Share

GAIRAH SUAMI DADAKAN
GAIRAH SUAMI DADAKAN
Author: Nida Aulia

Bab 1. Permintaan Mendadak

“Apa? Menikahi Dinara, Om?” Farrel melebarkan mata, saat mendengar pernyataan dari pria tua itu di hadapannya.

Yandra Darmakusuma menatap dalam pria tampan di hadapannya. Sorot mata yang penuh permohonan.

“Ya. Aku ingin kamu menikahi Dinara. Putriku.” Yandra berucap ulang. Seolah meyakinkan. “Dia membutuhkan pria seperti kamu, Farrel. Dia harus dibimbing.”

“Tapi ... Dinara itu masih kuliah, Om. Lagipula, mana mungkin kami menikah secepat ini tanpa ada perasaan apa-apa juga!” Farrel masih tak percaya. Rasanya itu hal yang sangat mustahil.

“Itulah, daripada melihat Dinara berpacaran dengan lelaki asing dan terus keluyuran, lebih baik Om nikahkan saja dia. Kalian bisa memulai perasaan setelah menikah, kan?!” Yandra duduk di kursi kerjanya. Memegangi dada yang akhir-akhir ini lebih terasa sesak.

Farrel masih tak mengerti sebetulnya. Dia melangkah mendekat. Membantu memberikan air minum juga obat pereda nyeri yang biasa rutin dikonsumsi oleh pria tua itu. Farrel terlihat sangat tulus juga sayang padanya.

“Om ... apa tidak bisa kita pertimbangkan kembali?” tanya Farrel hati-hati.

Yandra menarik napas panjang, menormalkan hati dan benaknya. Tampaknya presdir itu sudah sangat lelah dengan kelakuan putrinya yang sulit di atur.

“Semenjak ibunya meninggal, Dinara semakin sulit diberi tahu. Sulit diatur. Mau senang sendiri saja. Terkadang, menurut asisten pribadi Om, Dinara sering bolos kuliah, sampai-sampai menunda semester. Harusnya tahun ini dia lulus kuliah, tapi karena sering bolos, akhirnya dia harus mengulang semester satu tahun lagi. Pusing sekali memberitahu anak itu!” Yandra menghela napas.

Farrel hanya terdiam. Dia sudah lama mengenal Yandra yang merupakan sahabat terdekat dari mendiang ayahnya. Yandra adalah seorang presdir dari salah satu perusahaan besar dan sukses. Sementara Farrel hanyalah anak dari mantan CEO yang pernah bekerja di perusahaan Yandra.

Farrel sendiri adalah seorang sarjana di bidang management bisnis. Setelah lulus, dia memilih untuk membuka usaha sendiri, seperti kedai kafe juga minimarket. Cukup berdiri sukses meski tidak sebesar perusahaan. Tetapi dia bersyukur dengan gaya hidupnya yang sederhana meskipun terbilang dari kalangan menengah ke atas.

“Kamu siap kan, menikahi Dinara?” Yandra kembali bersuara. Menatap serius ke arah Farrel yang malah melamun.

Sungguh, permintaan yang sangat berat pastinya.

“Aku—”

Belum selesai Farrel berucap, mendadak pintu ruangan itu langsung terbuka lebar.

“Nggak bisa begini, Pa!!”

Seorang gadis cantik dengan setelan kasual ala-ala lelaki itu membuka pintu dengan cepat dan langsung menyambar ucapan ayahnya. Tanpa permisi dan terlihat tidak sopan, gadis itu berjalan menghampiri Yandra dan Farrel yang menoleh bersamaan.

Gadis yang memakai kaus lebar dan celana bahan gombrong itu adalah Dinara. Rambutnya yang hitam legam di ikat ke belakang dan tertutup oleh sebuah topi.

“Pa, kenapa Papa harus lakuin ini sama aku, sih?” Dinara menatap protes pada ayahnya.

“Lalu dengan cara apa papa bisa menyadarkan kamu, ha? Kamu itu jadi anak susah di atur. Mau enak sendiri aja. Ingat, Dinara! Kamu itu adalah pewaris dari perusahaan ini, kamu pilihan terakhir yang akan menggantikan posisi papa di  tempat ini!” Yandra berucap tegas.

“Aku kan udah bilang dari dulu, aku gak tertarik ngurusin perusahaan kayak gini! Bukan bidangnya aku, Pa!” Gadis tomboy itu terus protes.

Yandra membuang napas perlahan. Berusaha tetap tenang, kemudian dia bangkit dari tempat duduk dan berjalan mendekat ke arah putrinya yang sangat pembangkang itu.

“Kalau kamu tidak tertarik mengurus perusahaan, maka urus baik-baik diri kamu ini! Kalau kamu tidak ingin ada di tempat ini, maka buktikan kalau kamu bisa diandalkan!” tekan Yandra.

Dinara berdecak lidah. “Itu sih kecil, Pa. Aku bakal buktiin kok sama Papa!”

“Dengan cara apa? Dengan cara bolos kuliah, nunda semester bertahun-tahun lagi? Keluyuran motor-motoran sama teman-teman berandalan kamu itu?! Kamu cuma bikin papa malu, Dinara!!” Yandra mulai menegang. “Di mana harga diri papa ngeliat kelakuan anak perempuannya malah liar seperti ini?”

“Aku bukan anak liar, Pa. Aku cuma menjalani hobi aku aja!” balas Dinara terus membela diri.

“Membual saja kamu!! Hobi itu sesuatu yang membawa manfaat, bukan malah membuat kamu jadi seperti anak jalanan yang tidak punya masa depan!” Yandra semakin geram.

“Papa aja yang gak bisa dengerin apa kemauan anak! Papa sibuk sama urusan Papa sendiri, banyak nuntut dan otoriter!” Dinara tak kalah tegang. Dia masih tak paham bahwa yang diinginkan orang tuanya adalah sesuatu yang baik untuknya.

Yandra kembali memegangi dadanya yang terasa nyeri. Dia tak kuat menopang tubuh hingga nyaris ambruk jika Farrel tak cepat-cepat menahannya.

“Papa kenapa, Pa?” Dinara mendadak ikut panik, saat melihat ayahnya malah tidak sadarkan diri.

Yandra di bawa ke rumah sakit. Menurut dokter, pria tua itu mengalami serangan jantung. Dinara tercengang mendengarnya. Tak pernah selama ini melihat ayahnya sakit seperti itu.

Kata dokter, beruntung tidak ada pembuluh darah yang pecah akibat tekanan darah tinggi ini, karena kalau sampai terjadi, bisa berakibat fatal dan Yandra akan mengalami stroke.

Dinara duduk lemas di kursi depan ruangan perawatan. Tak sanggup melihat ayahnya dalam keadaan selemah itu dengan berbagai macam alat penunjang kehidupan.

“Kenapa Papa gak pernah bilang kalau sakit parah kayak gini?” Dinara menangkupkan tangan di wajah. Suaranya terdengar lemah.

“Papamu selama ini hanya menyimpan sendiri rasa sakitnya. Dia nggak mau liat anaknya sedih atau bahkan menjadikan sakitnya ini beban di hidup anaknya.” Farrel duduk di sebelah Dinara.

“Padahal aku udah izinin dia buat nikah lagi. Biar ada yang urus! Malah kayak gini kan jadinya!” Dinara menggerutu sendiri. Pikirannya masih seperti anak-anak.

“Itu bukan suatu hal yang baik buat Papamu, Dinara. Dia ... tidak pernah ingin menikah lagi. Apalagi menjadikan istrinya hanya sebagai perawat.” Farrel menggeleng pelan.

“Papa itu terlalu memporsir tenaga dan pikirannya. Sampe gak peduli sama kesehatannya!” ujar Dinara.

“Ya, dia hanya peduli pada anak-anaknya. Peduli dengan masa depan kamu, Dinara!” seru Farrel.

Dinara kembali sadar, teringat tujuan Yandra meminta dirinya untuk ke perusahaan tadi. Dan sempat mendengar pernyataan sang ayah yang meminta agar Farrel menikahinya.

“Apa Kak Farrel menyetujui permintaan Papa?” Dinara menatap serius.

Farrel terdiam. Tak tahu harus mengatakan apa. Hening beberapa detik. Farrel menghela napas perlahan.

“Aku belum menjawab apa-apa!” katanya dengan santai.

“Kamu tau kan? Keputusan Papa itu tidak tepat dan gak akan pernah tepat untuk menikahkan kita! Jadi, aku harap kamu bisa kasih jawaban seperti itu sama dia!” Dinara menatap sinis.

Next...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status