Share

Bab 3 : Mengulang Sejarah

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-02 15:02:18

"Ada apa ini?"

Dimas segera bergegas naik ke lantai dua saat mendengar suara keributan. Begitu sampai, ia melihat Hero dan Veline yang tengah bersitegang.

"Kenapa wanita ini ada di sini?" tanya Hero sambil menatap ayahnya dingin.

"Veline akan tinggal di sini mulai sekarang."

Mendengar perkataan ayahnya, Hero merasa kesal. Bagaimana bisa wanita yang selalu membuat Hero naik pitam akan tinggal di rumahnya?

Selama ini, mereka berdua memang selalu seperti kucing dan anjing di sekolah. Hero, sebagai ketua OSIS, sudah berkali-kali menghukum Veline karena kenakalannya. Tak terhitung berapa kali gadis itu melanggar aturan, bolos kelas, atau membuat keonaran di sekolah. Namun, alih-alih jera, Veline justru semakin berani menentang setiap kali ia mendapat hukuman. Sikap keras kepala Veline membuat Hero merasa frustrasi dan semakin kesal dengan kehadirannya di rumah.

"Apa Papa pikir rumah ini yayasan? Baru seminggu yang lalu Papa membawa istri baru ke sini, dan sekarang Papa bawa lagi seorang perempuan yang asal-usulnya bahkan nggak jelas."

"Hero, ngomong apa kamu ini?" bentak Dimas sambil melotot.

Namun, kata-kata Hero tidak berhenti di situ. Rasa benci yang telah lama ia pendam terhadap ayahnya kini muncul ke permukaan. Hero memang sudah lama tidak menyukai sikap ayahnya. Baginya, Dimas bukan sosok ayah yang ia banggakan.

Dimas bahkan membawa istri barunya ke rumah, padahal Zahira, ibu Hero, masih hidup. Kondisi Zahira kini sangat memprihatinkan—ia mengalami gangguan mental.

Semua dimulai dari 10 tahun yang lalu, ketika ibunya mulai tertekan dengan kehidupan rumah tangga mereka yang terus diterpa badai perselingkuhan. Dimas sering kali mengabaikan perasaan Zahira dan berkali-kali menjalin hubungan dengan wanita lain.

Pernikahan Zahira dan Dimas ada karena hasil perjodohan. Zahira berusaha menjadi istri yang baik bagi Dimas. Ia mencoba bertahan dalam pernikahan itu, berusaha menjadi ibu dan istri yang sempurna. Namun, perlakuan Dimas yang terus mengkhianatinya membuat Zahira semakin terpuruk. Setiap luka yang Dimas torehkan membuatnya semakin terjerumus dalam kegelapan hingga, pada akhirnya, mentalnya pun tak sanggup bertahan.

Dimas mengusap wajahnya dengan kasar, berusaha menahan emosinya yang hampir meluap. Matanya beralih ke arah Veline, dan ia berkata lebih lembut kepada gadis itu. "Veline, kamu masuk ke kamar dulu, ya."

"Baik, Om." Veline mengerti keadaan yang sudah tidak kondusif, ia pun tak ingin membuat keributan lagi karena jujur saja ia sudah lelah. Gadis itu lalu berjalan menuju kamarnya. Setelah pintu kamar tertutup dan Veline menghilang dari pandangan, Dimas kembali menatap putranya.

"Papa ingin bicara dengan kamu, Hero." Dimas menghela napas terlebih dulu sebelum melanjutkan perkataannya. "Bisa tidak kamu bicara tanpa nada kasar? Veline baru saja kehilangan ayahnya, dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Itu sebabnya papa bawa dia ke sini."

"Kenapa harus bawa dia ke sini?" Hero merasa heran, dia dan Veline tidak sedarah, saudara saja bukan, apalagi keluarga, tapi ayahnya dengan seenak jidat membawa wanita itu ke rumah. "Kenapa nggak Papa bawa dia ke tempat lain saja?"

Hero mencoba menahan gejolak amarahnya yang hampir meledak. Lelaki itu melanjutkan perkataannya lagi. "Papa nggak tahu bagaimana tingkahnya di sekolah. Dia nggak pernah ikut aturan, selalu bolos, bikin masalah. Dan setelah berkali-kali dihukum, dia nggak pernah jera, Pa."

"Hero, dengarkan papa baik-baik. Sikap Veline yang keras itu karena dia butuh kasih sayang. Mungkin kamu tidak tahu, tapi Burhan, ayah Veline, adalah sahabat terdekat papa. Kalau bukan karena Burhan, kita mungkin masih hidup serba kekurangan sampai sekarang. Dialah yang membantu papa bangkit saat kita nyaris kehilangan segalanya."

Dimas terdiam sejenak, matanya menerawang, mengingat masa-masa sulit di mana usahanya hampir bangkrut. Burhan datang sebagai penolong saat itu, memberikan modal tanpa syarat, menyelamatkan usahanya dari kebangkrutan. Dengan bantuan Burhan, Dimas bisa kembali berdiri dan membangun bisnisnya hingga sukses seperti sekarang.

"Dan, ada satu hal lagi. Dulu, papa dan almarhum Om Burhan sudah sepakat. Kalau kami memiliki anak laki-laki, maka kami akan menjadikannya saudara, tapi jika salah satu dari kami memiliki anak perempuan, maka kami akan menjodohkannya. Itu janji kami sejak dulu."

Hero tercengang mendengar kata-kata ayahnya, raut wajahnya berubah menjadi keras lagi. "Apa maksud Papa?"

Dimas menatap putranya dengan serius. "Apa kamu masih belum mengerti? Papa dan almarhum Om Burhan sudah menjodohkan kamu dengan Veline sejak kalian belum lahir."

Hero menatap ayahnya dengan tajam, sorot matanya terlihat begitu marah. "Apa Papa lupa kalau Papa dan Mama juga dijodohkan? Lalu, lihat hasilnya. Mama sekarang berakhir di rumah sakit jiwa!" Hero memekik seraya menatap ayahnya heran. "Apa Papa merasa bahagia selama ini? Nggak, kan? Jadi kenapa sekarang Papa ingin membuat sejarah itu terulang lagi?"

Setelah kata-kata itu terlontar dari mulutnya, Hero berbalik dan berjalan menuju kamar. Tangannya menggenggam kenop pintu, lalu membantingnya dengan keras.

Dimas hanya mematung, menatap ke arah pintu yang kini tertutup rapat di hadapannya. Ucapan Hero benar adanya. Bayangan wajah Zahira, istri pertamanya, perlahan membuat pikirannya kacau. Zahira yang dulu selalu berusaha menjadi istri yang baik, bahkan ketika dirinya menghadapi kenyataan pahit pernikahan yang tanpa cinta. Betapa beratnya beban yang harus Zahira pikul, terutama sejak Dimas sering abai dan tak setia.

Sementara itu, di dalam kamar, Veline yang sudah mengenakan pakaian. duduk dengan tubuh gemetar. Suara pertengkaran antara Hero dan Dimas di luar sana semakin membuat hatinya tersayat. Ia tak pernah bermaksud menjadi sumber keributan di rumah ini, apalagi memicu pertengkaran antara Dimas dan Hero.

Kenapa rasanya semua orang menolak kehadirannya? Apa mungkin karena semua masalah selalu berawal darinya?

Tenggorokan Veline terasa kering, dadanya terasa sesak, matanya juga mulai berair. Ia mengambil ponsel dari meja, lalu menatap layar yang terpampang foto dirinya bersama kedua orang tuanya yang sudah tiada.

"Bunda sudah pergi, Ayah juga sudah pergi, tapi kenapa kalian gak bawa Veline pergi bersama kalian? Kenapa kalian meninggalkan Veline sendirian di sini, di tengah semua orang yang bahkan mungkin gak menginginkan Veline?"

Air matanya mulai menetes membasahi layar ponsel. Gadis itu sedang membayangkan, andai saja kedua orang tuanya masih ada, pasti kini ibunya tengah memeluknya dengan erat. Ayahnya tersenyum sambil menenangkannya. Namun semua itu, hanya angan-angannya semata.

Veline mengusap kasar air matanya. Ia tidak boleh terus larut dalam kesedihan. Ia harus tegar, harus kuat, meskipun itu terasa sulit. Gadis cantik itu lalu meletakkan ponselnya kembali di atas meja, berdiri, dan melangkah keluar dari kamar.

Ketika berjalan di lorong, pandangannya tertuju pada pintu kamar Hero yang tertutup rapat. Ada dorongan dalam hatinya untuk berbicara dengan lelaki itu, meskipun ia sendiri tak yakin apa yang ingin disampaikan. Tangannya terangkat untuk mengetuk pintu. Namun, ia merasa ragu.

Setelah beberapa saat terdiam, Veline menarik napas dalam-dalam, dan akhirnya memberanikan diri mengetuk pintu tersebut.

Tok! Tok!

"Gue boleh masuk?"

Hening.

Tak ada jawaban dari dalam kamar. Tapi entah mengapa, keberanian muncul dari dalam diri Veline. Perlahan, Veline meraih gagang pintu dan membukanya. Ketika pintu terbuka, ia mendapati Hero duduk di kursi belajar sambil memegang buku. Tatapan tajam lelaki itu langsung tertuju padanya, sampai membuat nyali Veline menjadi ciut.

"Siapa yang suruh lo masuk?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kabut Malam
hero jangan dinhin dingin .. giyu..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 141 : Kelahiran dan Harapan Baru (Tamat)

    Malam ini hujan turun dengan deras, menyelimuti kota dengan dingin. Di sebuah ruang bersalin di rumah sakit, Veline terbaring di ranjang, wajahnya basah oleh keringat. Rasa sakit melandanya seperti gelombang yang tak kunjung usai, tetapi genggaman tangan Hero yang erat memberinya kekuatan. "Sayang, aku di sini. Tarik napas dalam-dalam, oke? Kamu pasti bisa," ujar Hero dengan suara yang tenang meskipun matanya memancarkan kegelisahan. Veline menggigit bibirnya, berusaha menahan jeritan. "Hero … sakit banget …," suaranya bergetar. Hero mengusap rambut istrinya yang basah oleh keringat. "Kamu kuat, Sayang. Kamu selalu kuat. Nggak lama lagi kita bakal ketemu sama anak kita." Dokter dan perawat sibuk mempersiapkan semuanya. "Baik, Bu Veline, saat kontraksi berikutnya, tolong dorong sekuat tenaga, ya," kata dokter. Veline mengangguk lemah, matanya menatap Hero dengan penuh harap. Hero hanya membalas dengan senyuman yang berusaha menenangkan, meski di dalam dirinya ia merasa

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 140 : Saling Memaafkan

    Pagi ini, Zahira melangkah pelan menyusuri lorong rumah sakit. Aroma antiseptik menusuk hidung, dan langkah sepatunya yang berderap di lantai mengkilap terdengar jelas di antara kesunyian. Matanya menatap nomor ruangan di depannya. Di balik pintu itu, Amanda, wanita yang selama ini ia anggap sebagai duri dalam rumah tangganya, kini terbaring lemah. Ada perasaan aneh yang menyelinap di hatinya. Setelah menghela napas panjang, Zahira mengetuk pintu dan masuk. Di dalam ruangan, Amanda terbaring dengan wajah pucat. Namun, ada senyum tipis di bibirnya saat melihat Zahira masuk. Dimas yang duduk di kursi di samping ranjang segera bangkit, memberikan ruang untuk mereka. "Zahira …," suara Amanda terdengar lemah. Zahira mendekat, menatap Amanda yang terbaring dengan infus terpasang di tangan kirinya. "Aku datang untuk menjengukmu," katanya dengan nada datar, tapi matanya menunjukkan keraguan yang dalam. Amanda tersenyum lemah. "Terima kasih … aku tahu ini pasti tidak mudah untukmu."

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 139 : Perkelahian

    Veline dan Yudha berjalan perlahan menuju parkiran rumah sakit. Udara malam terasa menusuk. Namun, langkah mereka tetap tenang di tengah suasana sunyi. Lampu-lampu jalan memancarkan cahaya temaram, menambah kesan hening di sekitar. Namun, langkah Veline tiba-tiba terhenti. Ia menoleh ke arah Yudha dan berkata, "Yud, gue mau beli minum dulu sebentar." Yudha menatapnya sejenak, lalu mengangguk tanpa banyak bicara. "Ya udah, kita ke minimarket aja. Itu ada di dekat sini," jawabnya sambil menunjuk ke arah sebuah minimarket kecil tak jauh dari parkiran. Mereka kemudian melangkah menuju minimarket tersebut. Saat sampai, Veline masuk ke dalam tanpa ragu, sementara Yudha memilih menunggu di luar. Ia bersandar pada salah satu tiang dekat pintu masuk, pandangannya mengawasi sekitar dengan santai, meski raut wajahnya masih terlihat tegang setelah kejadian di rumah sakit tadi. Namun, suasana hening itu tiba-tiba berubah ketika Yudha melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah sakit. S

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 138 : Keadaan Amanda

    Amanda tergeletak di atas aspal, tubuhnya berlumuran darah yang terus mengalir, membasahi pakaian dan jalanan di sekitarnya. Matanya perlahan membuka, lemah, seolah mencoba menahan rasa sakit yang luar biasa. Di sisi lain, Dimas berdiri terpaku sebelum akhirnya teriakannya menggema. "Amanda!" Dimas berteriak dengan suara yang serak dan penuh kegelisahan. Kakinya melangkah cepat, lututnya hampir jatuh saat ia berlutut di samping tubuh Amanda. Dengan kedua tangannya yang bergetar, ia mengangkat kepala Amanda, memeluknya dengan erat meskipun darah terus mengalir di tangannya. "Amanda, kenapa kamu melakukan ini?" Amanda hanya tersenyum samar, bibirnya bergetar mencoba mengeluarkan kata-kata. Namun, tidak ada suara yang terdengar. Di dekat mereka, Veline berdiri terpaku, tubuhnya gemetar. Matanya tidak bisa lepas dari genangan darah di sekitar tubuh Amanda. Wajahnya pucat, sementara pikirannya penuh dengan kebingungan dan rasa syok. "Ma ... Mama ...." Hero yang tadinya diam

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 137 : Mengejar Zahira

    Dimas berdiri mematung di tempatnya, tubuhnya terkulai lemas. Wajahnya yang biasanya tampak tegas kini terlihat kusut. Napasnya terdengar berat, dan matanya seakan kehilangan semangat. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana ia bisa memperbaiki kesalahan yang telah dibuatnya. "Mas, kenapa kamu diam saja? Ayo, cepat kejar Zahira! Kamu mau dia pergi begitu saja?" Amanda mengguncang bahu Dimas, mencoba menyadarkannya. Namun, Dimas hanya berdiri diam, tidak bergerak sedikit pun. Ia tahu semuanya sudah terlambat. Amanda menghela napas frustrasi. "Aku yang harus mengejarnya?" gerutunya, lalu tanpa menunggu jawaban, ia berlari keluar dari rumah, berusaha mengejar Zahira yang sudah meninggalkan rumah itu dengan langkah cepat. Di dalam rumah, suasana menjadi semakin canggung. Veline dan Hero yang baru saja turun dari tangga, heran melihat Amanda berlari keluar dengan terburu-buru, seolah sedang mengejar seseorang. "Mama, kenapa itu?" tanya Veline dengan suara penasaran, ma

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 136 : Istri Kedua

    Hero tiba di rumah dengan langkah berat, tangan kanannya memegang mangga muda yang sudah ia perjuangkan dari tengah malam hingga pagi. Ia memasukkan motor ke halaman depan rumah dengan pelan, berusaha tidak membuat suara berisik. Sesampainya di kamar, Hero membuka pintu dengan hati-hati, melihat Veline yang tampak sudah terlelap dengan nyenyak di tempat tidur. Ia memandangnya sejenak, senyumnya merekah meski ada rasa lelah yang menggelayuti tubuhnya. Namun, sesaat setelah melihat wajah Veline yang begitu tenang, semua rasa lelah itu terasa sedikit lebih ringan. Dengan hati-hati, Hero duduk di tepi ranjang, menggoyangkan bahu Veline dengan lembut. "Sayang, bangun ... nih, mangga mudanya." Veline yang masih terlelap hanya menggerakkan bibirnya sedikit. Namun, tidak membuka mata. "Apa sih, ganggu aja ...," jawabnya dengan suara serak, tapi suaranya jelas menunjukkan bahwa ia tidak tertarik untuk bangun. "Sayang, bangun ... ini mangga mudanya." Hero mengulangi, kali ini sedikit

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status