Kania, Arga dan Rasti adalah tiga sahabat sebelum akhirnya sebuah dendam masa lalu merubah persahabatan mereka menjadi sebuah malapetaka. Apakah Rasti menuntaskan dendamnya atau malah menjadi korban atas dendamnya ataukah akan ada korban yang mendendam dan balik mendendam kepadanya? Lalu bagaimanakah akhir hubungan Kania, Arga dan Rasti? Akankah mereka terlibat cinta segitiga? Atau malah bermusuhan karena dendam masa lalu itu? Daripada penasaran, kuy baca dan ikuti Dendam Kania di sini. Jangan lupa komen dan like buat semangat penulis ya.
Lihat lebih banyakDi dalam kamarnya yang hanya diterangi dengan sebuah lilin, Kania mengambil boneka yang sudah tertempel foto Rasti. Tanpa ampun, Kania menusuk bagian perut boneka itu berkali-kali.
"Rasakan itu, Rasti! Arga lebih pantas untukku!" ucap Kania dengan tawa bahagia.
Sejenak Kania terdiam mengingat kenangan manisnya bersama Arga, dan raut wajahnya kembali mengeras ketika dia mengingat kembali luka yang disebabkan oleh lelaki itu dan sahabatnya, Rasti.
"Arga, kamu adalah milikku! Selamanya tetap milikku! Hanya milikku!".
Tiba-tiba angin berhembus tak wajar ke dalam kamarnya yang tertutup rapat itu. Seketika tengkuk Kania meremang, dia semakin yakin dendamnya akan terbalaskan.
Kania benar-benar sudah tidak bisa berpikir jernih lagi, karena luka yang tergores dalam di hatinya.
Dalam benak Kania sekarang yang ada hanyalah mewujudkan keinginannya untuk membalaskan dendam, sakit hati, kecewa, malu, marah kepada pasangan suami istri tersebut.
Hembusan angin yang membawa aura dingin itu semakin mencekam dengan ditingkahi suara lolongan anjing di kejauhan.
Mantra demi mantra diucapkannya dan seakan menjawab keinginannya, tiba-tiba terdengar bisikan-bisikan tidak kasat mata yang seakan ingin mengatakan bahwa 'mereka' siap membantu Kania yang sudah terbakar api dendamnya.
****
"Rasti, kamu di mana, Sayang?" Arga berjalan menuju dapur mencari Rasti, istri yang sekarang sedang mengandung buah hati pertama mereka.
Mendengar suara suaminya, gegas Rasti bangun dan duduk di atas kasur springbed tempat peraduannya dengan suaminya tercinta. "Iya, Mas, aku sedang rebahan di kamar," jawab Rasti dari arah kamar.
"Kok tumben masih pagi gini kamu tidur?" tanya Arga keheranan melihat Rasti masih setia berada di atas springbed.
"Iya maaf, Mas, tadi aku nggak enak badan, jadi aku rebahan bentar. Mas lapar ya? Aku masak dulu ya, Mas." Rasti memasang kembali kerudung yang sempat dilepasnya tadi sebelum akhirnya berdiri dan beranjak ke dapur.
Mendadak dari arah dapur terdengar suara teriakan, "Mas ... aduh, Mas tolong! Perutku sakit banget, Mas!" teriak Rasti memanggil Arga, suaminya.
Arga yang baru saja bermaksud untuk berbaring mengistirahatkan tubuhnya yang penat, langsung meloncat dari ranjang demi mendengar suara teriakan istrinya dan berlari ke arah dapur, tetapi sial tak dapat ditolak, karena terburu-buru dan tidak melihat arah jalannya, kaki kanan Arga terantuk kaki lemari baju di kamarnya.
Gubrak!
'Aduh, sakit banget jempol kakiku, jangan-jangan keseleo lagi nih. Bener-bener deh, nggak tahu orang buru-buru. Pakai acara kesandung segala. Dasar ceroboh!' omel Arga dalam hatinya sambil mengelus jempolnya yang terasa sakit
Dengan menahan sakit di jempol kakinya yang terantuk kaki lemari tadi, gegas Arga bangkit dan kembali menuju dapur untuk mendatangi istrimya.
"Mas! Mas! Cepetan, Mas! Sini!" Terdengar kembali teriakan Rasti dari arah dapur.
"Iya! Bentar, Yang! Sabar! Jempol kakiku sakit nih, habis nabrak lemari!" balas Arga tidak kalah keras.
Masih dengan terpincang-pincang menahan rasa sakit, Arga melajukan jalannya menuruni anak-anak tangga dan menghampiri istrinya yang berada di dapur.
Terkejut melihat istrinya sudah dalam posisi jatuh terduduk, Arga pun gegas berlari mendatangi istrinya yang tengah memegang perutnya, "Ada apa, Beb. Kamu kenapa?" tanya Arga dengan wajah kebingungan.
"Sakit, Mas ... perutku sakit banget!" rintih Rasti sambil memegangi perutnya yang sudah membesar, di antara kedua pahanya terlihat darah setengah kental mengalir membasahi daster yang sekarang sedang dipakainya.
"Beb, kamu kenapa? Ada apa sama kamu? Kamu kenapa bisa posisi kaya gini? Kamu jatuh duduk karena kepleset atau apa?" cecar Arga kepada istrinya yang tengah kesakitan.
Dengan menggigit bibirnya, Rasti, istri Arga hanya mampu menggelengkan kepalanya perlahan, menandakan dia tidak sanggup lagi bicara.
Rasti hanya bisa merintih lirih pertanda dia mulai lemah, dasternya semakin memerah oleh cairan kental yang terus keluar, "mas, tolong." tenaganya semakin terkuras akibat mulai kekurangan darah.
Dengan sigap, melupakan rasa sakit di jempol kakinya yang tadi sempat terantuk lemari, Arga menggendong istrinya untuk dibawa ke rumah sakit, tetapi sesampainya di depan pintu mobilnya dia menghembuskan nafas dengan kasar sambil menepuk dahinya keras-keras, karena lupa membawa kunci mobilnya.
"Ah ... dasar bodoh! Aku lupa bawa kunci!" gerutu Arga, kesal dengan dirinya sendiri yang begitu ceroboh dari tadi.
"Yang, kamu duduk di sini ya sebentar, aku ambil kunci mobil dulu. Kamu bertahan ya!" Setelah mendudukkan Rasti di kursi rotan yang ada di teras rumah, Arga bergegas mengambil kunci mobilnya yang tergantung di dekat pintu kamar mereka, kemudian berlari kembali ke depan lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit.
Arga tidak ingin kehilangan istri dan anak yang sudah sangat dinantinya, Arga berusaha keras untuk memfokuskan perhatiannya ke depan, walau pun hatinya teriris pilu mendengar rintihan istrinya menahan sakit yang semakin tak tertahankan.
"Mas, cepetan, Mas. Aku udah nggak tahan lagi. Sakit banget, Mas. Allahu Akbar." Rasti merintih kesakitan.
" Iya, Sayang. Ini aku juga udah berusaha cepet, tapi aku nggak berani terlalu ngebut, Yang. Nanti kalau kita kecelakaan malah lebih repot lagi. Kamu bertahan sebentar ya, Yang. Kita udah hampir sampai kok." Andra meyakinkan Rasti dan berusaha menguatkan istrinya dengan menggenggam erat tangan perempuan itu untuk menyalurkan sisa kekuatan dan semangat yang dimilikinya saat ini, walau pun sebenarnya dia sendiri sangat kebingungan dan takut terjadi sesuatu kepada anak dan istrinya.
Keinginan dan harapannya hanyalah menyelamatkan anak dan istrinya secepat mungkin.
***
Hening menyelimuti ruangan. Hanya suara kayu yang berderak samar di tungku dan napas mereka yang terdengar. Asap dupa masih menguar tipis, namun bau anyir dari ritual tadi masih terasa menyesakkan. Arga menyandarkan tubuhnya ke dinding, matanya terpaku pada lantai. Wajahnya lelah, tapi sorot matanya penuh tekad. “Kita nggak bisa terus-terusan bertahan seperti ini,” katanya akhirnya. “Kalau kita nggak bergerak duluan, mereka yang akan menghancurkan kita.” Barda mengangguk, tangannya meraih segenggam garam dari mangkuk kecil di meja, menaburkannya ke lantai sambil berbisik pelan. “Wangsa Jagal bukan lawan biasa. Mereka bukan cuma sekte pemuja kegelapan, tapi juga penjaga kekuatan yang jauh lebih tua dari yang kita hadapi tadi.” Kania mengerutkan kening. “Kamu tahu siapa yang kita lawan, Barda?” Barda menarik napas panjang. “Aku pernah mendengar tentang mereka dari guruku dulu… Wangsa Jagal bukan sekadar kelompok manusia. Mereka memiliki darah keturunan penjaga gerbang antara d
Hening menyelimuti ruangan. Hanya suara kayu yang berderak samar di tungku dan napas mereka yang terdengar. Asap dupa masih menguar tipis, namun bau anyir dari ritual tadi masih terasa menyesakkan. Arga menyandarkan tubuhnya ke dinding, matanya terpaku pada lantai. Wajahnya lelah, tapi sorot matanya penuh tekad. “Kita nggak bisa terus-terusan bertahan seperti ini,” katanya akhirnya. “Kalau kita nggak bergerak duluan, mereka yang akan menghancurkan kita.” Barda mengangguk, tangannya meraih segenggam garam dari mangkuk kecil di meja, menaburkannya ke lantai sambil berbisik pelan. “Wangsa Jagal bukan lawan biasa. Mereka bukan cuma sekte pemuja kegelapan, tapi juga penjaga kekuatan yang jauh lebih tua dari yang kita hadapi tadi.” Kania mengerutkan kening. “Kamu tahu siapa yang kita lawan, Barda?” Barda menarik napas panjang. “Aku pernah mendengar tentang mereka dari guruku dulu… Wangsa Jagal bukan sekadar kelompok manusia. Mereka memiliki darah keturunan penjaga gerbang antara d
“Lalu dia apa?” Arga menatap curiga. “Dia adalah Wangsa Jagal,” jawab Barda. “Makhluk yang lahir dari rasa dendam, kemarahan, dan rasa kehilangan yang mendalam."Arga menelan ludah. “Jadi... makhluk itu muncul karena…?”“Karena jiwa Rasti yang belum tenang,” Barda menatap mereka penuh makna. “Dan jika kalian tidak cepat bertindak… arwah Rasti yang asli akan terseret… menjadi bagian dari kegelapan itu.”Di balik bayang-bayang malam, sosok menyerupai Rasti berjongkok di tanah, mencakar-cakar bumi dengan jari-jarinya yang kurus dan hitam. “Aku akan kembali…” suaranya bergetar, penuh kebencian. “Aku akan membuat mereka merasakan rasa sakit yang sama…” Sosok itu menengadah, matanya bersinar merah membara. “Aku akan membuat mereka membayar… dengan nyawa mereka."Malam kembali turun, menyelimuti desa dengan keheningan yang mencekam. Kania dan Arga duduk di beranda rumah Barda, menunggu sang paranormal menyelesaikan persiapannya. Cahaya lampu minyak berkelip samar, menambah kesan mura
Sosok yang menyerupai Rasti melesat ke arah mereka dengan kecepatan yang tidak wajar. Nafas Rahayu terhenti, tubuhnya menegang dalam pelukan Roy. “Minggir!” bentak Kania. Dengan cepat, Kania mendorong Roy dan Rahayu ke samping. Bayangan mengerikan itu melesat melewati mereka, nyaris mencengkeram bahu Rahayu. Namun Kania lebih sigap. Dengan sejumput garam yang selama ini ia simpan di sakunya, ia menebarkannya ke arah bayangan itu. SRAAKK!Sosok yang menyerupai Rasti berteriak nyaring. Tubuhnya mengerut, kulit pucatnya mengelupas, memperlihatkan lapisan hitam berlendir di bawahnya. Matanya, yang tadinya bersinar merah, kini mendidih seperti darah mendidih. “Kau akan membayar ini…” desisnya sebelum menghilang dalam kabut kelam yang menyesakkan. Suasana mendadak senyap. Hanya suara napas Rahayu yang terdengar, tersengal-sengal seperti orang yang baru keluar dari mimpi buruk. Roy membantu Rahayu duduk di sofa. Tubuh istrinya gemetar hebat. “Sayang… tenang… tenang…” Roy
Malam semakin larut, tetapi tidak ada seorang pun yang benar-benar bisa tidur. Rahayu masih duduk di sofa, sesekali menggigil meskipun Roy sudah menyelimutinya. Tatapannya kosong, pikirannya penuh dengan suara yang tadi ia dengar—suara yang seharusnya tidak mungkin ada. Roy sendiri berusaha menenangkan dirinya. Sebagai seorang pria yang selalu berpikir logis, semua ini sulit ia terima. Tetapi ia tidak bisa menyangkal kenyataan. Mereka melihat sesuatu. Mereka mendengar sesuatu. Dan sekarang… mereka tidak tahu apakah itu akan kembali atau tidak. Di sudut ruangan, Kania berdiri sambil menatap langit malam di luar jendela. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi ia bisa merasakan sesuatu di luar sana. Sesuatu yang belum pergi. Arga, yang sejak tadi diam, akhirnya bangkit dari duduknya. “Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.” Roy mengerutkan kening. “Maksudmu?” Arga menatap mereka semua. “Apa yang kita hadapi ini bukan sekadar arwah penasaran. Kalau memang Rasti masih
Keheningan yang mencekam menggantung di udara.Ruangan yang tadinya dipenuhi bisikan dan suara tawa menyeramkan kini terasa sunyi. Namun, hawa dingin yang menyelimuti mereka belum sepenuhnya pergi.Arga masih terduduk di lantai, merasakan sisa-sisa nyeri akibat hantaman keras tadi. Napasnya masih berat, pikirannya kacau. Ia mengalihkan pandangannya ke Kania, yang masih berdiri tegap dengan belati di tangannya.Kania tetap waspada, matanya mengitari ruangan, seakan mencari tanda-tanda keberadaan sosok tadi.Rahayu masih terisak di sudut ruangan, sementara Roy berdiri kaku di sampingnya. Wajahnya pucat, tangannya bergetar.Ia tidak pernah percaya pada hal-hal seperti ini sebelumnya. Tapi kini?**Ia baru saja melihat putrinya yang telah mati… atau sesuatu yang menyerupainya.**
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen