Furqon duduk dan memegang buku pelajaran di meja belajarnya. Ia sebenarnya merasa kasihan pada Rahelsa, tapi mengingat peristiwa kelam dimasa lalu saat kakeknya Rahelsa mengayunkan pisau hingga merenggut nyawa ibunya, membuat Furqon terbelenggu hatinya untuk sekedar bersimpati pada Rahelsa.
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, Pangeran belum juga pulang. Trauma dengan masa lalu membuat Furqon membayangkan kalau ia akan melihat mayat pangeran didepan rumahnya.
Furqon langsung meraih ponselnya dan menelpon Pangeran.
“Hallo, dimana?” tanya Furqon singkat.
“Furqon, aku sekarang bersama Om Iskandar di kantor polisi, sedang mengurus kasus Rahelsa. sebentar lagi aku akan pulang…” sahut Pangeran di balik ponsel.
“Mmm baiklah…” jawab Furqon.
-Di Kantor Polisi-
Iskandar bertaut alisnya mendengar nama Furqon disebut oleh pangeran, “Apa yang menelpon barusan tadi adalah pangeran?&rdquo
Bu Nilam duduk bersimpuh disudut luar ruangan, tubuhnya terbungkuk,bersandar pada dinding ruangan.“Buk… Apa yang terjadi????” tanya Pak Bagas dengan perasaan cemas yang sangat terlihat jelas.Air mata yang mengalir bebas membuat isak tangis Bu Nilam kian pecah, hidungnya tersumbat, dengan napas yang tersenggal-senggal Bu Nilam berkata, “Tadi…. Tadi Rahelsa kejang-kejang pak… Ibuk takut terjadi apa-apa dengan putri semata wayang kita…”Pak Bagas memeluk istrinya, ia menyandarkan kepala istrinya di dadanya. Meskipun perasaannya tak ubah seperti sang istri, bia berusaha kuat untuk tidak terisak. Pak Bagas menggigit bibir bawahnya, agar air mata yang ia bendung tidak tumpah keluar.-Di rumah Furqon-Furqon membuka pintu setelah ia melihat motor pangeran memasuki halaman rumah.“Fur, pagar depan tidak kamu kunci?” tanya Pangeran sambil menunjuk kearah pagar.
Mereka telah sampai di rumah sakit Utama Jaya, yaitu rumah sakit yang didirikan oleh Ayah Furqon, dan Furqon adalah pewaris sah dan pemilik dari rumah sakit swasta ini.Setelah memarkirkan motornya dengan rapi, Furqon mengikuti langkah Ruqayya menuju ruang IGD, karena Rahelsa masih dirawat disana.“Kakek….” Panggil Rahelsa pada pak Seno.“Kakek, Om, Tante… yang sabar ya, In syaa Allah, Rahelsa baik-baik saja kok…”Bu Nilam langsung memeluk Ruqayya, “Iyaa terima kasih, apa kamu temannya Rahelsa?” tanya Bu Nilam.“Iyaa, Tante… kami satu kelas…” jawab Ruqayya.“Nilam… Apa kamu lupa, dia adalah tetangga bapak, anak baik yang sering menolong dan mengantarkan bapak makanan…” ujar Pak Seno.“Ohhh, iya aku lupa pak. Terima kasih karena selalu membantu Kakeknya Rahelsa ya…” ucap Bu Nilam.Lalu pandangan mereka
Furqon merasa kesedihan Ruqayya agak berlebihan, “Kenapa kamu menangis?” tanya Furqon.Ruqayya menyapu kedua matanya yang basah dengan jari tangannya, “Kamu tahu Fur, kalau sampai terjadi apa-apa dengan Rahelsa maka aku akan merasa bersalah…” lirih Ruqayya.Ruqayya melihat kearah Furqon dan ia bisa membaca ekspresi Furqon yang merasa heran dengan ucapannya.“Rahelsa bermasalah dengan Kak Intan karena dia membelaku saat Kak Intan dan teman-temannya menghinaku di pestanya Airin…” ucap Ruqayya dengan wajah yang basah dan mata yang terasa hangat oleh air matanya.“Jika dia tidak membelaku, mungkin dia tidak akan terluka seperti sekarang ini…” imbuh Ruqayya lagi lalu menutup matanya dengan lengannya karena ia merasa air matanya mulai jatuh.Furqon yang tidak tega melihat tubuh Ruqayya bergetar, ia dengan ragu mengangkat tangannya, pelan ia menepuk pundak Ruqayya untuk menenangkannya.Disudut lain, larasati yang diam-diam memperhatikan Furqon dan Ruqayya merasa terbakar. Ia mengepal tinjuny
Pangeran merasa bosan karena hampir setiap hari ia harus keluar dan berkeliling kota atau hanya sekedar menghabiskan waktu untuk duduk di café. Ia melemparkan pandangannya keluar, banyak orang yang berjalan-jalan santai serta motor anak-anak sekolah yang sibuk lalu lalang karena memang sudah waktunya pulang sekolah.Pangeran mengerutkan keningnya, memperjelas tatapannya, “Ahhhh motor itu? orang itu?” Pangeran langsung bergegas bangun dari duduknya dan mengambil kunci motornya. Tak lupa ia membayar minumannya sambil sesekali melihat kearah luar dimana seseorang bersiap-siap melajukan motornya.Pangeran mengikuti motor itu dengan kecepatan yang pelan, bahkan dengan jarak yang cukup jauh karena ia tidak ingin pengendara itu sadar kalau dia sedang di ikuti. Pangeran juga merekam pengendara bermotor itu untuk mencocokkannya dengan rekaman CCTV yang ia kumpulkan.Hampir sepuluh menit ia mengikuti pengendara bermotor itu. Pangeran berhenti saat pengendara memasuki kawasan rumah sakit dan mem
“Apa tuan? Ada saksi? Siapa?” tanya Bu Diyah tergagap.“Saksinya di rahasiakan Pak, Buk, untuk menjamin keselamatannya. Tapi kenapa wajah Pak Lukman dan Bu Diyah sepertinya tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Pangeran menyelidik.“Ahhh tidak tuan, tentu saja kami senang…” jawab bu Diyah dan pak Lukman hampir bersamaan.“Hanya saja aku merasa iba dengan pelakunya yang masih sangat muda, bagaimana ia bisa menghabiskan masa mudanya denganmenjadi penjahan dan berakhir dipenjara nantinya…” ujar pak Lukman dengan air muka yang berubah dan terlihat mengiba.“Dari mana Pak Lukman tahu kalau pelakunya masih sangat muda?” tanya Pangeran.Pak Lukman tertegun, ‘apa aku salah bicara?’ ucapnya dalam hati.Bu Diyah langsung memotong, “Bagaimana sih tuan, kan tuan sendiri yang bilang kalau Pria itu terlihat seumuran dengan tuan…” ibuh bu Diyah dengan senyum di paksakan.Pak Lukman juga tersenyum, dan berkata “Atau seumuran Tuan itu disebut sudah tua, alih-alih muda?” ujar pak Lukman.Pangeran
Furqon dan Pangeran memutuskan untuk menginap di hotel pada malam itu. mereka tidur dengan kamar yang terpisah.Saat sudah hampir jam sepuluh malam, Furqon mencoba untuk menelpon Pangeran, tapi telponnya tidak diangkat. Benar saja Pangeran sudah lelap dalam alam tidurnya.Furqon langsung membuka monitor laptopnya, ia ingin memantau rekaman CCTV yang ia pasang dirumah dan sekitar halam mereka.Alis Furqon bertaut melihat dua orang yang bersepeda motor terlihat seperti mengintai rumah mereka.“Ahhh benar dugaanku, itu pasti mereka!”Terlihat dua orang itu dengan mudah membuka pagar utama di kediaman Furqon dengan hanya mendorongnya kedalam.“Apa? bagaimana bisa? Aku sudah mengunci pagarnya tadi…” Furqon bermonolog.Bagai mendapat kejutan bertubu-tubi, Furqon dibuat heran dengan penampakan pak Lukman dan bu Diyah yang keluar dengan menodongkan pisau dan parang panjang.“Sejak kapan mereka pulang kerumah? Kenapa mereka tidak memberitahuku sebelumnya?” Furqon bergumam pelan.Mereka menodon
“Ohh, jadi Pak Lukman sudah jadi tuan rumah itu sekarang?” sahut Furqon dibalik telepon.Dug! Seluruh tubuh pak Lukman tiba-tiba membeku, “Ma maaf… Tuan, maksud saya karena tuan tidak ada dirumah, jadi.. jadi saya… mm. mungkin ini telepon penting jadi saya berpikir seperti itu tuan. Maaf kan saya…” ucapan pak Lukman dengan kata-kata yang terputus karena gugup.“Apa pangeran ada dirumah?” tanya Furqon.“Mmm tidak ada Tuan. Apa Tuan tidak bersamanya? Tuan sekarang dimana?” tanya pak Lukman dengan perasaan gugup dan salah tingkah.Furqon langsung mematikan telepon itu sepihak.Deg! Jantung pak Lukman menangkap seperti ada sesuatu yang salah, “Haduhh seharusnya aku tidak bertanya tadi…” gumam pak Lukman.Pangeran masih menunggu taksi onlinenya datang, ponselnya tiba-tiba bordering, “Furqon? Kenapa dia menelpon?” Pangeran bermonolog sendiri dan langsung mengangkat panggilan itu.“Hmm ada apa fur?” tanya Pangeran.“Pak Lukman ada didalam, panggil saja dia!” ucap Furqon.“Baiklah sepupuku… A
“Furqon, bagaimana keadaan Rahelsa? apa semalam kamu menjenguknya lagi?” tanya Ruqayya yang mendatangi Furqon ke bangkunya disudut kelas.“Tidak!” jawab Furqon singkat tanpa memandang kea rah Ruqayya.“Ohh…” ucap Ruqayya lalu tertunduk lesu, “Aku harap kamu baik-baik saja Rahel,” Ruqayya berbalik membelakangi Furqon, dengan lirih ia berkata “Nanti aku akan menjenguknya.”Furqon yang dengan samar-samar masih mendengar ucapan Ruqayya.“Jangan Qay” Furqon berucap dengan cepat.Ruqayya berbalik lagi ke arahnya dan menatap Furqon dengan heran.“Kenapa memangnya Fur?” tanya Rahelsa dengan memperhatikan wajah Furqon yang gusar.“Umm, Ada terror di rumah sakit itu yang mengincar salah satu pasien disana. Aku diberi tahu pihak rumah sakit agar melarang kerabat atau teman untuk tidak datang kerumah sakit sampai keadaan benar-benar aman!” ucap Furqon serius.“Apa?” Ruqayya membolakan matanya“Aku tidak bisa diam saja, Furqon. Ini saatnya aku membalas kebaikan Rahelsa. Aku harus melindunginya d