Share

Kapitel 7 : Gerald's Girlfriend

"Bunda—"

"Iya, Nak?" Air mataku tumpah ruah. 

"I miss you."

"Bunda juga rindu.  Jaga diri baik-baik. Jaga kesehatan, jaga anaknya." Air mataku semakin deras. Aku merindukan Bundaku. Dan selalu saja, pesan ini yang Bunda sampaikan. Ya, Bunda perhatian. Tapi aku merasa Bunda seperti tak yakin padaku, aku bisa mengurus diri. Padahal, aku sudah dewasa, sudah menjadi istri orang, dan mom to be. Kenapa, Bunda harus takut? Aku bisa bertanggung jawab terhadap diriku sendiri. 

"Iya, Bunda. Bunda jangan sedih, ya. Rara bisa menjaga diri di sini." kataku meyakinkan bunda. 

"Iya, nggak, bunda nggak sedih. Bunda khawatir, kamu di tempat orang jauh." Meski Bunda bilang tidak, tapi aku tahu Bunda sedang bersedih sekarang.

"Nanti kapan-kapan Bunda boleh jalan-jalan ke sini. Sekarang lagi musim dingin, dingin bangat, Bunda." aku mengertakan gigiku. Saking noraknya, aku memang kedinginan. Walau sudah pakai penghangat ruangan, dan aku harus memeluk tubuh telanjang Gerald, agar tak kena hipotermia. Dan aku juga harus memakai pelembab bibir, jangan sampai bibirku terlalu kering, dan bisa luka-luka. 

"Iya. Jaga kesehatan. Terutama anaknya dijaga, sering-sering periksa ke dokter." aku meremas ponselku. Aku baru sadar, aku tidak pernah memeriksa anakku. Betapa tidak bergunanya aku menjadi orang tua. Besok aku harus meminta Gerald memintaku untuk menemaniku periksa ke dokter. Bahkan, aku sampai tak tahu, usia kandunganku sudah berapa bulan. 

"Iya, Bunda. Besok Rara sama Gerald periksa."

"Jaga diri, jangan bertengkar terus. Utamakan nyawa dalam kandungan, jangan keras kepala. Jangan egois."

"Iya, Bunda." 

"Jangan lupa minum susu ibu hamil. Secepatnya periksa, biar tahu perkembangan bayinya." Bahkan, aku sudah berjauhan bermil-mil, Bunda tetap bercerah seperti biasa. Harusnya Bunda bisa menanayakan bagaimana Jerman, bukan hanya nasihat. Apa Bunda tidak penasaran dengan Jerman? Padahal, Jerman negara yang cantik, baru menginjak kakinya di sini, aku sudah jatuh cinta dengan negara ini. Ditambah tinggal bersama orang tercinta. 

"Iya, Bunda. Bunda, Rara minta maaf kalau selama ini Rara selalu durhaka sama Bunda. Selalu membuat bunda pusing dan stress."

"Iya, Bunda cuman mau yang terbaik buat kamu."

"Makasih Bundaku sayang. Doakan Rara sukses, dan anaknya sehat-sehat aja."

"Doa Bunda selalu menyertai kalian." Aku tersenyum. Orang tuaku, satu-satunya yang paling berharga. Bunda segalanya bagiku, tapi Bunda melakukan apa saja, agar aku bahagia, walau aku sering suudzon ke Bunda. 

"Rara sayang Bunda." ujarku tulus. 

"Iya."

"Jadi, si Aldo sering di rumah atau masih keluyuran?" 

"Seperti biasalah laki-laki."

"Sialan!"

"Mulutnya!" tegur Bunda di ujung telpon. Memang si kunyuk, padahal sudah kuperingati, agar tetap menjaga Bunda, jangan suka keluar terus. Aku tak tega, melihat Bunda menahan kesepian setiap saat. 

"Hehehe. Bukan gitu, Rara udah pesan ke dia jangan sering keluar rumah kasian Bunda sendirian." 

"Udah, nggak papa. Kamu jaga diri di sana aja, jangan stress." 

"Siap, kapten." 

Satu jam lebih, aku bebas bertelpon ria dengan Bunda. Aku menceritakan semua pengelaman, dan perjalanan panjang yang melelahkan sekaligus memberi kenangan yang takkan kulupakan. Walau respon bunda kurang antusias, tapi aku begitu bersemangat menceritakan semuanya. Bagaimana, naik pesawat, betapa pantatku sambil tipis, kelamaan duduk. Yeah, perjalananku begitu jauh. Pantas saja, dulu aku merenggek Gerald pulang, ia tak bisa mengabulkan, karena lelahnya dalam perjalanan.

__________________

Pada hari pertama juga, aku memaksa Gerald untuk langsung mencari apartemen. Aku tidak mau tinggal sama nenek-nenek itu. Meski dia sudah bisa menerima kehadiranku, tapi aku tidak bisa bebas kalau tinggal bersama orang lain. Apalagi ini masa untuk beradaptasi. Takutnya, di masa-masa itu semua yang kulakukan semua salah di mata mereka. Aku harus beradaptasi dengan budaya di sini, dan belajar bahasa Jerman. Walau nenek-nenek itu menyambutku dengan baik, bahkan menyiapkan berbagai macam makanan khas Jerman, terutama hidangan musim dingin, dan berbagai macam anggur. 

Dan aku baru tahu, rupanya Si Biola tetangga nenek-nenek itu. Kirain mereka masih bersaudara. Biola itu crush Gerald, jadi semacam teman cinta pertama, ciuman pertama, aku tidak mengerti, istilah, dan budaya mereka.

Aku mengkhawatirkan juga, jika aku berdekatan dan melihat wajah si Biola tiap hari membuatku tidak tahan untuk menjambak rambutnya. Apalagi, jika dia berusaha untuk menggoda Gerald, hm.. habislah dia! Aku yang akan menggali kuburan untuknya. Okay, maafkan aku, sepertinya pikiranku terlalu terkontaminasi oleh bacaan psikopat.

Aku sedang sendirian di kamar ditemani, penghangat ruangan. Gerald kuliah, apalagi dia banyak ketinggalan. Sebenarnya seperti ini, aku merasa kesepian. Aku ingin, mengeksplor negara orang yang cantik. Tapi aku mempunyai banyak keterbatasan.

Aku harus belajar masak, mulai sekarang. Mungkin, hari-hariku tak lagi kesepian, jika aku memasak, berbagai macam makanan untuk menyenangkan suamiku. Dan otomatis belajar masakan Jerman. Semoga, masakan orang luar tidak ribet seperti masakan Bundaku. Ya, aku malas belajar masak di rumah, karena terlalu ribet, apalagi banyak bumbu yang membuatku pusing, karena tidak tahu namanya.

Kami hanya menyewa apartemen satu kamar. Lagian buat apa besar-besar. Yang tinggal hanya dua orang.

Menurut penuturan Gerald. Di seluruh negara Jerman, Frankfurt merupakan kota dengan biaya hidup yang mahal. Kotanya juga tidak besar, paling kita hanya membutuhkan waktu satu jam untuk menjelajahi seluruh kota. Mumpung aku sudah berada di Eropa sekarang. Aku harus menjelajahi seluruh negara Eropa. Swiss destinasi pertama. Itali kurasa tidak buruk. Selanjutnya ke Perancis, Inggris. Okay, aku akan menjelajah seluruh negara Eropa. Dan jika Gerald mau, kami bisa berlibur ke America, dan Canada. Semuanya merupakan negara impianku.

Aku bangun, dan berniat memasak. Aku baru sadar, kami belum membeli bahan-bahan masakan untuk mengisi kulkas, dan kekosongan di dapur. Ini untuk pertama kalinya aku, dan Gerald merasakan peran kehidupan rumah tangga yang sesungguhnya. Tanpa ada campur tangan siapapun lagi. Inilah arti menikah, hidup seatap, saling mengerti, dan saling melengkapi.

Gerald pulang, kami harus berbelanja. Sepertinya di sini, aku akan menyusah Gerald saja. Biar saja, itu memang sudah menjadi tugasnya sebagai kepala rumah tangga. Siapa suruh dia mau menikah? Baiklah, aku yang memaksanya untuk menikah bersamaku.

Meski semua fasilitas lengkap. Ya, rumah sewa di Jerman, dengan menyewakan semua fasilitas lengkap. Sistemnya begini, kita akan membayar mahal di awal untuk semua fasilitas tadi sebagai jaminan. Jika, kita ingin pindah, dan fasilitas yang dipakai tidak ada yang kurang atau rusak, maka uang jaminan akan dikembalikan. Memang semua fasilitas lengkap,  tapi untuk bahan kebutuhan sendiri, kami belum punya. Intinya, hari ini harus shopping banyak. Akhirnya peranku sebagai istri sebenarnya akan dijalankan. Aku harus pandai me-manage uang, atau apa pun untuk kebutuhan kami. Hatiku menghangat, ini yang kutungu-tungu dari kemarin. Menjalani rumah tangga yang utuh.

Semoga senang menjalani peran barunya ini, Karena kami akan memulai semuanya dari awal. Inilah kehidupam baruku, dalam pernikahan kami. Dan aku senang, tanpa ada lagi penganggu dalam hidup kami.

Aku iseng membuka TV, penasaran bagaimana tayangan masyarakat Jerman. Okay, setelah melihat layar langsung kumatikan, karena aku langsung pusing melihat tulisan bahasa Jerman. Padahal, yang ditayangkan, hanya perkiraan cuaca, di saat musim salju seperti ini.

Aku menghubungi Gerald, kapan dia pulang dan membelikanku makan. Aku merasa lapar.

Miss Rara: Gerald masih lama ya pulangnya?

Gerald Ganteng : masih.

Miss Rara: Rara lapar😭 

Gerald Ganteng: beli, ya.

Miss Rara: nggak punya uang Euro.

Gerald Ganteng: yaudah tunggu.

Miss Rara: Mati kelaparan lah aku, dan anakku😭 😓😓

Gerald Ganteng : bentar.

Miss Rara : 😗😗 

Aku meletakan ponselku, dan mulai mencari kesibukan.

Sambil menunggu Gerald pulang, dan membawa makanan. Aku mengemas baju-baju kami yang ada di koper.

Untung saja seperti lemari, dan lainnya sudah tersedia. Aku juga tidak tahu ini berapa harga sewanya. Aku juga tidak mau pusing masalah duit, suamiku kaya jadi, dia tidak pernah mengeluh masalah uang.

Aku hanya perlu menata saja baju-baju kami. Karena masih rapi bajunya. Dan bagaimanapun aku harus mencuci baju sendiri, selama hidupku aku tidak pernah mencuci baju. Tapi aku tidak ingin mengeluh. Pasti sangat menyenangkan, berperan sebagai ibu rumah tangga seperti Bundaku. Aku merapikan bagian kamar. Seru sekali rupanya mengemas kamar seperti ini, dan membuatku lumayan berkeringat di tengah-tengah cuaca Jerman yang dingin.

Pintu apartemen berbunyi, Gerald pasti sudah pulang.

Tapi, kenapa tidak masuk saja? Bukanya dia tahu passwordnya? Aku pun membukanya. Siapa tamu yang datang?

"Oma?" tegurku begitu melihat nenek-nenek bule yang masih segar. Oma berdiri di sana dengan tangannya memang beberapa kotak makanan.

"Hello, dear." Aku pun memeluk oma tanda selamat datang.

"Have you eaten?"  tanya Oma.

"Not yet, Oma."

"Good. I bought this, Gerald texted me that you hungry."

"Yes. I want buy some food. But I don't have money."

"I'm sorry." Oma pun mengeluarkan beberapa lembar uang. Mungkin, merasa kasian padaku.

"No, it's okay, Oma. Gerald come back, and we will buy groceries."

"Good."

"Thank you, for the food."

"Yes, please have you own." Aku tersenyum hangat ke arah Oma. Dia bisa jadi pengganti orang tua di sini. Oma begitu baik, aku saja yang terlalu suudzon.

"Thanks, Oma."

"Kalian bisa menata ulang ruangan ini sesuai selera." kata Oma, setelah maniknya menjelajahi isi kamar yang masih kosong.

"Iya. Sedang Rara pikirkan itu."

"Makan lah." Aku pun mengangguk, dan membawa mengambil piring. Berdoa saja, semoga aku tidak muntah karena makanan luar. Pizza rupanya. Ini masih bisa diterima oleh tenggorokanku.

Mungkin karena lapar, dalam sekejap pizza yang bulat itu sudah habis kumakan. Aku kelaparan, pemirsa.

"Sebenarnya, apartemen ini sudah lama disewa Gerald. Semenjak awal ke sini sudah sibuk mencari apartemen."

"Benar kah?"

"Iya. Bersyukurlah, dia lelaki yang sangat bertanggung jawab." Air mataku mendadak turun, semua yang dikatakan Oma-nya benar. Usia boleh kecil, tapi pemikirannya sudah jauh dewasa dari pada pikiranku. Untuk bagian perencanaan seperti ini. Gerald kadang menyebalkan, tapi dia perhatian dengan caranya sendiri yang unik, yang tak bisa diduga oleh otak manusia normal.

"Yes, I know. How lucky I am to have him in my life."

"Makanya kalian bisa langsung menempati ini. Di sini, untuk menyewa apartemen itu sangat susah, dan urusannya itu ribet." Gerald pernah bercerita, jika untuk menyewa rumah di Jerman sangat sulit, harus melewati agen, dan menghabiskan waktu berbulan-bulan, bahkan tahunan, untuk bisa menempati rumah sewaan.

"Iya."

"Oh sorry, dear. I have to go now. Don't forget to Oma's house at Friday night." Oma terlihat buru-buru. Mungkin seperti ini orang bule, mereka tak perlu berlama-lama. Berbeda dengan bundayaku, jika begini saja, basa-basinya sampai berjam-jam, apalagi menggossipkan tetangga.

"I would love to. Thanks for the fo- pizza."

"Bye, dear, see you around." Aku memeluk Oma, dan menutup kembali pintunya. Not bad lah tinggal di sini.

Begitu banyak perjuangan suamiku agar kami bisa bersama, tetapi selalu saja balasanku tidak pernah seimbang. Aku hanya benalu di hidupnya. Mulai sekarang, aku bertekad untuk memenuhi semua kebutuhannya. Dan berusaha menjadi istri yang bertanggung jawab. Aku akan berusaha, untuk mengurus semuanya.

___________________

Dengan niat dan tekad yang kuat, aku

mengemas semua yang ada di dalam apartemen. Mulai dari dapur, yang kotor semuanya kusikat. Bunda pasti bangga melihat perubahanku.

Bagian tengah, semua debu kubersihkan. Kusikat-sikat sampai kinclong. Pasti apartemen kami akan menjadi apartemen paling bersih se Frankfurt. Okay, abaikan terkadang aku suka lebay.

Aku sudah sangat berkeringat. Cuaca di luar sangat tidak memengaruhi aktivitasku di dalam.

Aku masuk ke dalam kamar, dan kulihat bandanku di cermin. Lusuh sekali rupanya aku.

Jadi aku memutuskan mandi. Badanku juga sangat berkeringat.

Di bawah guyuran shower membasahi setiap inci kulitku. Membuatku terhanyut dalam aliran air dingin. Tapi, aku tidak ingin mandi lama-lama. Kusudahi ritual mandiku.

Berhubung aku hanya di dalam jadi memakai baju pendek tidak ada salahnya. Meski tidak mengerti bahasa yang ditampilkan di layar TV, tapi aku tetap membuka TV agar ada suara yang menemani.

Dan Gerald tak kunjung pulang. Padahal, sudah segala macam gaya, dari gaya kodok, gaya kupu-kupu, hingga gaya nungging kulakukan di atas sofa, sambil membunuh rasa bosan menunggu Gerald. Dia tidak mungkin tetimbun badai salju, bukan? Padahal, salju belum turun banyak, masih sedikit. Lama sekali aku menunggu Gerald pulang. Sampai aku ketiduran di atas sofa.

Perutku mulai lagi merasa lapar. Semenjak hamil, aku harus makan double. Bahkan, aku baru makan sepuh menit yang lalu, sudah merasa lapar lagi, apalagi hanya satu loyang pizza yang habis dalam sekejap mata. Semua itu tak bisa menahanku, dari rasa kelaparan.

Pintu tiba-tiba dibuka, yes suamiku sudah pulang. Dan, yang membuat darahku mendidih dia datang bersama seorang gadis cantik rambut pirang, aku lupa semua orang di sini rambut pirang. Meski di luar dingin, wanita ini tidak pernah mengerti apa itu dingin. Bajunya sangat pendek, dan ketat. Ia memakai tanktop berwarna hijau yang sangat norak. Dengan celana pendek, mencapai pahanya, dan sepatu boots.

Gerald tersenyum hangat ke arahku, tapi aku tidak ada berniat untuk membalas senyumannya sampai dia menjelaskan siapa wanita ini.

"Alle this is Rara. Rara this is Alle."

"Hi... I'm Alicia Gerald's girlfriend."

Am I missing something here?

___________________

Ta-ta. Drama dimulai, biar kalian gak bosan. Kalau datar aja, kalian muak nanti.

See you.

Feel free to leave a comment.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dinar Blm Pnya Nm
Gerald kamvrettt.... maksud nya apa coba.... okeyyy dia ingin bls dendam apa Oma tau & itu yg bikin dia bersikap hangat ?? bener, Gerald brengsek
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status