahkan luar negeri. Mana tega ia bawa anaknya ke sana ke mari, biarpun pengawalnya ada seratus orang.ā€

ā€œIa tidak punya saudara?ā€

ā€œItu aku tidak tahu. Ia hanya mempercayakanku seolah menjadikan anak-anaknya jaminan apabila ia tidak berhasil melindungiku. Katanya aku bisa membawa kabur atau menyandra atau semacamnya apabila hal yang tidak diinginkan terjadi padaku. Tapi aku mana tega berbuat begitu pada anak-anak.ā€

ā€œBenar-benar gila,ā€ pikirku. Namun kulontarkan.

ā€œSiapa?ā€ tanya Esa.

Aku tersadar. ā€œAku.ā€

Kemudian ia memiringkan kepalanya.ā€œKenapa kamu yang jadi gila?ā€

ā€œSebab semua informasi yang kamu berikan itu masih belum bisa kupercaya namun mustahil kamu mengarangnya dalam sekali tarikan napas begitu saja tadi.ā€

Esa menggeleng-geleng sambil mencabut rumput satu per satu. Mengisi jeda dengan membuat sesuatu yang tak berarti.

ā€œKalau mau, kamu boleh mengundurkan diri dari sekarang.ā€

ā€œKenapa? apakah ini membahayakanku juga?ā€

Ia melihatku prihatin, sebelum kemudian mengangguk pelan. ā€œBisa jadi.ā€

Aku tercenung dengan kaki yang terasa kebas karena kesemutan. Mengambil napas perlahan untuk mencoba menyikapinya dengan kepala dingin.

ā€œLalu kenapa kamu minta bantuanku dari awal kalau kamu sudah tahu aku akan dalam bahaya?ā€

Esa melihatku. Melihatku tanpa ada niatan sedikitpun untuk memberikan alasannya yang selalu terdengar masuk akal di kepalaku.

ā€œMaafkan aku.ā€

Bukan ini yang kumau.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dream first classĀ Ā Ā 71. Sky Diving (Tamat)

    Esa mengepak pakaian seadanya. Ia memasukan baju dan celana panjangnya secara serampangan ke dalam koper. Aku yang bersandar pada kusein pintu, yang sudah siap pergi dengan berpakaian rapi dan cantik, langsung tergerak untuk mendekat, membantunya mengeluarkan baju-baju itu kembali untuk dilipat. Ia menunggu dengan sabar di sampingku sementara aku berusaha tersenyum sambil mengusap pipinya. *** Hari H menuju kematian. Bandara Nusawiru, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Pukul 08.30, Esa memasangkan goggles padaku setelah dirinya selesai memakai jumpsuit. Perlengkapan untuk olahraga berbahaya ini sudah disiapkan oleh tim manajemen NSW Paracenter, namun entah mengapa ia lebih memilih untuk membeli semuanya sendiri. Dan itu tidak murah. ā€œKenapa nggak sewa aja, sih? Kan kita pakainya sekali.ā€ Esa mengancingkan helmnya dengan erat. Lalu menghela napas sambil menaruh tangan di pinggang. ā€œAku sih, sekali. Tapi apa iya kamu hanya sekali?ā€ ā€œMaksudmu aku a

  • Dream first classĀ Ā Ā 70. On the clock

    Pagi hari pukul 08.30 wita. Seperti biasa, aku melingkari angka dikalender. Tak terasa 6 bulan berlari begitu cepat secepat citah. Kuharap setelah melewati hari-hari penuh pemikiran yang dalam ini, Esa bisa mengubah keputusannya.Sejak hari terakhir kami di Gili Trawangan, pemuda berinisial E itu banyak melamun. Ia tidak lagi mengkonsumsi kafein secara berlebih. Tidak lagi menyisihkan sayur di piring makannya. Ia bahkan tidak pernah mengatakan kata-kata perpisahan selama kami menghabiskan seluruh sisa rencana kami hingga tanpa tahu, 6 bulan telah berlalu begitu saja. Apakah keputusannya sudah benar-benar berubah? Aku tak berani bertanya karena takut ia jadi terkecoh. Namun sebagai gantinya, aku berusaha ada disetiap kali ia butuhkan.Aku mendengarkannya bercerita, ikut memancing, berbicara padanya, bermain game di warnet, mencium pipinya ketika ia minta, membaca buku yang tidak begitu kusuka, mendengarkan musik Rock n roll kesukaan dia, menonton Netflix, bergandengan tangan di malam h

  • Dream first classĀ Ā Ā 69. Minta doa

    Berjalan-jalan sambil bergandengan tangan sepertinya bagian favorite Esa juga. Sebagian waktu kami dihabiskan untuk berjalan kaki sambil bergandengan tangan. Saat duduk makan, kami bergandengan tangan. Menari dan menikmati suasana pesta malam, bergandengan tangan. Berdansa, bergandengan tangan. Mengobrol dan bercerita sambil bergandengan tangan. Bahkan saat mau tidur setelah memesan dua kamar di satu hotel, Esa menawariku satu kasur berdua supaya bisa berpegangan tangan.Aku tahu dia punya rencana untuk memenggal waktunya sebentar lagi, namun tak lantas membuat kami harus tidur bersama—menghalalkan segala cara.ā€œKalau kamu mau fight untuk hidupmu dalam waktu yang lama …. pasti aku akan tidur sambil pegangan tangan setiap waktu sama kamu. Menghabiskan hari tua bersama. Jangan khawatir.ā€Ia tentu mengerti maksudku dengan terdiam kaku di atas kedua kakinya. Menatap penuh kehampaan di depan pintu kamarnya sendiri. ā€œAku ngerti, kok. Mengambil keputusan sampai di detik ini pasti nggak mud

  • Dream first classĀ Ā Ā 68. Gili Trawangan

    Kami terdiam di mobil. Mengisi energi setelah mengobrol panjang dengan keluarga Pak Imron seharian. Esa tadi sempat meminta bantuan kepada Pak Imron untuk menghubunginya jika ada yang membutuhkan perabotan rumah tangga. Dan keesokan harinya rumah Esa tak henti-hentinya didatangi mobil pick up untuk mengangkut barang. Rumahnya menjadi kosong. Kami bahkan duduk termenung di tengah-tengah ruangan beralaskan lantai marmer tersebut. Merasakan sepi yang merasuki ulu hati. ā€œKamu nggak menyesal, kan?ā€ tanyaku. Takut kalau-kalau ini tak sesuai ekspetasinya. Namun hebatnya ia mencebik sambil menggeleng. Meletakan kertas wish list di sampingnya dengan tenang. ā€œAku nggak pernah menyesali segala keputusanku, Nom. Ini udah seperti yang aku bayangkan, kok.ā€ *** Wush~ ā€œAyo kejar aku!ā€ kataku mengejeknya ketika mengkayuh pedal sepeda lebih cepat di sore hari. Pada naik-naikan jalan, pemuda itu ternyata sudah ngos-ngosan. Tak disangka ia lebih payah dariku yang bertubuh gempal begini. Aku menghen

  • Dream first classĀ Ā Ā 67. Jodoh

    ā€œBapak ada siapa aja nih, di rumah?ā€ tanya Esa sesudah mencium tangannya. Aku secara otomatis juga melakukan hal tersebut sambil senyam-senyum canggung.ā€œIstri sama anak saya, si Soleh.ā€ Pak Imron langsung membalik muka seratus delapan puluh derajat. Mengumpulkan semua energi di dalam mulut sebelum menyemburkannya keras-keras ke dalam rumah.ā€œBUK! ADA TAMU INI, BUK! LEH! KELUAR LEH!ā€ Teriaknya semangat. Kemudian berbalik lagi. ā€œAyo! Ayo! mari masuk dulu.ā€Soleh sang anak tiba-tiba keluar dengan tergupuh-gupuh. Sontak Esa langsung mengajaknya untuk mengambil TV di mobil.ā€œNah, ini! Ayo bro, bantu aku ambil TV kamu di mobil. Siapa lagi temannya?ā€ā€œSendiri.ā€ā€œOke, deh. Ayo kita let’s go!ā€Si Soleh meski dengan alis yang terangkat riang, tak bisa memungkiri kebingungannya setengah mati. Ia tanpa mengerti kondisi langsung saja mengiyakan permintaan Esa yang sok akrab merangkulnya—mengajak keluar secara paksa. Cara menyapa laki-laki ini memang agak bar-bar. Maklumi saja. Aku terdiam bingu

  • Dream first classĀ Ā Ā 66. Project amal pt 2

    ā€œTapi …. tapiā€”ā€ā€œUdahlah sayang. Nggak usah terlalu dipikirin. Nih, kukasih tahu cara kerjanya.ā€Esa membuka laptopnya di atas meja bar dekat kolam. Aku ikut duduk di sampingnya sambil membawa rasa penasaran yang cukup besar dalam genggaman. Ia membuka laman facebook di website dan mengklik market place.ā€œKarena yang kita mau jangkau orang-orang disekitaran Lombok aja, jadi kita pakai ini,ā€ katanya. Jari-jarinya begitu cepat mengoperasikan benda tersebut. ā€œUpload di sini gambarnya,ā€ jelasnya. ā€œPilih kategori barangnya, terus barang dalam kondisi bagus-bekas klik centang, terus tentukan harganya centang, dan isi deskripsinya, deh.ā€ā€œKamu kan mau memberi, bukan menjual.ā€ā€œIya mangkanya tinggal diisi deskripsinya sayang.ā€ Aku mengangguk. Menatap dengan kagum saat ia mulai mengetikan deskripsinya.Tidak dijual. Barang bekas mau pindahan. Khusus bagi orang yang membutuhkan. Kalau deal bisa langsung angkut ke rumah. Alamat:blablabla. Tidak pakai perantara. Siapa cepat dia dapat.Dan begitu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status