Tangan Anin trus saja bergerilya di badan suaminya, bahkan sekarang bibirnya juga ikut menciumi dada Evan, dan laki-laki itu tidak mampu lagi mencegah istrinya.
Laki-laki mana yang bisa menahan dirinya saat diperlakukan seperti itu oleh pasangannya. Akhirnya pagi mereka memadu kasih tanpa gangguan dari si kecil Albanna.
Anin kelelahan setelah melakukan aktivitas berbagai peluh dengan suaminya dan tertidur begitu saja dengan menggunakan lengan Evan sebagai bantalnya. Melihat Anin yang sudah tertidur pulas, Evan memilih untuk membersihkan diri dulu di kamar mandi.
Tadinya Evan berniat untuk membereskan tempat tinggal mereka begitu selesai mandi. Laki-laki itu memang sudah terbiasa membereskan rumah sendirian sejak dia terusir dari rumah dulu dan tinggal di apartemen itu.
Evan sudah akan pergi ke ruang tamu dan membereskannya, namun melihat istrinya yang tertidur dengan nyaman, akhirnya dia
Suasana kamar hotel yang di tempati oleh Kevin dan Aaira terlihat romantis, khas kamar pengantin baru. Bagaimanapun juga, itu seharusnya memang malam pertama mereka. Thalia pun sengaja di tinggal bersama dengan nenek dan kakeknya di rumah.Kevin terlihat sedang duduk di sisi tempat tidur sambil memainkan smartphone miliknya. Sedangkan Aaira sedang membersihkan wajahnya di depan meja rias, meksipun dia sudah mandi man mencuri muka tapi tetap membersihkan kembali wajahnya dengan penyegar.Aaira memakai bathrope yang disediakan di hotel, tadi saat membuka kopernya didalam sana hanya ada lingerie tidak ada piyama yang layak di pakai. Mertuanya yang menyiapkan isi koper tersebut, dia bilang serahkan semuanya pada mama tapi ternyata hasilnya seperti itu. Sang mama mertua hanya memberikan berbagi bentuk lingerie di dalam koper miliknya.Daripada memakainya dia berpikir memakai baju yang ada di lemari hotel tersebut
"Mas aku lapar," Anin mengguncang tubuh Evan yang tertidur pulas di sampingnya."Mau makan apa?" tanya Evan Pria itu berusaha membuka matanya yang masih terasa lengket karena mengantuk. Dilihatnya jam digital yang ada di atas nakas, tertera angka 01.15, pantas saja dia masih sangat mengantuk."Bikinin bubur ayam," rengeknya."Malam-malam begini bikin bubur? beli aja ya mungkin masih ada yang jualan," ucap Evan menawarkan."Enggak, aku mau kamu yang bikinin," tolak Anin.Dengan malas Evan bangun dari tempat tidur dan bergegas keluar menuju dapur. Dia sudah mulai terbiasa dibangunkan oleh istrinya ditengah malam, sudah hampir satu minggu ini Anin melakukan. Dan minta di buatkan makanan, dari nasi goreng, ditemani bikin rujak, atau hanya sekedar membuat roti bakar.Sesampainya di dapur, Evan membuka kulkas dan melihat bahan-bahan yang dia butuhkan. Sejak istrinya suka lapar dimalam hari, dia selalu mengisi kulkas dengan stock makanan yang berlimpah.
Bella mengurai pelukannya dengan muka cemberut, pandangannya beralih kearah sofa ruang tamu dimana ada Anin yang duduk sambil menatap kearah mereka."Siapa?" tanya Bella."Istriku," jawab Evan singkat."Wah kamu sudah menikah? aku kecewa," sahut Bella dengan tertawa.Anin bangkit dari duduknya untuk menyambut kedatangan teman Evan sambil memegangi perutnya. "Wow, kamu akan menjadi seorang ayah?" pekik Bella sambil memeluk Evan kembali. "Bella, hentikan." Evan memperingati sahabatnya lagi. Dia bisa melihat rasa tidak suka tergambar di wajah istrinya."Maaf, refleks. Dulu aku terbiasa memelukmu kan, kita sudah seperti saudara," sahut Bella membela diri."Aku Bella, teman sekolahnya Evan," ujar Bella sambil menyodorkan tangan pada Anin."Anin," sahutnya sambil menerima uluran tangan dari Bella."Jangan marah yaa, aku dan Evan dulu sangat dekat jadi masih kebawa hingga sekarang," ucap Bella menje
Suasana pagi di tempat tinggal Anin dan Evan pagi itu sedikit lebih heboh dari biasanya. Anin akan pergi ke rumah mama mertuanya bareng bersama Evan berangkat bekerja. Dia akan menitipkan Albanna pada mama mertuanya.Hari ini, dia dan Aaira bersepakat untuk berbelanja kebutuhan calon anak keduanya. Takut tidak akan bisa menghandle Albanna dan Aaira, mereka memilih untuk meninggalkannya dirumah dalam pengawasan neneknya. Bangun pagi, Anin segera menyiapkan sarapan dan juga keperluan putranya selama di rumah neneknya. Meskipun cuma sehari ataupun setengah hari, dia tetap harus membawanya keperluan yang mungkin dibutuhkannya."Ada yang ketinggalan tidak, jangan terlalu capek. Beli dan belanja semampunya saja, jika sudah lelah langsung istirahat," pesan Evan pada istrinya saat mereka sudah berkendara di jalan."Iya, tenang saja. Aku akan hati-hati dan tidak kecapekan mas," jawab Anin.Mobil melaju perlahan menembus padatnya kota Jakarta, kali ini perlu satu jam perjalanan mereka baru sam
Anin membalas tatapan tajam Bella dengan pandangan tidak percaya. Bagaimana bisa wanita itu begitu mudah mengatakan menginginkan suaminya. Bagaimana wanita cantik dan berpendidikan menginginkan pria beristri."Sepertinya aku minta tolong pada orang yang salah, kupikir kamu akan bersedia membantu temanmu tanpa imbalan apapun tapi ternyata permintaanmu di luar nalar," ucap Anin.Bella hanya membalas perkataan Anin dengan senyuman sinis. "Kamu cantik, berpendidikan. Bagaimana seorang yang pintar sepertimu menginginkan suami orang lain. Menginginkan ayah dari dua orang anak," lanjut Anin mengungkapkan perasaannya."Cinta tidak ada hubungannya dengan pendidikan seseorang. Cinta berasal dari hari, pendidikan dan kepandaian berasal dari otak. Kau tahu itu," tukas Bella."Bagaimana perasaanmu jika orang yang kamu cintai di inginkan oleh wanita lain?" tanya Anin."Itu sangat menyakitkan," jawab Bella. "Bahkan orang yang aku cintai bukan cuma diinginkan oleh wanita lain, tapi dimiliki oleh wan
"Kapan kamu bertemu dengannya, tadi kamu bertemu dengannya?" tanya Evan sambil menatap kearah Anin."A-aku tidak bertemu dengannya, hanya saja aku merasa jika apa yang dilakukan padamu saat dia datang ke sini merupakan bentuk ekspresi rasa sukanya padamu," jawab Anin dengan gugup menutupi kebohongannya."Kan sudah aku bilang dia begitu sejak dulu karena dia tidak memiliki saudara," ucap Evan."Kamu berpikir seperti itu tapi dia mungkin tidak berpikir begitu mas, dia suka sama kamu!""Jangan menyimpulkan sesuatu yang tidak-tidak, apa kamu mau suamimu benar-benar dicintai wanita lain?" ujar Evan balik bertanya. Anin menarik nafas panjang, nyatanya Bella mencintai suaminya dan suaminya tidak merasa. "Berhentilah berpikir macam-macam, jangan pikirkan wanita lain, jangan pikirkan pekerjaanku. Fokuslah pada kehamilanmu, aku tidak mau kamu stress dan berpengaruh pada kesehatanmu dan calon bayi kita." Panjang lebar Evan menasehati istrinya. Anin mengangguk dan berusaha menuruti perkataan E
Evan melajukan kendaraannya dengan gusar, saat ada tiga panggilan tidak terjawab dari Anin, dia bergegas menelpon istrinya. Tidak biasanya sang istri menelponnya hingga berulang kali saat dirinya bekerja. Evan berkali-kali menelpon nomor Anin namun tidak kunjung diangkat oleh istrinya.Laki-laki itu berinisiatif untuk mengecek kamera pengawas namun tak menemukan istri dan anaknya dimanapun. Saat mengulang rekaman diwaktu Anin menelpon, dia mendapatkan fakta jika saat itu istrinya tengah terkapar tidak berdaya dengan Albanna di sampingnya. Evan segera menelepon Fajar begitu mengetahui istrinya di tolong oleh Fajar dan Meysha. Fajar memberitahukan sebuah nama rumah sakit bersalin yang cukup terkenal di daerah Jakarta, dan saat ini Evan tengah berkendara menuju ke tempat tersebut. Berkendara dengan keadaan panik membuat perjalanan terasa sangat lama, seperti itulah yang dialami oleh Evan saat ini. Kekhawatiran akan keselamatan istri dan anak yang ada dalam kandungan Anin membuat Evan b
"Apa yang ingin kamu ketahui, aku akan menjawabnya," ucap Evan.Laki-laki itu duduk di kursi yang berada di samping ranjang Anin. Istrinya, masih tidak mau di sentuh olehnya."Katakan masalah apa yang terjadi dan bagaimana bisa selesai," sahut Anin melunak."Waktu itu ada bangunan yang hasilnya memang tidak sesuai, pihak perusahaan sempat marah dan ingin menuntut. Kami mengadakan negosiasi, perusahaanku akhirnya memberikan diskon. Selain itu, kami sudah sering melakukan kerjasama dan hasilnya memang tidak pernah mengecewakan. Dengan mempertimbangkan semua itu, akhirnya kami berdamai dan masalah itu terselesaikan," papar Evan panjang lebar."Semudah itu?" tanya Anin tidak percaya."Tidak mudah sayang ... Tapi intinya seperti itu, kamu pasti tahu jika bernegosiasi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi semuanya sudah berlalu, tidak ada lagi masalah makanya aku bilang semua sudah baik-baik saja.""Kenapa kami tidak mau bercerita denganku?" tanya Anin."Aku tidak ingin membuatmu k