Share

4 – Cinta Lama

Air mata Anna mengering. Ia merengkuh tubuh ibunya yang sudah tidak bernyawa itu di pelukkannya sementara Gina menggendong Darryl, adik laki-lakinya yang masih kecil. Setelah ibunya Anna dinyatakan meninggal dunia, Anna berlari lalu memeluknya hingga ia tidak mampu meratap lagi. Ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Apa yang ibunya Anna lakukan hingga ayahnya tega menghabisinya?

Bukankah selama ini, ibunya Anna adalah ibu yang baik bagi ayahnya yang selalu pergi melaut dan kembali hanya 2 minggu setelah berbulan-bulan berlayar? Baginya, ibunya adalah orang yang setia dan mengutamakan keluarga. Ia akan bekerja sendiri jika mereka kekurangan uang. Tetapi ayahnya, meski bukanlah orang yang jahat, ia akan ringan tangan pada istrinya jika mereka bertengkar. Sosok ayahnya adalah sosok yang sedikit menakutkan bagi Anna, dan ia paling benci jika melihat kekerasan itu terjadi pada ibunya.

Anna mengambil liontin yang dikenakan ibunya itu dan memasangnya pada lehernya. Ini akan menjadi pengingat baginya. Bahwa kemanapun ia akan melangkah, ibunya akan selalu bersamanya. Ia lalu mengambil tangan ibunya, menciumnya beberapa saat sembari membiarkan air matanya yang terus berderai.

Polisi mencari keberadaan ayahnya Anna yang menghilang setelah pembunuhan malam itu terjadi. Tetapi di subuh hari, tiba-tiba, hampir seluruh polisi yang berkumpul disana kembali masuk ke mobil dan segera pergi dari rumah Anna.

Paman Rudy bertanya pada polisi yang tinggal di rumah Anna untuk olah TKP dan mendapat informasi yang akan membuat Anna trauma dan terguncang seumur hidupnya. Polisi menemukan mobil ayah Anna yang jatuh dan terbakar dalam jurang.

Informasi itu akhirnya sampai ke telinga Anna yang tak lama kemudian kehilangan kesadarannya.

------------

Mata Anna dan Jonas bertemu untuk ke dua kalinya. Kali ini, ia akhirnya mengenal kalau pria yang dilihatnya kemarin adalah Jonas. Tubuhnya seperti tersengat listrik, dan sejenak berdiri dengan kaku dan wajahnya seperti mati rasa.

Sementara Rian masih terus mengoceh, Anna menghentikan Rian. “Rian, maaf aku harus ke toilet.”

“Oke,” jawab Rian sambil mengawasi kepergian Anna dengan wajah yang terlihat kecewa.

Anna tidak ke toilet, ia pergi keluar ruangan untuk mencari udara segar. Saat mata mereka bertemu, suara Anna menjadi tercekat, ia tidak bisa bernapas. Hatinya menjadi gelisah saat melihat mata pria itu. Tetapi ia tidak punya pilihan lain untuk langsung masuk ke dalam dan menyelesaikan apa yang telah mereka mulai.

Setelah acara benar-benar selesai, gedung telah bersih, sekitar jam 11 malam, para panitia pun akhirnya bergegas untuk pulang. Termasuk Anna yang akan mendatangi Gina yang telah berada di luar terlebih dahulu.

“Anna,” panggil seseorang dari belakangnya. Suara serak dan dalam itu mengingatkannya pada suara yang sangat amat familiar. Ia berbalik dan mendapati orang yang sedang berada dalam pikirannya itu berubah wujud menjadi nyata. Ia kini berdiri tepat didepannya. Ia tidak banyak berubah, hanya jadi lebih dewasa, dengan tubuh yang lebih tinggi, sekitar 10cm lebih tinggi darinya. Kulitnya putih, wajahnya yang menarik itu dihiasi dengan jambang tipis, sorot matanya tajam dan sedikit sipit. Rambutnya yang berantakkan itu membuatnya menjadi sangat terlihat maskulin. Anna melihat siluet tatto yang mencuat dibalik lengan kemejanya yang terlipat hingga siku itu.

“Jonas.” Kata Anna. Hatinya mengumpat. Setelah sekian lama, Anna ternyata tetap tidak bisa mengontrol perasaannya ketika berjumpa dengan Jonas.

Tidak seperti Rian, Jonas tidak memeriksa bentuk tubuh Anna. Ia tetap terus menatap mata Anna meski Anna sesekali tidak berbalik menatap matanya. “Apa kabarmu?”

“Kabarku baik. kau?” Katanya dengan singkat. Ia pun memberanikan diri menatap mata Jonas.

Jonas menyadari tatapan itu. Tatapan penuh tanya dan penuh kekecewaan. “Aku baik-baik saja.”

Sejuta pertanyaan hinggap di benak Anna. Kemana kau selama ini? Bagaimana kau bisa menghilang tanpa kabar? Apakah hatimu tenang saat meninggalkanku dalam keadaan terpuruk? Pria macam apa kau?

“Anna.” Panggilnya lagi. “Kenapa kau diam saja?”

Apa lagi yang harus ia bicarakan dengan pria ini? Anna dan Jonas telah lama tidak bertemu dan sudah lama tidak berhubungan lagi. Ia hanya heran mengapa pria ini masih punya nyali untuk berbicara padanya saat ini.

“Apa kau sudah menikah?”

Alis Anna terangkat mendengar pertanyaan itu. Ya benar, di negara ini, belum menikah di usia 30an adalah hal yang sudah biasa didengar. Karena bagi masyarakat, wanita seperti Anna dan Gina adalah perawan tua, yang akan sulit mendapat pasangan. Di umur ini, wanita karir seperti mereka tidak punya banyak pilihan.

“Jawab saja Anna.”

“Belum.”

“Apa kau memiliki kekasih?”

“Belum.”

“Bagus.”

Apanya yang bagus? Tanya Anna dalam hati.

Anna dan Jonas berdiri dalam kondisi canggung. Jonas membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tetapi ia menutupnya kembali. Begitu pula Anna yang menunduk dengan wajah yang sedih.

“Aku sangat senang bisa bertemu denganmu malam ini,” ucap Jonas sambil menatap Anna dengan lembut.

Dari jauh, Anna bisa melihat Gina sedang menunggunya. Ia berdiri sendirian dekat pintu keluar sambil bermain ponselnya. Ia sesekali mencuri pandang pada mereka berdua dengan tatapan curiga. Jonas yang juga menyadari kehadiran Gina dan menundukkan kepalanya, lalu mengalihkan pandangannya pada Anna.

“Aku harap kita bisa bertemu lagi,” katanya lagi sebelum berlalu dari hadapan Anna.

Bahkan parfum yang ia kenakan masih sama dengan yang ia sering kenakan dulu ketika mereka masih remaja. Anna memaki dirinya sendiri karena hampir tergoda pada pria yang sudah membuat hatinya retak.

Gina datang mendekat, “mau apa dia sekarang?” katanya dengan wajah skeptis.

“Kami hanya mengobrol sebentar,” jawab Anna.

-----------

Sesampainya di rumah, setelah Anna berganti pakaian, menghapus sisa make up dan bergegas untuk tidur, ponselnya berbunyi. Ada dua notifikasi dari dua nomor berbeda.

Anna memperhatikan nomor yang terlebih dahulu masuk dalam ponselnya dan memperhatikan fotonya. Itu Rian. Halo cantik. Aku ingin bertemu lagi denganmu nanti. Dan aku tidak menerima kata “tidak”. Anna kembali mengumpat setelah membaca pesan dari Rian.

Pesan yang ke dua masuk, entah dari siapa, fotonya hanya menunjukkan gambar gitar listrik berwarna putih cokelat yang ia tahu sebagai gitar bermerk fender telecaster edisi spesial Richie Kotzen. Ia menyentuh pesan masuk itu sampai layarnya menampilkan keseluruhan pesan. Anna yakin betul kalau pemilik nomor ini adalah orang yang baru ditemuinya satu jam yang lalu.

Anna. Ini aku, Jonas.

Hati Anna tergelitik dengan perasaan yang campur aduk. Dan Anna melihat bahwa Jonas sedang mengetik pesan baru. Tetapi tampilannya terus berubah, seakan-akan Jonas mengetik lalu menunda lagi untuk mengirimnya. Sesaat kemudian, sebuah pesan baru masuk.

Aku sudah mengatakannya tadi. Tapi aku akan mengulanginya, bahwa aku sangat senang bisa bertemu lagi denganmu.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Anna juga senang bertemu dengannya setelah sekian lama. Seakan-akan semua kenangan indah yang Anna alami itu muncul kembali dalam wujud yang lebih konkrit. Ia seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Ia ingin sekali memiliki momen ini sebentar saja, sebelum ia harus kembali ke dunia nyata. Kehadiran Jonas malam itu membuatnya kembali merasa seperti anak remaja lagi, menjadi dirinya sendiri, bebas dan bahagia.

Tetapi kilas balik kenangan buruk setelahnya membuatnya kembali merasakan sakit hati. Ia seperti diangkat, lalu dihempaskan lagi ke jurang meski Jonas saat ini tidak berbuat apa-apa padanya.

Akankah salah jika ia akhirnya mengakui kalau ia juga sangat senang bertemu dengannya? Anna dengan ragu mengetik di ponselnya. Aku juga senang bisa melihatmu lagi. Sesaat, ia menahan jarinya untuk menyentuh tombol “kirim”.

Sialan, umpatnya sambil menghapus apa yang ia tulis dan segera tidur tanpa membalas pesan Jonas dan langsung mematikan ponselnya.

Otaknya terus menerus memutar memori antara ia dan Jonas belasan tahun yang lalu, ketika mereka masih lebih muda, baru mengenal cinta, dan saling menyayangi satu sama lain.

Pria itu masih memberikan pengaruh yang luar biasa dalam perubahan suasana hatinya. Tidak ada pria yang bisa membuatnya seperti ini kecuali Jonas.

----------

Keeskoan harinya, Anna akhirnya pamit dari rumah Gina dan paman Rudy karena ia harus segera bekerja lagi. Ia juga harus segera mengunjungi Darryl yang sekarang bersekolah dan tinggal di sebuah asrama khusus anak laki-laki yang jaraknya sekitar 50 kilometer dari kota. Sudah lama ia tidak mengunjungi adiknya itu. Terakhir ia bertemu dengan adiknya sekitar satu bulan yang lalu.

Setelah melewati hari-hari bekerja di kantor yang melelahkan, akhirnya Anna bertemu lagi dengan hari Sabtu, di mana ia bisa beristirahat, jalan-jalan, atau menemui Darryl.

Setelah satu jam lamanya menyetir, akhirnya Anna tiba di sebuah lahan luas yang dikelilingi pagar tinggi dengan beberapa gedung yang berdiri di dalamnya. Anna menempatkan mobilnya di parkiran dan segera masuk ke dalam. Ia menyapa satpam, mengisi buku tamu, dan dipersilakan masuk.

Lalu ia sampai ke sebuah ruang yang cukup besar. Anna mengingat kalau ruangan ini adalah kantin sekolah yang difungsikan menjadi ruang tamu bagi orang tua yang ingin bertemu dengan anak-anak mereka. Di pojok ruangan terdapat ruang dapur, di depannya telah tersedia berbagai makanan yang boleh dibeli dan dikonsumsi bersama-sama dengan orang tua murid dan para tamu yang berkunjung.

Tetapi kali ini, Anna ingin membawa adiknya pergi sebentar sebelum mengembalikannya lagi ke asrama. Ia ingin membawa Darryl ke kota dan merasakan makanan yang berbeda.

“Kakak!” kata seorang anak laki-laki yang tingginya hampir sama dengannya. Ia datang padanya dengan perlahan. Anna merentangkan tangannya dan meraih adiknya itu dalam pelukkannya. Ia mundur sedikit untuk menganalisa tubuh adiknya itu.

“Apa kau makan dengan baik?”

“Tentu saja.”

“Apa kau bikin ulah disini?”

“Tentu tidak. Aku ini anak baik! Tanya saja pada Miss Ratna.”

Anna percaya pada adiknya ini. Meski terkadang ia sedikit usil, ia tetap anak yang baik. Entah dari mana sikap itu ia dapatkan. Anna terkadang masih bingung pada Darryl, ia merasa kalau ia merawat adiknya itu dengan sangat buruk.

Saat Anna bersekolah, Paman Rudy menyewa seorang baby sitter untuk mengurus Darryl. Entah sudah berapa banyak uang yang Paman Rudy keluarkan untuk mereka berdua. Anna berutang banyak pada orang tua itu.

Setelah ia sudah memasuki usia 10 tahun, Paman Rudy tidak lagi menyewa baby sitter. Darryl sudah dewasa sebelum waktunya. Ia terbiasa memasak, menyapu dan melakukan pekerjaan rumah tangga di umurnya yang bahkan belum menginjak remaja.

Akhirnya setelah lulus SD, Anna memutuskan untuk menempatkan Darryl di asrama anak laki-laki untuk SMP dan SMA. Anna merencanakan bahwa Darryl akan tinggal di sana hingga ia lulus. Sekolah itu adalah salah satu sekolah terbaik di kota ini. Anna tidak meragukan pelayanan mereka dan mempercayakan adiknya di sana.

Darryl membuka pintu mobil kakaknya dan melompat masuk. Anna segera menderu mobilnya pergi dari sana untuk mencari tempat makan terdekat. Anna menemukan sebuah gerai pizza di sebuah rest area, mereka lalu melangkah masuk dan tubuhnya segera disambut rasa sejuk saat ia melewati pendingin udara yang ada di gerai pizza itu. Mereka memesan pizza paling besar untuk diri mereka masing-masing.

Anna memandang adiknya yang makan dengan lahap. “Apa kau bosan makan makanan di sana?”

Darryl mengangguk. “Aku rindu pizza.” Katanya dengan mulut yang penuh. “Oh ya kak. Apakah kita punya sepupu?”

Wajah Anna teralih dari pizza menuju wajah Darryl. Selama ini, Anna tidak merasa memiliki keluarga yang lain. “Aku rasa tidak. Ayah dan ibu kita masing-masing adalah anak tunggal di keluarganya. Nenek dan kakek kita juga sudah lama meninggal. Jadi ku rasa tidak ada yang tersisa. Omong-omong, kenapa kau tiba-tiba bertanya?”

“Aku hanya penasaran,” Darryl melahap potongan pizza lainnya setelah ia menghabiskan potongan pertamanya dalam hitungan detik. “Seseorang datang padaku dan mengaku kalau ia adalah sepupu kita.”

“Apa? Siapa namanya?”

“Dia bilang namanya Aldo.”

Aldo? Anna betanya dalam hatinya kenapa nama itu tidak asing. Tapi berapa kalipun Anna berusaha mengingat, ia tetap tidak bisa menemukan nama itu di daftar wajah laki-laki yang ada di pikirannya. “Lalu dia bilang apa? Dan berapa kali dia datang?”

“Dia bilang dia sepupuku. Dia sudah dua kali datang. Sebulan yang lalu, dan terakhir, dua minggu lalu. Dia bahkan memberiku uang jajan.”

“Memberimu uang jajan?”

Darryl mengangguk. Anna menjadi penasaran. Siapa pria itu? Dan kenapa sekolah bisa dengan gampangnya memperbolehkan orang asing itu masuk dan mendekati adiknya. Anna berencana akan membuat komplain. Ia takut jika ada orang jahat mengincar adiknya.

“Dengar Darryl, biar kuperingatkan kalau kau harus berhati-hati, meski kau ada di asrama, tidak berarti hidupmu akan selalu aman. Jika orang itu memberikan makanan, kau tolak saja. Kita tidak tahu apa maksud orang itu mendekatimu, jadi jangan lengah, oke?”

Darryl kembali mengangguk lalu meletakkan potongan pizzanya. “Aku akan ke toilet sebentar,” kata Darryl sambil bergegas menuju toilet yang ada tak jauh dari tempat duduk mereka.

Mata Anna kembali ke pizza. Tetapi ia merasa ada seseorang yang datang dan sangat familiar. Ia meletakkan makanannya dan melihat Jonas masuk dari pintu dan segera mencari tempat duduk. Ia memesan pizza dan menunggu sambil berdiri. Dalam diamnya, Jonas menengok sekeliling.

Dalam situasi ini, Anna tidak bisa lari. Ia tidak mungkin menerobos masuk ke toilet pria dan menarik Darryl yang entah sedang apa di sana itu, untuk membawanya keluar dari restoran.

Jadi Anna akan tetap bersikap tenang. Anna membetulkan posisinya dan menunduk, berusaha untuk tidak menarik perhatian Jonas. Tetapi hal itu sia-sia, ia tidak mungkin menyembunyikan tubuhnya. Jonas menyadari kehadiran Anna dan segera mendatanginya.

“Anna. Sedang apa kau disini?” tanyanya. Ia lalu duduk di depan Anna.

Anna mengangkat wajahnya untuk melihat Jonas dari dekat. Ia mengutuk dirinya sendiri karena sampai sekarang, ia masih gugup ketika bertemu manusia ini. Ia mencoba mengendalikan dirinya. “Aku disini bersama adikku.”

Jonas terperangah dan segera menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari kehadiran Darryl yang tidak ia temukan di manapun. “Di mana dia?”

“Ke toilet baru saja.”

“Oh,” kata Jonas.

Anna kembali memakan pizza-nya saat Jonas kembali bertanya.

“Kenapa kau tidak membalas pesanku, Anna?”

Mendengar itu, Anna merasa tidak ingin menjawab pertanyaan Jonas. Anna menghindari tatapan mata Jonas dan tetap makan sendiri.

Jonas menyadari bahwa ia tidak akan mendapat jawaban apapun dari Anna saat ini, lalu menanyakan hal yang lain. “Apa kau akan membawa adikmu jalan-jalan?”

“Tidak, aku hanya membawanya makan siang saja.”

Jonas mengangguk. “Bagaimana kabar adikmu? Apakah dia sehat?”

Anna bertanya dalam hati bahwa basa-basi macam apa itu, karena ia seharusnya bertanya hanya tentang Anna saja, bukan tentang adiknya. “Tentu, dia dalam kondisi baik dan sehat.”

Jonas mengangguk. Meski Anna bisa melihat ada suatu kecemasan di pelupuk matanya, ia tidak ingin repot-repot untuk bertanya dan memberi kesan kalau ia perhatian.

“Pesanan 1109,” panggil waiter pada orang yang memegang nomor itu.

“Itu aku. Sampai jumpa, Anna.” Ia pun pamit dan bergegas keluar tanpa berkata apapun lagi pada Anna.

Disusul dengan Darryl yang datang dan mereka melanjutkan makan siang bersama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status