Tanduk. Hal pertama yang dilihat oleh Shaw dari sumber suara adalah tanduk, tersembunyi di antara dedaunan semak belukar setinggi pinggang orang dewasa.Shaw mengernyit, kemudian bergumam lirih, nyaris tak bersuara, "Itu seperti tanduk rusa."Sepasang mata semerah darah terlihat dari celah dedaunan. Shaw menelan ludah. Ia tahu betul itu bukan mata hewan biasa, apalagi manusia. Tidak ada satu pun penduduk desa yang pernah ditemuinya memiliki mata seperti itu.Mungkinkah ini yang Fu maksud? Apapun itu, merasakan haki tidak biasa dari sang sosok misterius membuat Shaw merasa dirinya tidak boleh berlama-lama.Diliputi kewaspadaan dan dengan suara tercekat, ia berucap dalam hati, "Aku harus segera pergi dari sini."Tanpa melakukan pergerakan yang kentara serta dengan posisi kepala yang masih sama, tatapan Shaw menyisir sekitar; memastikan tidak ada keanehan lain. Ia yang semula berjongkok pun perlahan berdiri sepelan mungkin. Namun, bak lelah bermain petak umpet, ransel yang Shaw gendong m
"Kau yakin dengan keputusanmu, Shaw? Aku hanya mengajak, tidak memaksa." Seorang remaja tengah fokus merapikan barang-barang yang akan dibawa, menyusunnya rapi ke dalam tas."Hum!" Shaw mengangguk mantap."Baiklah. Tapi ingat yang kukatakan! Segera pergi begitu aku naik helikopter. Atau, setidaknya segera pergi begitu helikopter mengudara. Mengerti?" Daniel menoleh, bertanya lagi. Masih terlihat guratan ragu padanya, mengingat rencananya ini sangat beresiko. Shaw mengangguk kembali."Kita akan menyusuri perbatasan distrik Aloclya dan distrik Acilav di sisi barat. Sekolah, jembatan, rumah sakit, beberapa rumah makan dan rumah penduduk masih dalam tahap perbaikan di dekat perbatasan itu. Jadi, orang lain yang tidak berkepentingan dilarang untuk ke sana ... dan di sana akan sepi saat malam hari. Hanya beberapa pengawal yang berjaga." Daniel menjelaskan hati-hati. "Kau tahu, 'kan, resikonya? Jadi, sekali lagi aku bertanya pa
"Jika resiko tertangkap adalah seperti yang kau ceritakan, maka anak itu akan berada dalam masalah serius. Dia antara bodoh dan keren, menyerah hidup atau memiliki ide gila." Seseorang yang tadi menghampiri Daniel bersuara. Dari kursi depan di samping pilot, ia terus memperhatikan Shaw.Daniel diam tak mengatakan apapun. Mulutnya seakan terkunci melihat Shaw membalasnya dengan bahasa isyarat, "Aku tak akan lari. Aku tidak pantas dan tidak akan pernah mampu menjadi penakluk Zanwan jika aku lari." Lalu kembali menautkan tangan di belakang."Apa yang kau lakukan, Bocah?!" Pekik tegas penuh amarah terdengar jelas dari arah belakang. Matanya memicing ke atas; menatap helikopter. Shaw berbalik, menatap tenang lima jagawana yang menghampirinya."Siapa yang di sana itu?" tanya ketua tim jagawana itu, masih memicingkan mata menatap helikopter yang terus menjauh. Tak mendapat jawaban, sang ketua menoleh pada Shaw. "Dan siapa namamu?"Shaw mengerjapkan mata, m
Note : Mulai dari bab ini ... mengandung unsur kekerasan, luka, dan darah! Mohon sikapi dengan bijak, yaa~!(๑˃̵ ᴗ ˂̵)وKalau tidak, tulis komen minimal 30 kata!( ̄へ  ̄)»»————>‧✧༺♡♡♡༻✧<————««Ctash!Suara cambukan memenuhi ruangan rustic itu, diiringi isak tangis pilu wanita paruh baya di sana; nenek Shaw.Pagi buta, seorang penduduk memberitahu kakek Shaw yang sedang memotong kayu di belakang rumah bahwa Shaw ditangkap dan dibawa ke dungeon, sedang nenek Shaw tengah memotong sayuran di ranjang kayu dekat pintu. Setelah mengunci pintu, kakek dan nenek bergegas pergi ke dungeon.Ctash!"Kenakalan apa lagi yang kau lakukan, hah?" Pria bertubuh tegap melangkah mendekat
Bailey mengabaikannya. Yang ada dipikirannya saat ini adalah cepat keluar dari dungeon."Hukum Zanwan, memang, tegas. Namun juga keterlaluan!" Seorang dari jeruji lain menimpali. Bailey terus berjalan tanpa menoleh ke kanan kiri."Mau bagaimana lagi? Memasukkan toleransi dan sedikit hati ke dalam hukum Zanwan bagaikan mengharap oasis di tengah padang pasir." Lagi, seorang pria bersua dari balik jeruji yang baru saja dilalui Bailey, Shaw, kakek dan nenek."Benar. Itupun jika mungkin. Para cecunguk itu tentu tak akan tinggal diam," timpal tahanan yang lain.Semua tahanan di lorong ini adalah lelaki. Sel jeruji bagi perempuan terpisah; guna mencegah hal yang tidak diinginkan. Ada juga penjaga dan pengawal wanita, tetapi jumlahnya masih sebatas hitungan jari. Sedikit sekali.Lagi, Bailey mengeratkan pegangan tangannya, menaiki tangga dengan hati-hati. Kakek Shaw kembali berjalan ke depan
Suara kekehan lolos dari bibir Shaw. Membuat Bailey, Edvard, dan Spencer menoleh. Gracie yang baru kembali dari ruang tamu menatap Shaw dengan terharu. Ia mendekat; membantu Shaw yang berusaha duduk."Kau bilang kau punya uang?" tanya Shaw. Menatap Bailey yang dibalas anggukan sang tuan muda.Lagi, Shaw terkekeh. Menampilkan sedikit deretan gigi putihnya."Kalau uang yang kau maksud itu adalah pemberian dari ayah atau keluargamu yang lain, kerabatmu, petinggi desa atau lainnya, maka urungkan niatmu. Bagimu itu uangmu, tapi bagiku itu bukan uangmu.""Kenapa?" Bailey menatap polos penuh tanya."Semua uang itu, bisa saja menjadi pemicu ... bahan bakar masalah di kemudian hari, dan kau mungkin saja akan tersudutkan. Aku tidak ingin ada resiko, perintah atau hukuman yang tidak berdaya untuk ditentang ketika kita seharusnya mampu melakukannya." Shaw menjelaskan."Aku mengerti. Kalau begitu aku akan bekerja dan menghasilkan uangku sendiri." Bailey me
Bailey berdecak."Ketahuilah, Ayah ... kebenaran adalah kebenaran. Tak ada seorangpun yang dapat membendung ketika kebenaran sudah tiba pada waktu untuk menunjukkan dirinya. Ayah tidak tahu, 'kan, apa yang sebenarnya diinginkan dan diharapkan penduduk Zanwan?" tanya Bailey seraya menatap lekat Ascal. Berharap ayahnya itu akan memahami maksud dari perkataan juga sorot matanya."Zaman sudah berubah. Aku menginginkan kebebasan sebagaimana orang lain menginginkannya." Suaranya lebih tenang kali ini.Sejenak Bailey menghela napas, mengalihkan pandangan; menatap roti di piring, lalu melanjutkan, "Akan kupikul beban berat di pundak Ayah. Aku ... Aku tak keberatan untuk menggantikan Ayah nantinya, meneruskan tahta Ayah seperti yang seharusnya. Aku tak keberatan mengorbankan hidupku untuk Zanwan, melupakan semua mimpi menjelajah dunia luar dan mengabdi pada Zanwan. Tapi--"Lagi, Bailey mengh
"Tidurlah dengan nyenyak ...." ucap Spencer lirih. Mengusap lembut kepala Shaw.Perapian di dapur sudah dinyalakan. Berat Spencer dan Gracie melajukan tungkai ke kamar, meninggalkan Shaw terbaring sendiri; bermalam di ranjang kayu di dapur, tanpa selimut. Bukan tak ada, hanya saja tak bisa dipakai sesuai fungsinya. Luka di punggung Shaw belum pulih.Derit pintu terdengar, menandakan Spencer dan Gracie sudah masuk ke ruang peristirahatan mereka. Perlahan Shaw membuka mata, mengerjap tak bersuara. Otak dan batinnya mulai kembali riuh. Kalbu merapal pelajaran yang disampaikan Bailey petang tadi."𝘛𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘥𝘪𝘴𝘦𝘮𝘣𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘤𝘶𝘢𝘭𝘪 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯. 𝘛𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘣𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘨𝘶𝘯𝘢 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘬𝘶𝘳𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘵𝘢𝘩𝘶𝘢𝘯." Hanya sebuah kata mutiara dari Ibnu Sina, yang Bailey hafalkan dari buku yang