Selepas upacara bendera, kelas sebelas IPS 4 tidak langsung ke toilet untuk berganti pakaian olahraga, kelas mereka ramai melihat pertengkaran dua sahabat yang biasanya terlihat akur dan nempel seperti perangko. Awalnya, Tian menggebrak meja di depan Raka dan berseru kasar, Raka yang tidak terima pun langsung tersulit emosi, ditambah udara panas sehabis upacara.“Bangsat lo!” Tian menunjuk Raka dengan telunjuknya.“Gak usah nunjuk-nunjuk, anjing!” Raka langsung menepis tangan Tian di depan wajahnya.Tian menendang meja di sebelahnya, membuat para siswi berjengit kaget. Tak menyangka Tian yang biasa tersenyum jahil bisa marah seperti ini, terlebih dengan sahabatnya.“Banci lo, anjing! Pengecut!” teriak Tian yang menarik kerah seragam Raka.Yang diteriaki tertawa sumbang. “Lo gak terima ditolak Tara? Hah? Ngamuk ke gue jadinya? Elo yang banci, tolol!” Dengan sigap Raka menepis tangan Tian lalu menghadiahi satu pukulan di wajah Tian.“Bacot lo, anjing!” Tian balas memukul. “Gak guna lo j
Kantung mata Tara sangat terlihat saat ia berdiri di depan cermin. Semalam ia mendapat pesan dari Gita, ibu tirinya, ayahnya sedang sakit dan beliau ingin Tara segera ke Makassar. Ia tidak diberitahu penyakit apa yang diderita ayahnya, namun, melihat pesan itu langsung dari kontak Gita, Tara yakin hal serius terlah terjadi di sana.Tara memakai kacamata belajarnya yang tak pernah ia pakai ke sekolah sebelumnya, lalu keluar kamar. Bertepatan dengan Kaila yang jauh lebih kacau darinya baru saja menutup pintu kamarnya. Kantung mata terlihat jelas, tak seceria biasanya dan penampilannya bukan seorang Kaila banget. Tara sengaja memperlambat langkahnya, membiarkan Kaila berjalan lebih dulu.“Pagi, Kai,” sapa Eva yang sudah sibuk menyiapkan sarapan.“Pagi, Bu.”“Habis nangis, ya? Ya ampun kamu kacau banget.” Eva memegang rahang Kaila, melihat jelas raut anaknya pagi ini. “Perkataan papa tempo hari jangan terlalu dipikirin.”Kaila menggeleng. “Aku gak pa-pa, kok.”“No! Ibu gak suka lihatnya.
Kali ini bukan hanya Kaila, Tara pun tak hadir di kelas pagi ini sampai pelajaran terakhir selesai. Karina mencoba menghubungi temannya, namun hasilnya nihil. Tara bahkan tak mengaktifkan ponselnya sejak malam tadi.“Tara beneran sakit, Na?” tanya Tisha menghampiri Karina yang masih duduk di bangkunya, sementara bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit lalu.“Iya, Tish.” Karina memang mencatat di buku absen kalau hari ini Tara sakit. “Pada mau ke kantin?”Kanaya mengangguk. “Bareng, yuk.” “Gue boleh nanya nggak?” tanya Tisha saat mereka sudah kebagian tempat duduk di kantin.Karina mengangguk. “Soal kemarin?”Kedua perempuan itu tampak salah tingkah.“Gue turut prihatin sama Kaila karena di sini dia jadi korban. Kalau Rakanya masih suka sama Tara kenapa harus jadian sama cewek lain coba?” gumam Kananya.“Makanya, move on itu harus bener-bener niat, karena bersaing sama masa lalu itu percuma. Bakal kalah pada akhirnya,” ujar Tisha.“Eh, kita bukan nyal
Dio menepati janjinya. Lelaki berseragam SMP itu duduk di halte Adipura sembari bermain ponsel tanpa memedulikan sekitar yang menatapnya heran. Sudah satu jam ia menunggu, katanya, Tara ada urusan dengan guru mengenai kepindahannya jadi akan sedikit terlambat. Dio mencoba bersabar meskipun ‘sedikit’ yang dibilang Tara justru sudah kelewatan.“Di!”Mendengar suara itu Dio sudah siap menyemburkan kekesalahannya. Namun, ia melihat keempat perempuan berseragam Adipura menghampirinya. Diantaranya ada Karina yang tersenyum paling lebar. Perempuan itu lebih dulu menepuk bahunya.“Hei, udah lama ya nggak ketemu. Kak Nana kangen, tahu! Terakhir ke rumah malah nggak ketemu,” seru Karina dengan senyum jahilnya.Dio menghela napas. “Sibuk.”Tara menyikut adiknya. “Ini temen gue, Tisha sama Kanaya.”Kanaya lebih dulu menyapa. “Hai, Di.”Dio hanya mengangguk singkat.“Bener ya kata Karina, Dio anaknya cool,” ujar Tisha.Karina terkekeh. “Jangan direbut, ya, berondong gue, nih.” Tangannya merangkul
[Sambel Ijo]AH Jaffar : Gaes.AH Jaffar : Udah berapa hari sepi? Napa sih? Jangan biarin gue bego sendirian dong!AH Jaffar : WOI BANGSAT. AH Jaffar : Yang r doang nikahnya sama mimper! [Read by 3]AH Jaffar : ANJJJJJJJ.AH Jaffar : Parah banget, sih, buset.AH Jaffar : BAIKAN NAPA SIH. KEK BOCAH AJA LO PADA DIEM-DIEMAN GINI.AH Jaffar : Kata Pak Haji, marahan lebih dari 3 hari dosa. Gue tau kalian pada banyak dosa, gak usah nambah lagi deh.AH Jaffar : Gue kangen Wi-Fi di rumah Raka, nih. AH Jaffar : Gasah geer ya lo, Ka. Gue nggak kangen yg punya rumah. Njs taw gak.AH Jaffar : Makan pecel ayam depan gang rumah gue yuk!AH Jaffar : BABI LOE SEMUWAH. [Read by 3]Raka menghela napas kasar, sudah seminggu grup mereka sepi. Hanya Jaffar yang tiap harinya berusaha meramaikan, yang tentu saja tidak digubris sama sekali oleh yang lain.Karena panggilan orang tua ke sekolah hari itu, Kiera pun menghukumnya dengan dalih mencemarkan nama
[Sambel Ijo]AH Jaffar : Gaes.AH Jaffar : Udah berapa hari sepi? Napa sih? Jangan biarin gue bego sendirian dong!AH Jaffar : WOI BANGSAT.AH Jaffar : Yang r doang nikahnya sama mimper! [Read by 3]AH Jaffar : ANJJJJJJJ.AH Jaffar : Parah banget, sih, buset.AH Jaffar : BAIKAN NAPA SIH. KEK BOCAH AJA LO PADA DIEM-DIEMAN GINI.AH Jaffar : Kata Pak Haji, marahan lebih dari 3 hari dosa. Gue tau kalian pada banyak dosa, gak usah nambah lagi deh.AH Jaffar : Gue kangen Wi-Fi di rumah Raka, nih. AH Jaffar : Gasah geer ya lo, Ka. Gue nggak kangen yg punya rumah. Njs taw gak.AH Jaffar : Makan pecel ayam depan gang rumah gue yuk!AH Jaffar : BABI LOE SEMUWAH. [Read by 3]Raka menghela napas kasar, sudah seminggu grup mereka sepi. Hanya Jaffar yang tiap harinya berusaha meramaikan, yang tentu saja tidak digubris sama sekali oleh yang lain.Karena panggilan orang tua ke sekolah hari itu, Kiera pun menghukumnya dengan dalih mencemarkan nama baik keluarga. Padahal, kalau boleh ia jujur, Tian ya
Pagi ini Tara dan Kaila berangkat sekolah bersama. Mereka melambaikan tangan pada Dio yang menatap keduanya dengan malas. Semalam mereka menyelesaikan lego yang dibeli Dio, dua lawan satu. Jelas saja Dio kalah. Dan hukumannya Dio terpaksa harus berangkat sekolah dengan rambut berantakan yang sudah ditata oleh Kaila.Mereka tertawa melihat wajah masam Dio. “Lo kok bisa kepikiran ke sana, Kai?” tanya Tara.“Selama ini kan gue lihat rambutnya rapih terus, Tar. Good boy banget anaknya. Perlu gue modif biar kelihatan lebih laki,” kekeh Kaila.Tara pikir Dio akan menolak dan marah, namun, lelaki itu tetap menurut meskipun rautnya tidak bisa berbohon kalau ia tidak nyaman dengan itu.Mereka berpapasan dengan Kanaya yang juga akan masuk ke kelas. “Hai, Tar!” sapanya.“Hai, Nay,” balasnya.Kanaya beralih menatap Kaila. “Udah sembuh, Kai?” Kaila mengangguk.“Nanti makan siang bareng kayak biasa, ya?” ajak Kanaya.Tara mengangguk.“Gue b
Pagi ini mereka sudah di bandara; Arsen, Eva, Kaila, Tara dan Dio. Setelah semalam makan malam bersama untuk terakhir kalinya, mereka menghabiskan malam yang panjang bersama di ruang TV dengan beberapa percakapan ringan. Tara akan merindukan hal itu.Eva menatap anak pertamanya dengan mata yang berkaca-kaca. Tidak menduga sebelumnya kalau hari ini akan tiba dengan cepat. “Hati-hati ya, Dek. Kalau udah landing langsung kabarin kita.”“Iya, Bu.” Tara mengangguk menahan perasaan sesak.“Jaga diri ya, Tar. Kalau ada sesuatu jangan sungkan hubungi kami,” ucap Arsen seraya megusap kepala anak tirinya.“Makasih, Pa.” Ia beralih menatap Kaila yang sudah menangis. “Kai,”Kaila langsung memeluknya. “Harus sering-sering pulang. Jangan marah kalau nanti gue sering telepon, jangan simpan semuanya sendirian.”Tara balas memeluk. “Nggak akan. Gue pasti selalu ngabarin.”Kemudian, Tara beralih pada adiknya yang lebih banyak diam. Dio tidak bisa ikut ke Makasssar karena besok ada try out untuk kelas s