Home / Pendekar / Jagat Kelana / 69. Sebuah Peringatan

Share

69. Sebuah Peringatan

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2024-05-27 22:17:37

Abimana masih terus bercerita pada ibundanya mengenai kehidupan di Padepokan Pandan Alas. Dia juga menceritakan sosok pria ayu yang sering dibully olehnya dan kawanannya. Apa yang diceritakan oleh putranya mengenai sosok pria tersebut membuat dahi Arsinta berkerut.

"Pria Ayu, siapa dia, Abimana?" tanya Arsinta.

"Namanya Jagat Kelana, Ibunda Ratu. Dia memiliki ilmu dan senjata aneh yang hampir tidak ada yang tahu cara dia mendapatkan keduanya," jelas Abimana.

Arsinta menatap penuh tanya pada suaminya dan Albara pun juga demikian. Kedua nya saling tatap dan mengangguk bersama.

"Mengapa kalian saling tatap? Apa Kalian mengenal pria itu?" cerca Abimana.

Albara menggeleng, dia memberi kode pada istrinya agar bungkam. Sang ratu pun tersenyum, lalu menatap putranya. Abimana masih terlihat belum luas akan reaksi kedua orang tua, dia pun mencerca berbagai pertanyaan. Namun, kedua penguasa kerajaan hanya mengulas senyum.

"Iya sudah jika kalian tidak ingin berbagi denganku, maka jika suatu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Jagat Kelana   234. S2

    Hari perpisahan pun tiba, Jagat berdiri di antara para selirnya. Terlihat wajah Pitaloka menunduk, dia tidak berani menatap sosok Akshita yang begitu bersinar di antara dua selir yang lain.Kepergian Jagat yang mendekat pada Pitaloka memberi kesempatan pada Akshita untuk melangkah menuju ke kereta kuda yang telah disiapkan putranya.Tidak hanya Akshita yang meninggalkan Jagat berdua bersama selir Pitaloka melainkan juga ada Roro Wening yang berjalan mengikuti Akshita dari belakang sambil menggendong putranya. Hanya Prameswari yang masih setia menunggui suaminya.Jagat yang melihat sikap Pitaloka segera berjalan mengikis jarak hingga sejengkal, lalu telapak tangannya terulur agar dapat menggapai dagu runcingnya."Ada apa dengan wajahmu, Pitaloka?"Wanita itu terdiam, dia masih mengarahkan pandangannya ke bawah meskipun wajahnya sudah terangkat. Helaan napas berat bisa dirasakan oleh Jagat."Bicaralah, bagaimana aku bisa tahu apa yang kau pikirkan jika hanya diam bahkan menatapku pun su

  • Jagat Kelana   233. S2

    Hari yang ditunggu akhirnya tiba, semua persiapan sudah selesai, bahkan beberapa sesaji pun telah siap di setiap sudut istana. Jagat sendiri telah siap di atas singgasananya dengam pakaian kebesaran. Tampak di sisi kanannya telah duduk wanita tercantik di Singgalang. Akshita duduk dengan anggun berhias mahkota bermata merah delima yang sesekali memancarkan cahaya berkilauan. Sementara di sisi kiri singgasana Jagat duduk berderet para selir yang dimulai dengan selir utama hingga ke selor tanpa status. Kali ini kedudukan selir tanpa status dimiliki oleh Pitaloka, wanita yang telah berulang kali membuat ulah di dalam istana. Apapun yang dilakukan oleh wanita itu masih saja dimaafkan oleh Jagat mengingat wanita itu adalah sesembahan dari kerajaan kecil yang telah hancur. Roro Wening duduk sambil memangku putranya yang akan dianugrahi nama Pangeran Naga Langit. Berita ini sudah tersebat di seluruh negeri hingga membuat halaman istana dipenuhi oleh warga biasa. Saat ini kerajaan tela

  • Jagat Kelana   232. S2

    Waktu begitu cepat berganti, sinar mentari masuk kamar Jagat melalui jendela yang terbuka sejak semalam, bahkan tubuh raja Singgalang pun masih tergolek berselimut di atas ranjang berteman sekuntum bunga mawar merah pekat. Prameswari yang melewati jendela kamar tersebut berdiri terdiam untuk beberapa saat lamanya. Pikirannya menerawang penuh tanya. "Tidak biasanya jendela itu terbiar begitu lama. Ada apa gerangan?" Pertanyaan demi pertanyaan menguar begitu saja tanpa ada kejelasan jawaban. Prameswari akhirnya melanjutkan perjalanan, dengan perutnya yang sudah besar membuat wanita itu sedikit kesulitan berjalan. Di tengah perjalanan pandangannya menangkap bayangan wanita cantik sedang bersenandung gending jawa yang dia tidak mengerti. Gerak wanita tersebut begitu familiar dan lembut, senyumnya terlihat lepas tulus. "Siapa wanita itu, wajahnya begitu indah bahkan aroma tubuhnya menguar hingga jauh."Tanpa sadar Prameswari terus melangkah mendekat pada sosok tersebut, bibirnya berger

  • Jagat Kelana   231.

    Untuk sesaat Airlangga masih tenggelam dalam samudra ragu, pemuda itu menatap langit yang telah gulita, hembusan napasnya begitu terdengar berat, seakan membawa beban.Jagat Kelana yang belum bisa memahami apa jalan pikiran putra berdarah silumannya dengan sabar menunggu deretan kata yang mungkin keluar dari untaian kegelisahan.Kembali terdengar hembusan napas berat Airlangga membuat hati Jagat seketika berontak, lalu kepalanya menoleh memindai keseluruhan wajah putranya, dia mencari arti di setiap gurat wajah Airlangga. "Jangan membuat semua menjadi sulit jika jalan termudah itu ada, Putraku. Utarakan saja!"Airlangga menoleh menatap ayah biologisnya yang telah lama dia rindukan sejak kecil. Selama ini, dia hanya mendengar semua kisah pria tersebut dari ibunya tanpa mengenal secara nyata. Perlahan bibir Airlangga melengkung tipis, bahkan hampir tanpa terlihat oleh Jagat. Namun, sebagai seorang ayah Jagat Kelana masih bisa menangkap gerakan tipis bibir itu. "Jika Engkau kecewa den

  • Jagat Kelana   230. S2.

    Hati terus berlalu, waktu silih berganti. Angin pun seakan berhenti meninggalkan jejaknya. Jagat Kelana terlihat gelisah menunggu kelahiran putra Roro Wening.Wajahnya yang tampan mulai berkeringat dingin, tetapi auranya masih begitu memukau. Prameswari masih setia menemani Jagat meskipun dia sendiri juga dalam keadaan lemah akibat hamil muda. "Duduk saja di sini, Tuanku," pinta Prameswari masih dengan nada lembut. "Mengapa lama sekali prosesnya, Prames?""Ini sudah hal yang biasa, apakah masa silam Anda tidak pernah mengerti kelahiran Pangeran Airlangga, Tuanku?"Jagat Kelana menatap sendu pada selirnya, bibirnya bergerak lirih, "sayangnya aku tidak ada saat Airlangga lahir. Apakah sesakit itu?"Prameswari meringis, dia tidak menjawab tanya suaminya. Pendengarannya saja dibuat mati. "Prames, ada apa denganmu?""Tidak, aku hanya belum ingin merasakan sakitnya.""Lalu mengapa ada noda di sana?"Kalimat suaminya seketika membuat wajah Prameswari menjadi pias, dia mencengkeram punggun

  • Jagat Kelana   229. S2

    Setelah dua hari dua malam akhirnya Jagat Kelana menyudahi pergerakan tubuhnya pada selir agung. Bibir pria itu melengkung sempurna kala melihat hasil perbuatannya pada tubuh indah dengan perut buncit itu. "Maafkan aku, Nyai. Tubuhmu begitu candu hingga hasratku sulit dibendung," ucap Jagat dengan nada rendah sambil meraih tubuh polos istrinya itu. Dua hari dua malam tubuh Roro Wening dihajar oleh Jagat membuat wanita itu terlukai lemah di atas ranjang. Dengan lembut, Jagat menarik selimut tebal untuk menutupi tubuh polos istrinya. "Nyai, rasanya aku tidak sanggup bila harus meninggalkan kami sendiri di sini. Tetapi aku harus masuk lagi ke dunia Akshita. Ada entitas yang akan membahayakan dunia fana ini." Jagat berbicara dengan nada rendah cenderung berbisik. Kemudian Jagat berdiri dan meraih jubah kebesarannya, lalu dia keluar kamar pribadi selir agung. Langkahnya yang panjang membawa sampai ke dapur, tanpa suara Jagat langsung mengambil timba berisi air dan membawanya ke kamar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status