Merasa diri nya, sudah ter lalu lama berada di luar, apa lagi Aditya sudah lebih dulu tiba di rumah, mem buat Anandita melangkah dengan berat, sebab merasa malu, diri nya yang pulang ter lambat. Akan membawah langkah kaki nya menuju arah tangga, namun, alunan langkah itu dia henti kan, saat tiba-tiba saja suara tidak asing menyeruh kan nama nya, "Dita--!" panggil nya. "Iya-Maa--," sahut Dita, saat mendapati kedatangan Mama Nita. "Kamu, dari man saja?! Adit mengata kan, kalau kamu hari ini nggak masuk kampus, karena kamu jalan-jalan ber sama teman-mu." Raut wajah kaget, namun juga di selimuti rasa kesal, setelah mendengar pertanyaan yang Mama Nita lontar kan, sebab Aditya tahu dengan jelas, apa yang membuat nya hari ini, diri nya tidak masuk kampus,"Aditya-mengatakan seperti itu, Maa?" tanya Dita-memasti kan. "Iya." "Maaf, Maa--, tadi Dita--," ujar Dita ragu, namun, tak mampu menyelesai kan kata-kata nya. "Mama hanya ingin memperingat kan pada mu. Ter lepas, bagaimana pernikaha
Se makin ber tambah panik, itu lah penampak kan seorang Aditya Wijaya saat ini. Mengedar kan pandangan nya ke segalah arah, men cari tempat di mana Dita harus ber sembunyi. Dan, pikiran nya ter tuju pada lemari pakaian. "Dit---Adit---Buka, pintu nya---! Tega, banget, lo, Bro, biarin kita ber dua jamuran di luar," gerutu Roki, dengan memaksa mem buka pintu kamar Aditya, yang ter kunci. "Sebentar, Bro--, gue, lagi di kamar mandi---." Dan, segera menggiring tubuh Dita. "Kamu, mau, bawah-aku ke mana, Dit?" tanya Dita, dengan kini memasang wajah bingung nya. "Tentu, saja ber sembunyi, Culun! Memang mau, apa lagi?!" hardik Aditya, dengan terus menggiring tubuh Dita, menuju ruang ganti. Suara ketukan dari ke dua sahabat nya, terus saja ter dengar, membuat Aditya kian di landa kepanikan, dan pria itu tentu nya, Aditya tetap menyambut panggilan Dion, dan juga Roki, dengan sebuah kebohongan. Bingung memikir kan di mana Dita harus ber sembunyi, hingga tatapan itu ter tuju pada sebuah lema
Merasa ber salah, sebab merasa diri nya lah yang sudah menyebab kan kehidupan Aditya men jadi rumit, Dita hanya diam, hingga mem buat suasana canggung begitu terasa, dan tentu saja hal itu hanya di rasakan oleh Dita. "Mau, sampai kapan, kau berada di sini?!" Aditya ber suara tiba-tiba, dengan nada suara nya yang ter dengar tidak suka.Dan-Anandita seperti baru menyadari keadaan, segera mengangkat pandangan nya, dan mendapati Aditya yang tengah menatap nya dengan tatapan yang tak biasa."Aku, akan ke luar. Mama, menunggu ku di dapur," pamit Dita, dan segera mem bawah langkah kaki nya dari dalam kamar.Ber lalu nya Dita dari dalam kamar nya, turut mem bawah pandangan seorang Aditya, yang terus mengikuti langkah kaki wanita itu, sampai sosok itu benar-benar menghilang dari pandangan nya.Mengusap kasar wajah nya, Aditya ter lihat sangat begitu frustasi, "Hari-ini, seperti ini. Aku tidak tahu, seperti apa, yang akan ter jadi esok hari. Dan, ntah-sampai kapan, aku bisa selama nya menyemb
Membela jalan di tengah keramaian kota di malam hari. Aditya, melaju kan kendaraan nya dengan kecepatan tinggi, tanpa memperduli kan keselamatan nya. Beberapa kali pria itu hampir saja menabrak kendaraan penguna jalan lain, namun, ber hasil lolos. Puas meluap kan emosi nya, Aditya menghenti kan lajuan mobil nya tiba-tiba. "Ahhh---." Aditya memukul kuat bundaran setir, meluap kan emosi yang begitu ber kobar di dalam diri nya saat ini. Gemuruh di dalam dada itu kian membuncah, kala kembali mengingat sikap sang ayah, yang menurut nya sangat begitu egois. "Mereka hanya memikir kan perasaan-mereka saja, tanpa memikir kan perasaan ku, dan apa yang aku mau!" gerutu Aditya, dengan kilatan api yang begitu ber kobar di dalam diri nya. Tenggelam, dalam emosi yang kian mem buat kemarahan di dalam diri itu meledak-ledak, Aditya memutus kan untuk menghubungi ke dua sahabat nya, Dion, dan juga Roki. Beberapa detik menghubungi, akhir nya panggilan itu ter jawab oleh Dion. "Lo, lagi di mana?" t
Rasa penasaran seketika menyelimuti ke dua pekerja keluarga Wijaya itu, setelah men dengar apa yang Dita katakan. Namun, tetap menuruti nya. Ber sama Warjo, kini Dita telah tiba di depan KLUP ber lantai dua. Menurun kan ke dua kaki nya dengan ragu, Dita tak langsung mengayun kan lang kah kaki nya ke dalam, sebab ini per tama kali bagi nya, datang ke tempat seperti itu. "Bagai mana kalau saya-temani, Non?" tanya Warjo, saat men dapati Dita hanya mem bisu di tempat, dan segera di anggukan oleh wanita itu. Dita, dan Pak Warjo segera mem bawah langkah kaki nya ke dalam, mengedar kan pandangan, dan dari jauh, Pak Warjo men dapati sosok yang dia yakini adalah Aditya Wijaya. "Non--, itu Tuan Aditya nya," ujar Pak Warjo, dengan mengarah kan jari telunjuk nya, di mana Aditya berada. Di sana, ada seorang Security yang tengah ber sama ke tiga pria itu. "Malam--, apakah anda yang tadi nya menghubungi saya?" tanya Dita memasti kan. "Anda, saudara, dari pria ini?" "Iya," sahut Dita ragu, "D
Dita mengayun kan langkah kaki nya pelan, namun, tiba-tiba saja wanita itu di buat kaget, saat tiba-tiba saja ada yang menarik nya, dan menyeret diri nya, ke tempat yang sepi. "Aditya--," gumam Dita, dengan tatapan yang terus dia hantar kan pada Aditya.Seperti sebelum nya, dia akan menyakiti Dita, namun, kali ini tidak. Walau pun menempel kan tubuh Dita ke dinding, namun, pria itu tak melaku kan apa pun. Memaling kan pandangan nya ke kiri, dan kanan, guna memasti kan situasi sudah, aman atau belum."Ada, apa?" tanya Dita, sebab meyakini, kalau ada hal penting yang ingin Aditya bicara kan dengan nya."Aku ingin, hari ini kamu pulang telat!" Aditya ber suara dengan tegas, saat mengucap kan titah nya.Apa yang Aditya katakan, mem buat raut wajah Dita seketika di liputi tanda tanya, "Pulang telat? Kenapa, aku harus pulang telat?""Karena, aku tidak sudi pergi ber sama mu, Culun! Papa tetap memaksa, agar aku pergi ber sama mu, ke acara amal itu!""Terus, kalau begitu aku harus ke mana?"
Arman saat ini tengah fokus dengan kegiatan mengetik nya. Tanpa, sengaja tatapan itu ber paling ke arah lain. Senyuman, bahagia seketika mengembang di wajah tampan pria itu, saat men dapati keberadaan sahabat, adik nya."Dita--," gumam nya, dengan langsung bangun dari duduk nya, se telah memati kan laptope milik nya, "Bagai mana kabar nya?" tanya Arman, dengan senyuman yang masih mengembang di wajah. "Baik-Kak--," sahut Dita, ter senyum tipis. Ke dua nya hanya ber diri, dan suasana canggung begitu terasa.UHUUKUHUUKUHUUKJeni, yang baru saja datang, tiba-tiba saja ber pura-pura batuk, sebab dia sangat tahu dengan jelas, kalau saudara laki-laki nya itu, memiliki perasaan pada sahabat nya. "Kak---, masa teman ku di suruh ber diri, di minta duduk- ke," ujar Jeni dengan nada meng goda, dan Arman segera mem persilah kan Dita, untuk duduk."Maaf, Kakak sampai lupa," ujar Arman, dengan senyuman kikuk nya, sembari menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal. Le laki dewasa itu benar-benar sa
Kaget, itu lah yang ter lihat dari se orang Aditya Wijaya saat ini. Diri nya, sangat ter kejut, saat men dapati sosok yang sangat tidak asing untuk nya. "Bukan kah pria ini, yang saat itu ber sama Dita? Kenapa, dia bisa hadir di sini?" gumam Aditya, dengan rasa penasaran, yang seketika ber sarang di dalam diri nya. "Maaf, saya-tidak mengenal anda," ujar Aditya sopan, dengan masih menatap tak biasa pada Arman.Senyuman tipis terukir di wajah Arman, se telah men dengar kalimat yang baru saja terucap dari bibir Aditya, yang dia tahu, adalah anak dari pimpinan nya, "Anda, memang tidak mengenal saya. Namun, saya mengetahui siapa anda."Dan, apa yang baru saja Arman ucap kan, mem buat Aditya kem bali kaget."Mengetahui, siapa saya?" tanya Aditya, memasti kan."Iya. Kenal-kan, saya adalah----." Arman men jelas kan tentang siapa sebenar nya-dia, "Dan, apakah wanita di sebelah ini, adalah---." Belum juga Arman menyelesai kan ucapan nya, Dina sudah menyodor kan tangan nya."Kenal-kan. Saya-Di