Home / Horor / KAMPUNG HALIMUN / BAB 6 - PENYEBAB

Share

BAB 6 - PENYEBAB

last update Last Updated: 2021-11-12 11:26:47

Aku terdiam melihat Ibu menangis siang itu, kulihat orang-orang yang berlalu lalang kini tidak sesemangat seperti dahulu. Terlihat dari kepanikan wajah-wajah mereka yang seolah-olah menginginkan hal yang terjadi ini akan segera berakhir.

“Ibu tidak tahu kapan persisnya Abdi,” kata Ibuku sembari memegang tanganku.

“Ini dimulai sejak empat hari yang lalu, semuanya tampak normal, Ibu dan Bapakmu seperti biasa pergi ke ladang untuk berkebun dan memanen sayuran yang nantinya akan diberikan ke pengepul di jalan besar dekat hutan perbatasan.”

Kulihat wajahnya Ibu tampak sedih ketika dia menceritakan tentang hal yang sebenarnya, aku yang masih belum mengerti tentang semua ini hanya bisa terdiam melihat Ibuku bercerita tentang apa yang dia ketahui selama ini.

“Ibu tidak tahu bagaimana awalnya terjadi seperti ini, Ibu dan Bapak pulang dari kebun sore hari, dan melihat aktivitas kampung seperti biasa.”

“Namun ketika magrib menjelang, tiba-tiba terdengar teriakan orang yang berada dari luar, semuanya sungguh kacau. Banyak yang tidak percaya dengan kampung yang tiba-tiba berubah, Ibu yang saat itu ada di rumah berusaha menyelamatkan diri dengan bersembunyi di dalam lemari. Sedangkan Bapak berjaga di dalam rumah hingga pagi menjelang.”

Aku seakan tidak percaya atas apa yang Ibu ceritakan, seakan-akan cerita ini adalah cerita dongeng ataupun cerita dari film-film fantasi yang sering aku tonton. Namun aku juga tidak menepis hal itu, karena aku sendiri mengalami hal yang sama ketika pertama kali datang ke kampung ini.

“Ibu tidak sanggup lagi apabila mengingat kembali kejadian itu, di dalam lemari Ibu ketakutan, badan Ibumu ini tidak henti-hentinya bergetar, bahkan semalaman Ibu tidak tidur. Begitupun juga Bapak, Abdi. Dia menjaga Ibu hingga pagi tiba."

Kacau, sungguh kacau. Ibu menceritakan hal yang sangat mengerikan yang terjadi empat hari yang lalu di Kampung Halimun, sesuatu yang tidak akan disangka-sangka oleh seluruh warga Kampung Halimun pada waktu itu.

Suatu kampung yang asri dan sejahtera, dan terkenal damai karena sistem yang dikerjakan secara mandiri tanpa bantuan dari pihak luar. Kini keadaanya sangat mengenaskan.

Dalam satu malam Kampung Halimun mengalami teror yang menakutkan, beruntung Ibu dan Bapak sudah ada di rumah pada malam itu, namun untuk orang-orang yang biasanya nongkrong di luar rumah dengan motor trailnya, juga penjaga warung yang buka hingga waktu malam, mereka menjadi sasaran empuk untuk para makhluk yang datang di malam itu. Karena mereka tidak menyangka kampung yang dihuni oleh mereka, seketika berubah menjadi menyeramkan. Dan mereka terjebak di sana sepanjang malam.

Kampung Halimun tiba-tiba berubah dengan sendirinya. Kampung yang asri itu didatangi makhluk yang menyeramkan datang ke kampung setiap malam, sehingga setiap malam Kampung Halimun menjadi kampung yang dihuni oleh para makhluk yang menyeramkan, dan hal itu sudah berlangsung beberapa hari.

Muncul banyak teriakan dan suara menyeramkan di kampung tersebut setiap malam. Suara tertawa yang melengking terdengar dari luar, juga suara geraman seperti hewan buas dan ketukan pintu yang mengetuk setiap rumah terdengar setiap malam, para warga tidak berani membuka pintu mereka. Bahkan jendela-jendela mereka tertutup sangat rapat, beberapa warga bahkan sengaja menutup pintu dan jendela mereka dengan lemari atau meja, karena khawatir para makhluk itu akan merangkak masuk ke dalam rumah dan meneror mereka.

Mereka tidak mengerti kenapa hal ini terjadi, hal yang mereka sendiri tidak tahu penyebabnya seperti apa. Namun teror itu berlangsung setiap malam dan berakhir dengan sendirinya ketika sinar matahari pagi muncul dari sela-sela pepohonan di Kampung Halimun.

Hanya rumah-rumah warga yang menjadi tempat berlindung paling aman apabila malam tiba. Sungguh aneh memang, karena para makhluk itu hanya menggedor pintu rumah atau membuat suara di tembok-tembok rumah, tanpa sekalipun sengaja masuk dan tidak mengganggu rumah-rumah warga. Mereka hanya mengganggu dan berdiam diri di bangunan-bangunan yang bukan berbentuk rumah, seperti gedung olahraga, gedung pertemuan, Puskesmas dan yang lainnya.

“Tapi Bu,” aku mencoba memotong pembicaraan Ibuku yang sedang bercerita mengenai kejadian tersebut ketika aku tidak ada.

“Ketika aku terjebak di sana, aku bersembunyi di dalam rumah, namun makhluk itu merangkak masuk ke rumah tersebut hingga aku tidak sadarkan diri di sana,” kataku kepada Ibu.

Namun Ibu hanya menggelengkan kepala, karena situasi yang aku ceritakan dengan hal yang Ibu ketahui sungguh berbeda, dia bilang bahwa aku bersembunyi di dalam rumah keluarga Mandala dan tidak mungkin tidak ada orang di rumah tersebut. Apalagi keluarga Mandala mempunyai tradisi untuk membuat rumahnya menjadi tempat tinggal yang bisa dihuni oleh beberapa keluarga.

Jadi sangat tidak mungkin apabila aku masuk ke rumah tersebut tanpa sekalipun melihat keluarga mereka yang ada di dalam rumah.

Aku semakin bingung dengan penjelasan Ibu, karena aku melihat sendiri bahwa rumah itu kosong. Namun akhirnya aku tidak terlalu memperdulikan hal itu, karena aku tidak mempunyai bukti yang cukup kuat untuk menyakinkan Ibuku saat itu.

“Lalu orang-orang yang terjebak di malam hari apakah banyak yang selamat sepertiku Bu?” kataku.

Ibu sejenak terdiam, dia seperti mencoba menyusun kata sebelum berbicara kepadaku.

“Hanya beberapa yang bisa selamat Abdi, sisanya hilang entah ke mana," kata Ibuku.

Menurut Ibu, hampir seperempat warga kampung kini menghilang entah kemana, tua, muda, laki-laki, perempuan mereka menghilang secara misterius dan belum ditemukan hingga sekarang.

Biasanya mereka hilang karena belum sempat menyelamatkan diri ketika sore hari, sehingga mereka terjebak dan hilang ketika pagi hari.

“Lalu kenapa Bapak bisa menghilang juga Bu? bukannya Bapak ada di rumah bersama Ibu?” kataku kepada Ibu.

Ibu kemudian menunduk, wajahnya terlihat sedih. Dia seperti tidak ingin membicarakan hal tersebut, namun akhirnya dia menguatkan dirinya dan berkata kepadaku.

“Bapak dan beberapa orang berniat untuk mencari para warga yang hilang Abdi, atas perintah tetua kampung mereka membentuk tim yang terdiri dari beberapa perwakilan dari tiga keluarga yang ada di Kampung Halimun.”

“Sebagai orang yang dituakan dari keluarga Wilaga, Bapak ikut mencari bersamaan dengan orang-orang dari keluarga Tarmana dan Mandala.”

“Tim pertama dibentuk untuk memberitahukan apabila waktu malam hampir tiba, mereka bekerja berkeliling kampung setiap sore untuk memberitahukan warga bahwa waktu malam sudah tiba, dan tim kedua yang bertugas mencari para warga yang hilang. Namun naas, tim kedua yang didalamnya ada Bapak tak kunjung kembali Abdi. ”

Ibu kembali menangis, air matanya terlihat jatuh di depanku. Aku tidak tega melihat Ibu menangis tersedu-sedu di depanku, karena dia kehilangan suaminya akibat kondisi kampung yang seperti ini.

“Kita terjebak Abdi, satu hari setelah kejadian itu, warga kampung berbondong-bondong keluar kampung. Namun seperti yang kamu lihat, jembatan penghubung kampung tiba-tiba berubah menjadi jurang yang sangat dalam sehingga kita terjebak di kampung ini dengan teror yang seperti ini setiap malam.”

Aku seketika memeluk Ibuku saat itu, aku tak kuasa menahan air mata atas kesedihan yang dialami orang tuaku, muncul banyak pertanyaan sepulangnya aku dari penjara. Kampung tempat aku hidup kini berubah sepenuhnya menjadi kampung yang menakutkan.

“Ada sesuatu yang salah,” aku bergumam sendiri.

“Ibu tidak usah khawatir, Ibu diam aja dirumah, biar aku aja yang mencari Bapak, karena aku juga tidak tahu kondisi kampung saat ini, jadi aku harus berkeliling kampung terlebih dahulu. Semoga hal itu bisa memberikan aku petunjuk.”

“Udah, udah Ibu jangan menangis lagi ya. Bapak pasti pulang kok,” kataku menyemangati Ibu.

Aku pun menyuruh Ibu beristirahat, aku juga berpikir untuk mengetahui sesuatu yang ada dibalik peristiwa ini. Karena pasti ada sesuatu yang salah yang mengakibatkan Kampung Halimun menjadi seperti ini.

Dan akhirnya ketika Ibu beranjak dari kamarku, aku bertanya.

“Bu apakah Ibu tahu ke mana pertama kali Bapak pergi untuk mencari warga yang hilang?"

pujangga manik

Terima kasih akhirnya novel ini bisa muncul di Aplikasi Jangan lupa vote dan komen supaya bisa tetap semangat uploab bab-bab terbaru ya Terima kasih

| 6
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Desi Hendriyani
lanjuuuuttt...
goodnovel comment avatar
Irma Matatula
lanjut kak
goodnovel comment avatar
Nurul Qomariah
sperti kaka author berasal dri bandung selatan ya .... SEMANGAT TRUS Y KAKA knp novel di aplikasi g di trusin ka
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 60-AWAL YANG BARU (TAMAT)

    Pemandangan yang gelap gulita itu berubah ketika aku merasakan rasa hangat di sekujur tubuhku, rasa hangat yang secara perlahan-lahan muncul disertai dengan semilir angin dan suara kicauan burung yang semakin lama semakin jelas terdengar.Semakin lama pemandangan gelap itu menjadi terang kembali, ketika secara perlahan-lahan aku membuka mataku, dan melihat sinar matahari yang begitu terang dan menyilaukan mata muncul dari pepohonan yang sangat lebat.Apalagi, ketika aku melihat ke sekeliling tempat tersebut, aku melihat beberapa orang yang memakai pakaian lusuh dengan bambu besar yang dia gendong bersamaan dengan beberapa orang yang lainnya yang sedang berada di sekitarku.“Arggh, dimana ini?” kataku.Rupanya, apa yang aku katakan terdengar oleh beberapa orang itu, dan salah seorang dari mereka tiba-tiba berteriak dan memanggil teman-temannya yang berada tak jauh dari sana.“MANGGGGG, IEU JELEMANA GEUS SADAR MANG! (INI ORANGNYA DAH SADAR MANG!)”Dia memanggil beberapa orang dan mendek

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 59-GELAP

    Nyi Mas Andini kembali tersenyum, kedua tangannya dia silangkan di atas meja, seperti mengisyaratkan bahwa dirinyalah yang menjadi tuan rumah di tempat ini.“Namun, aku mempunyai suatu kekhawatiran, kekhawatiran atas sesuatu yang tidak aku perkirakan.”“Yaitu pengorbanan hidup bapakmu yang membuka semua gerbang ke tempat ini dari segala penjuru, sehingga makhluk-makhluk yang lebih kuat dariku masuk begitu saja ke tempat ini,” Ucapnya dengan nada yang tenang.“APAAAAA?”“JADI, BAPAK SU, SU, SUDAH MENINGGAL?” kataku dengan nada yang sangat kaget.Nyi Mas Andini hanya bisa mengangguk, dia meyakinkan ku bahwa dirinya berbuat suatu perjanjian kepada para makhluk itu, para makhluk yang kejam yang bisa mengambil alih hutan yang dia tinggali ketika mereka sudah terbebas dari tugasnya yang membelenggu selama ini.“Jadi, aku sekarang sudah tidak butuh kamu lagi, sudah tidak butuh warga Kampung Halimun lagi.”“Aku tidak peduli dengan kalian.”“Tapi dalam perjanjian itu, ada beberapa orang yang s

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 58-NEGOSIASI

    Sebuah ruangan yang terang tiba-tiba muncul, terang karena lilin-lilin yang menyala sebegitu banyaknya. Ruangan itu seperti sebuah rumah kayu yang entah berada dimana, rumah kayu yang terlihat klasik karena disertai dengan perabotan yang cantik dengan ukiran-ukiran yang khas di semua sudutnya.Aku sedang duduk disana, duduk di sebuah kursi kayu dengan sebuah meja yang penuh akan makanan yang sangat lezat dan menggugah selera.Ikan asin, ayam goreng, tempe goreng, nasi liwet panas yang masih berasap, juga beberapa sayuran seperti tumis pakis, tumis bayam, lalu ada juga sambal terasi dan lalapan seperti jengkol, pete, juga leunca sebagai tambahannya.Sebuah sajian khas dari masyarakat sunda yang paling enak menurutku.Namun, aku bingung, kenapa aku berada disini, kenapa aku tiba-tiba duduk dengan banyak sekali makanan yang ada tepat di depan mataku.Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku beberapa kali, bahkan menggosok-gosokan kedua mataku karena aku tidak percaya atas apa yang aku rasak

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 57-TIDAK PERCAYA

    “Ke-kenapa ini?” “Tu-tu-tubuhku?” “Mu-mulutku?” “Kenapa bergerak sendiri?” Aku kebingungan, benar-benar heran melihat tubuhku yang diambil alih oleh sesuatu, aku tidak berbicara sekarang, pandanganku juga diatur oleh sesuatu yang menggerakan wajahku. Sepertinya, tanpa sadar, tubuhku diambil alih oleh sesosok wanita yang merupakan anak Pak Kades bernama Neng. Anak yang mayatnya aku temui di dalam gua dengan kondisi wajahnya yang hancur tak tersisa, mayat yang hidup dan berjalan ketika ada suara dan gerakan. Kali ini, jiwanya muncul dan masuk ke dalam tubuhku, karena dia berbicara panjang lebar dengan bapaknya yang ada disana. Sedangkan jiwa-jiwa yang lainnya… Deg Mataku yang digerakan oleh dirinya kini melihat jiwa-jiwa itu berada di antara Pak Kades dan Pak Emen. Mereka berdiri seperti kepulan asap yang tembus pandang. Dan jumlahnya pun bukan satu atau dua, namun banyak. Mereka yang berasal dari beberapa generasi di atasku, bahkan mungkin salah satu dari mereka adalah leluhur

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 56-BERBICARA

    Ritual Babad Raga, itulah yang kini dilakukan Pak Emen dengan Pak Kades sekarang. Ritual yang dulu dijalankan oleh bapak sebagai seseorang yang memimpin ritual setelah caranya diturunkan secara turun-temurun dari kakek dan kakek buyut.Namun, karena suatu hal bapak menghilang hingga saat ini. Sehingga Pak Emen yang awalnya membantu bapak memimpin ritual terakhir untuk menarik jiwaku agar dipersembahkan kepada NU MAHA AGUNG, yang saat ini sedang melayang-layang di sekitar mereka.Biasanya ada dua ritual yang harus dilakukan, yaitu ritual pemanggilan yang mengharuskan para manusia memotong sesajen berupa ayam cemani dan ikan mas, dan yang kedua adalah ritual penarikan yang kini sedang dilakukan oleh Pak Emen.Pak Emen terlihat dengan serius duduk tepat di depanku, kedua tangannya terlihat dirapatkan dan disimpan ke atas kepala seperti sedang menyembah sesuatu. Sebuah dupa panjang yang menyala terlihat menyelip di antara kedua tangan itu sehingga kepalanya terlihat berasap.Dia bergumam

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 55-KEMUNCULAN

    “Pak Rudii, Pakkk!”Tampak seseorang yang sedang memakai helm proyek berwarna kuning memanggil seseorang yang ada di depan sebuah Gedung tinggi yang belum selesai, dia memakai helm berwarna biru dengan banyak sekali kertas-kertas yang dia bawa.Pak Rudi yang sedang sibuk membaca rancangan proyek yang ada disana hanya mengangkat tangannya ke arah orang tersebut, dia mengisyaratkan agar dirinya mendekat kepadanya.“Pak ini rancangan atas gedung setelah konstruksinya selesai, di dalamnya juga sudah ada penambahan saluran udara, juga rancangan saluran air dan AC Pak,” katanya sambil menyodorkan beberapa kertas yang digulung pada saat itu.Pak Rudi yang sedang sibuk membawa kertas lain di tangannya akhirnya mengambil kertas itu dan diselipkan di antara tangan dan tubuhnya.“Nanti akan aku baca sekaligus mengecek semua rancangan saluran udara, air dan AC ini ke dalam ya,” kata Pak Rudi yang tampak berwibawa.Orang itu pun mengangguk, dia akhirnya berlari kembali meninggalkan Pak Rudi dan ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status