Share

Kapitel 6 : Jerman I'm Coming

Jerman I'm coming.

Akhirnya aku akan melihat dunia luar seperti impianku.

Semua dokumen yang dibutuhkan untuk berpergian ke luar negri telah beres dalam waktu tiga hari. Semua Gerald yang mengurus, aku hanya duduk manis dan difoto.

Bundaku tetap tidak mengizinkan pergi, tapi aku tetap keras kepala, dan ngotot untuk pergi. Aku benar-benar tidak ingin berniat untuk tinggal di lingkungan tempat tinggalku. Aku merasa sudah tidak nyaman. Bunda marah, dan tetap tidak mau untuk mengantarkanku ke bandara. Padahal, Bunda tahu bagaimana penderitaanku saat Gerald pergi. Harusnya Bunda bisa legowo melepaskanku. Terkadang, aku tak mengerti dengan jalan pikiran Bunda.

Akhirnya adikku yang mengantar. Air mataku turun, aku akan merindukan Bunda, keluarga kecilku. 

Aku memeluk Aldo sambil menangis, sebenarnya dia risih aku memeluknya. Si kunyuk itu tidak memelukku balik, padahal aku sudah membayangkan perpisahan yang menyesakkan dada. Dengan Aldo yang menangis karena melepaskanku.

"Bisa lepas, nggak? Aku nggak bisa napas nih." ujar Aldo risih sambil mendorong-dorong tubuhku, dasar adik laknat!

"Aku akan merindukan kalian. Aku akan merindukan Bunda, bilang sama Bunda jangan sedih. Rara akan bahagia. Rara bisa menjaga diri." Aku menangis keras. Aku yakin, Bundaku pasti sedih makanya menolak untuk mengantarkanku. Aku tahu, akan berat melepaskanku, karena Bunda takut aku akan kesusahan di negara orang yang jauh dari Bunda. Tapi, aku harus hidup mandiri, aku akan mendukung keluarga kecilku. Meski Bunda sering memarahiku, aku tahu Bunda sangat menyayangiku.

"Iya nanti Aldo bilang." Aku melepaskan pelukanku, dan masih menangis. Tiba-tiba rasanya aku tidak ingin pergi. Sedih mengingat wajah bulatunda. Aku tidak tahan melihat wajah Aldo, aku memeluknya lagi, dan menangis sekuat mungkin. Aldo mendorongku, dia memang paling risih dipeluk.

Gerald berdiri di belakangku, aku pergi memeluk Gerald, dan menumpahkan semua kesedihanku.

"Udah, kan liburan kita pulang." ujar Gerald menenangknku, sambil menepuk-nepuk pundakku.

"Bunda, Bunda pasti sedih, dan kesepian." Aku terisak, teringat Bunda kesepian di rumah itu sendiri. Apalagi Aldo tak pernah berada di rumah. Aku berbalik, dan melihat ke arah Aldo, dia hanya diam tapi terpancar kesedihan di wajahnya.

"Aldo, jangan sering keluar rumah. Kasian Bunda." Aldo hanya membalas dengan anggukan. Aku berlari lagi ke arahnya, dan memeluknya. Aldo mendorongku lagi. Dasar manusia tak bisa romantis sedikit! Lain suami lain keluarga, semuanya sama saja. Tak bisa romantis! Aku menghapus air mataku. Tapi, mereka adalah keluargaku, segalanya bagiku.

Tiba-tiba, pengumuman waktunya check in. Dengan mata yang sembab, dan setengah ikhlas meninggalkan tanah kelahiranku. Aku menarik napas panjang, rasanya deg-degan, senang, takut, sedih. Segala macam perasaan menghantuiku. Aku akan merindukan tanah keluargaku, dan takut tak bisa bertahan hidup di negara asing.

Setelah melewati, banyak pemeriksaan. Kami menunggu di ruang tunggu, waktu keberangkatan 15 menit lagi. Akhirnya, aku akan naik pesawat pertama kali dalam hidupku. Perasaan sedih, dan menegangkan kurasakan. Semoga dalam perjalanan semuanya selamat sampai tujuan. Untung saja, ada Gerald di sampingku. Jika aku yang berangkat sendiri, aku bisa menjamin bahwa aku tidak jadi berangkat. Aku akan pulang ke rumahku saja. Perasaan was-was lebih menghnatuiku sekarang.

Akhirnya, waktu check in terakhir kalinya, dan masuk dalam pesawat. Senyum pramugari-pramugari cantik dan seksi menyambut pertama kali menginjak pintu pesawat.

Aku sibuk, melihat nomor bangku milikku. Aku dengan cepat berebut ingin duduk di dekat jendela. Karena aku ingin melihat awan dan melihat bentuk pulau-pulau kecil jika dilihat dari atas.

Aku duduk di dekat jendela, Gerald di tengah, dan di sampingku seorang bule ganteng yang masih muda. Tahu begini, aku duduk di tengah, biar bisa berkenalan.

Selamat tinggal, tanah airku, selamat tinggal negaraku kupastikan aku akan kembali. Aku menjadi sedih mengingat wajah Bunda. Setelah nanti mendarat, aku akan menelpon Bunda. Ketika pesawat perlahan berjalan sebelum merangkak naik, ada satu perasaan aneh, dan asing yang menyusup dalam dadaku.

Setelah diberi video tentang prosedur pesawat, dan tips-tips jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Walau pertama kalinya naik pesawat, tapi aku tidak merasa canggung sama sekali, aku sudah seperti berpengelaman bolak-balik ke luar negri.

Hell, perjalanan kami itu sangat lama. Sepertinya nanti transit di Thailand. Setelah itu di China kalau tidak salah setelah itu baru mendarat di Frankfurt. Ya, tujuan kami adalah Frankfurt city. Tempat bule Gerald berasal, dan juga universitasnya menimba ilmu.

Aku sibuk mengamati, gumpalan-gumpalan awan di bawah. Puas menatap awan aku bermain di game layar depan. Aku sedang asyik dengan duniaku. Pikiranku melayang ke mana-mana, bahkan sampai tak sadar, jika ada Gerald bersamaku.

"Gerald, ini kita di mana?"

"Di pesawat." Tuh kan, jawaban Gerald selalu saja membuatku gemas ingin mencubit-cubit kulitnya hingga memar.

"Ish ... maksudku, negara mana ini?"

"Negara antah berantah."

"Belum pernah kejadian 'kan? Ada penumpang yang menendang penumpang lain dari pesawat? Ingin membuat sejarah baru?" kataku kesal. Gerald hanya tertawa. Ingin kujambak-jambak rambutnya, jika tidak mengingat aku harus menjaga image--ku. Karena ada bule tampan di samping kami. Dasar suami sendiri! Udah gitu, Gerald hanya memasang wajah tanpa dosa. Padahal dia baru saja membuatku kesal.

"Ya, kamu juga tanyanya nggak masuk akal. Kita di mana? Jelasl ah lagi dalam pesawat." Gerald membela diri, tapi aku terlanjur kesal.

"Awas." ujarku kesal sambil mendorong Gerald. Aku sengaja ingin membuat Gerald kesal, aku menyuruh dia duduk dekat jendela, dan aku di di tempat awal Gerald. Kami bertukar posisi, tujuanku agar bisa berkenalan dengan si bule tampan.

Gerald menggeser, waktunya untuk membuat dia kesal balik. Tunggu pembalasanku, kilatan licik tersusun rapi di otakku.

Bule itu sedang membaca koran, yang disediakan di dalam oleh pihak maskapai penerbangan.

"Hai..." kataku sok lembut. Gerald langsung melototiku. Aku tidak menghiraukan. Malah mengibaskan rambutku, kode jangan ikut campur!

"Hai." jawab si bule itu singkat, dan sedikit canggung.

"Where's your destiny?"

"I just come back from vacation."

"I see. Are you vacation in Indonesia?"

"Yup."

"So, where's your country?"

"I'm from Germany." Kebetulan nih, saatnya menggoda Gerald dengan membuat dia kesal.

"Cool. I'm Rara. What's your name?"

"Mark."

"Beatiful name." Dia pun tersenyum.

"So, are you in school or in college?"

"Actually. I'm in college program."

"Are you single?" Sengaja kukuatkan suaraku agar membuatku Gerald kesal. Ternyata rasanya menyenangkan membuat Gerald kesal. Rasain kau, bule mengesalkan!

Dengan tidak sopannya, Gerald mendudukiku. Dia duduk tepat pangkuanku dengan menumpahkan seluruh berat badannya. Sialan! Aku mendorongnya, tapi mentok terhalang bangku di depan. Aku menggelitik perut Gerald. Malah dia balik menggelitkku. Aku tertawa-tawa. Tanpa sadar, semua pasang mata memerhatikan kami. Dengan malu aku mendorong Gerald, dan beralih ke tempat dudukku dekat jendela. Memang kami selalu jadi pasangan aneh yang jadi perhatian orang-orang di sekitar.

Aku melihat keluar lewat jendela. Aku tidak bisa melihat lagi pulau-pulau. Berarti kami sudah hilang di antara awan-awan.

Gerald menggelitikku lagi. Aku ingin memarahinya, aku berbalik siap menumpahkan semua sumpah serapah, malah bibirku disumpal. Gerald menciumku, tanpa malu dalam pesawat. Yeah, lumayanlah sebagai kenangan berciuman di dalam pesawat. Akuu ingin berontak, tapi akhirnya aku menyambut ciumannya, untung saja yang naik rata-rata orang luar, jadi tak peduli pada aksi tak senonoh kami. Jadi, kami tidak menjadi bahan gunjingan.

Ciuman kami makin brutal, aku meremas-remas rambut Gerald. Menutup mataku, merasakan lidah Gerald masih mendesak-desak di dalam. Ia menghisap lidahku, seolah tak ada hari esok. Aku memiringkan kepalaku, dan bergantian menyedot lidah Gerald, bahkan sampai menyedot habis bibir bawah. Aku geram terhadapnya.

"Kita ke toilet?" bisik Gerald, ketika menyadari tension kami sudah tak terkontrol.

"Gila kamu!" Aku mendorongnya. Gerald masih sibuk menggodaku, untuk sekedar main di toilet pesawat. Kan gila!

Tiba-tiba, pengumuman kami akan transit di Thailand.

Nasib baiknya. Kami memakai lagi penerbangan yang sama, jadi yang untuk tujuan China dan Jerman tidak turun. Kami menunggu sekitar satu jam untuk keberangkatan kembali. Mau lihat negara orang saja, begitu banyak menguras energi.

___________________

Waktunya keberangkatan kembali. Saatnya, terbang menuju China. Air mataku turun, aku sudah jauh meninggalkan Bundaku. Kami sudah berpisah pulau, dan lautan, beribu-ribu mil.

Aku hanya melihat ke luar dengan air mata yang turun. Lama kelamaan badanku bergetar. Aku rindu bundaku. Terbayang wajah murung Bunda, karena tak dapat membendung kesedihannya. Aku benar merindukan bunda.

"Kenapa?" Gerald tahu aku sedang menangis.

"Kita udah jauh bangat dari bunda." Gerald menghapus air mataku, dan menenangkanku.

"Nanti, kalau udah sampai telpon aja."

"Bunda pasti sedih, pasti bunda kesepian." Badanku bergetar lagi.

Bunda sehat terus, jangan sedih. Rara pasti pulang.

"Ayo kita main games." Hibur Gerald.

"Games apa?"

"Ini hanya permainan anak kecil. Tapi dijamin, sedihnya pasti berkurang. Siap?" Aku pun mengangguk. Gerald, menjelaskan bahwa permainan menggunakan jari seperti biasa anak-anak lakukan. Aku hanya menutup mataku, setelah itu Gerald mencolek hidungku, dan aku tinggal menebak jari mana yang digunakan untuk mencolek hidungku, dan harus jawab jujur. Aku dengan semangat ikut terlibat, karena aku jago dalam hal tebak-tebakan.

Aku menutup mataku, dengan cepat Gerald mencolek hidungku. Aku tahu, jari apa ini. Dengan tersenyum aku menjawab, "Jari kelingking." seruku.

Gerald langsung menutup matanya, berarti benar. Sudah kubilang, aku jago dalam hal menebak.

Dengan cepat aku mencolek hidung Gerald. Dia membuka matanya, dan menatap ke arahku. Aku tersenyum seperti anak kecil.

Gerald pura-pura mikir. "Jari telunjuk." Aku tertawa dan menggeleng. Dia menutup lagi matanya, aku mencolek lagi. "Jempol?" Aku menggeleng, dan menjulurkan lidah ke arahnya. Dasar payah. Aku saja, sekali menebak langsung bisa.

Berulang kali, Gerald salah. Aku menjadi geram melihatnya. Sepertinya dia sengaja disalahkan. Agar bisa menghiburku. Manusia mood booster satu ini, memang pandai menjungkir-balikan perasaanku.

Akhirnya, dengan semua jariku aku meraup hidung Gerald, dan menariknya. Untung saja mancung, jadi aku bisa menariknya. Coba pesek. Aku tak bisa mencubit hidung Gerald.

"Aw... semua jari." serunya. Aku hanya memutar bola mataku.

Aku menutup mataku, tanda bahwa giliran aku untuk menebak.

Lama menunggu, satu menit, dan tidak ada tanda-tanda hidungku dicolek. Tiba-tiba, sesuatu yang hangat dan basah menempel di bibirku. Gerald menempelkan bibirnya di bibirku.

"Bibir?" Aku membuka mataku, dan Gerald tersenyum. Lelaki tampan ini.

Dengan gemas, aku menciumnya. Dia dengan senang hati menyambutnya.

Lelaki ini, sangat pandai menarik hatiku. Dia mengetahui hal-hal kecil yang membuatku terhibur. Akhirnya, kami berciuman dengan panas lagi di dalam pesawat. Bisa-bisa bibir kami kebas, karena berciuman setiap saat.

"Kayak gini terus ya, biar hangat. Di Jerman dingin, lagi musim salju. Sebenarnya, Oma bilang baru hari pertama turun salju." Mataku langsung berbinar, keberuntungan apa aku aku langsung disambut salju. Berarti, Jerman bisa menerima kehadiranku di sana. Buktinya, langsung menurunkan berkat, salju hari pertama, di hari pertamaku tiba disana. What a blessed life.

Aku memperhatikan penampilanku, aku salah kostum berarti. Aku hanya memakai dress pendek, bertali yang mengikat di leher. Sebenarnya aku hanya berpenampilan santai seperti ingin ke pantai.

"Bajuku!" Aku berteriak heboh. Aku tidak mempunyai jaket tebal ataupun syal untuk pakaian musim dingin. Dan ini untuk pertama kalinya, aku akan melihat dan merasakan langsung bagaimana udara musim dingin.

"Pakai coat aku nanti." aku tersenyum. Akan menjadi pengelaman jadi bule nyata, karena memakai coat tebal, dan berdingin-dingin karena musil salju.

Euforia yang berlebihan tentang musim dingin, membuat sedihku berkurang. Aku yakin, akan semakin banyak pengelaman yang akan kurasakan. Jika bersama Gerald, kita tidak akan merasa kesepian atau bosan. Karena ada saja dibahasnya, serta semua jawaban-jawaban tidak nyambung yang selalu dilontarkan. Walau mengesalkan, tapi aku terhibur dengan semua kekonyolan, yang ia buat demi berusaha menghibirki. How I love this guy.

Tanpa terasa aku menginjakan kaki, di negara orang. Aku akan menetap di sini dalam waktu yang tidak ditentukan, mungkin selamanya. Dan beranak-pinak di negara orang, sampai aku menua. Inilah perjalan hidup Rara. Hanya impian kecil, dan sederhana semasa kecil, sekarang Tuhan mengabulkan semua keinginan tersebut. Welcome abroad Rara, hope you always happy with your choice.

Suasana sejuk langsung menyambut kami, ketika turun. Kepenatan yang memakan waktu 18 jam langsung terbayarkan ketika melihat salju putih yang turun. Walau belum banyak, bahkan aku masih bisa melihat tanah kering.

Rasanya aku ingin berlari ke sana, dan guling-guling di atas salju tersebut. Ya, senorak itu. Tapi aku begitu senang melihat salju putih yang turun menutupi rambutku. Hanya sesederhana ini, impianku semasa kecil.

Dan rasanya Jerman yang kuimpikan tidak sesuai dengan ekspektasiku. Aku kira, semua negara Eropa mempunyai bangunan klasik. Frankfurt memiliki banyak gedung pencakar langit. Apalagi bandaranya, sangat luas dan tentu saja cantik. Karena ini merupakan salah bandara tersibuk di dunia dengan menghubungkan ke semua negara.

Bagaimana pun Jerman, atau bagaimana keadaan belahan dunia yang akan kukunjungi aku akan tetap senang. Asalkan tetap bersama Gerald. My husband, my sweet guy, my brondong. Daddy for my child, my hero my superman. Lelaki yang kucintai sepenuh hatiku. Lelaki yang dikirim Tuhan.

Selamat menapaki dunia baru, Rara, di belahan dunia lain bersama suami tercinta.

________________

Siapa yg nunggu moment ini?

Next chap, kita akan berpetualang bersama Rara, menjelajah seluruh isi Jerman. Tergantung bagaimana Rara menjelaskan, dan informasi yg Gerald berikan benar atau tidak.

Asli, jawaban Gerald buat emak pengen bawa pulang, trus emak kurung😌😌

See you.

Leave a comment.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Dinar Blm Pnya Nm
asekkkk.... explore Jerman... kagak pernah kepikiran sih buat mikirin jln2 ke negara lain, soalnya Indonesia masih punya banyak destinasi yg wajib dikunjungi... tp gpp, pasti beda kalo d negara org musim salju, bikin es Doger tanpa gelas langsung d atas tanah, wkwkwk
goodnovel comment avatar
Dinar Blm Pnya Nm
gak kebayang Rara mangku Gerald kok sama lagi, huhuhu... suami q kalo lg kesel (pas d motor) tetiba bokongnya diangkat dikit trus ke belakang, auto ada d atas paha q kan...rasa nya kek mangku utang negara.. sakit ???
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status