Beranda / Lainnya / Kebangkitan Sang Bayangan / Bab 8: Pengkhianatan di Antara Bayangan*

Share

Bab 8: Pengkhianatan di Antara Bayangan*

Penulis: Pyyupyy_
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-13 00:33:22

Setelah kemenangan di distrik selatan, keluarga Ombra mulai memperoleh kembali pengaruh mereka di kota. Setiap pertempuran yang mereka menangkan, setiap aliansi yang mereka bentuk, memperkuat posisi mereka melawan keluarga Rosso. Namun, Luca tahu bahwa kemenangan ini tidak menjamin berakhirnya perang. Setiap kali Ombra unggul, Rosso hanya akan menjadi semakin haus darah, semakin licik, dan semakin berbahaya.

Malam itu, Luca duduk di ruangannya, menatap peta kota yang tergelar di atas meja. Di depannya, terdapat catatan-catatan tentang posisi keluarga Rosso yang masih tersisa, wilayah-wilayah yang rentan, dan sekutu-sekutu yang mulai ragu dengan pilihan mereka. Dante berdiri di sampingnya, membantu Luca menyusun strategi baru. Di antara ketenangan ini, terdengar ketukan pelan di pintu.

“Masuk,” kata Luca tanpa berpaling dari peta.

Pintu terbuka, dan salah satu orang kepercayaannya masuk dengan wajah tegang. "Tuan Luca, ada seorang wanita yang ingin bertemu dengan Anda. Dia mengatakan bahwa informasinya sangat penting, dan dia bersikeras tidak akan berbicara kepada siapa pun kecuali Anda."

Luca mengangkat alis, sedikit heran. Permintaan semacam ini tidak biasa. Namun, rasa penasaran menggugahnya. "Bawa dia ke sini," perintahnya.

Beberapa saat kemudian, wanita itu masuk. Ia mengenakan jaket gelap, wajahnya setengah tertutup kerudung, hanya menampakkan sorot matanya yang tajam. Wanita itu memperhatikan ruangan sejenak, lalu menatap langsung ke arah Luca.

"Luca Ombra," ia memulai dengan suara rendah namun tajam. "Aku datang untuk menyampaikan pesan, dan aku tidak punya banyak waktu."

Luca menatapnya dengan penuh perhatian. "Siapa kamu, dan apa yang membuatmu berpikir bahwa aku akan mendengarkan?"

Wanita itu tersenyum tipis. "Namaku Elena, dan aku adalah seseorang yang pernah berhutang budi kepada keluarga Rosso... tapi aku tidak lagi berutang apa pun kepada mereka. Yang kuinginkan hanyalah kebebasan. Jika kau bisa memberikannya kepadaku, aku akan memberimu informasi yang bisa menentukan arah perang ini."

Dante menatap wanita itu dengan curiga, tetapi Luca memberikan isyarat untuk membiarkannya bicara. "Lanjutkan."

Elena menarik napas dalam-dalam, tampak ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Keluarga Rosso merencanakan sesuatu yang besar, sesuatu yang lebih dari sekadar menyerang wilayahmu. Mereka merencanakan pengkhianatan di dalam keluargamu sendiri."

Kata-kata itu langsung menarik perhatian Luca. Ia menatap Elena dengan tajam. "Pengkhianatan? Siapa yang terlibat?"

"Orang yang kau percayai," jawab Elena. "Orang yang sangat dekat denganmu, yang telah lama menjadi bagian dari keluargamu. Mereka menggunakan uang, ancaman, dan janji-janji kosong untuk menariknya ke pihak mereka. Aku tidak bisa memberitahumu namanya secara pasti, tetapi yang kutahu, mereka akan bertindak dalam waktu dekat."

Dante langsung berdiri dengan wajah marah. "Kami tidak akan pernah berkhianat! Ombra adalah keluarga yang tidak bisa dibeli!"

Elena menunduk, menghindari tatapan Dante yang tajam. "Aku hanya menyampaikan apa yang kutahu. Orang ini tidak melakukan ini demi uang. Mereka memanfaatkan kelemahannya... rasa sakit dari masa lalunya."

Luca terdiam sejenak, mencoba memproses semua informasi yang baru ia dapatkan. Ia sudah lama sadar bahwa dunia ini penuh dengan intrik dan pengkhianatan, tetapi mendengar bahwa seseorang di dalam keluarganya sendiri mungkin mengkhianatinya membuatnya waspada. Ia memandangi Elena dengan tatapan penuh arti.

“Aku akan memberimu kebebasan seperti yang kau inginkan,” kata Luca akhirnya. “Dan sebagai imbalannya, aku ingin kau tetap mengawasiku dari jauh. Beri aku informasi apapun yang kau dengar tentang Rosso, terutama tentang orang-orang yang mungkin berkhianat.”

Elena mengangguk setuju, merasa lega. “Baik, Tuan Luca. Aku akan melaporkan semuanya kepadamu.”

**

Setelah Elena pergi, Luca menghela napas dalam-dalam. Dante yang berdiri di sampingnya menatapnya penuh perhatian. “Apa kau benar-benar percaya padanya, Luca? Bagaimana kalau ini hanya taktik dari keluarga Rosso untuk membuat kita saling curiga?”

Luca memandang Dante dengan tenang. “Aku tahu ini mungkin jebakan. Tapi kita tidak bisa mengabaikan peringatan seperti ini. Sekarang, kita harus lebih waspada terhadap orang-orang di sekitar kita. Aku akan mencari tahu siapa yang mungkin merasa tidak puas atau memiliki alasan untuk mengkhianati keluarga.”

Dante terdiam sejenak, lalu mengangguk setuju. “Aku akan lebih memperhatikan pergerakan di dalam keluarga. Jika ada yang mencurigakan, aku akan langsung melaporkannya kepadamu.”

Luca mengangguk, lalu kembali fokus pada peta di depannya. Meskipun peringatan dari Elena terus mengganggu pikirannya, ia tidak membiarkan hal itu mempengaruhi konsentrasinya sepenuhnya. Ia tetap perlu merencanakan langkah-langkah strategis untuk mengamankan kekuasaan keluarga Ombra.

**

Beberapa hari setelah peringatan itu, Luca mulai memperhatikan perubahan kecil dalam sikap beberapa anggotanya. Beberapa orang yang biasanya selalu setia kini terlihat lebih pendiam, menghindari kontak mata, atau tiba-tiba absen tanpa alasan jelas. Hal ini membuat Luca semakin yakin bahwa ada kebenaran dalam peringatan Elena.

Salah satu orang yang mencurigakan adalah Marco, seorang anggota lama yang telah bersama keluarga Ombra selama bertahun-tahun. Ia biasanya adalah orang yang paling vokal dan setia, namun belakangan, Luca merasa Marco sering berusaha menjauh. Luca merasa perlu mengawasinya, tetapi juga menyadari bahwa konfrontasi langsung bisa berisiko.

Suatu malam, Luca memutuskan untuk mengikuti Marco secara diam-diam. Ia ingin tahu apakah pria itu memang terlibat dalam rencana pengkhianatan seperti yang dikatakan Elena. Luca mengikuti Marco hingga ke sebuah bar kecil di pinggiran kota, tempat yang biasanya digunakan keluarga Rosso untuk bertemu dengan kaki tangannya.

Di dalam bar, Luca melihat Marco berbicara dengan seseorang yang mencurigakan. Pria itu terlihat seperti seorang kurir yang sering bekerja untuk keluarga Rosso. Mereka berdua tampak serius, dan sesekali Marco menoleh ke sekitar, seolah-olah khawatir ada yang mengawasinya.

Luca merasakan amarah yang membara di dadanya. Ia merasa dikhianati oleh seseorang yang telah ia percayai selama bertahun-tahun. Tetapi ia tahu bahwa jika ia bertindak terburu-buru, ia bisa kehilangan kesempatan untuk mengungkap seluruh jaringan pengkhianatan ini.

Setelah pertemuan itu selesai, Luca membiarkan Marco kembali tanpa mengkonfrontasinya. Ia menyusun rencana untuk menangkap Marco dan membuatnya mengaku tentang rencana keluarga Rosso. Luca memutuskan bahwa Marco akan dihadapkan pada kenyataan tentang pengkhianatannya, tapi tidak sebelum Luca mendapatkan seluruh informasi yang ia butuhkan.

**

Beberapa hari kemudian, Luca memanggil Marco ke ruangannya. Marco terlihat sedikit gugup, tapi berusaha menunjukkan wajah tenang. Dante berdiri di belakang Luca, memandang Marco dengan tatapan tajam.

“Marco, aku ingin kau jujur denganku,” kata Luca dengan suara tenang namun dingin. “Apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan tentang dirimu?”

Marco terdiam sejenak, terlihat ragu, lalu berkata, “Tidak, Tuan Luca. Aku selalu setia kepada keluarga Ombra.”

Luca memandang Marco dalam-dalam, lalu mengangguk. “Kalau begitu, kenapa aku mendengar kabar bahwa kau bertemu dengan seseorang dari keluarga Rosso?”

Wajah Marco memucat, dan tangannya mulai gemetar. “Aku... Aku hanya ingin mendapatkan informasi. Aku tidak berniat mengkhianati keluarga.”

“Kau berbohong,” kata Luca dingin. “Aku melihatmu dengan mata kepalaku sendiri. Aku memberimu kesempatan untuk mengaku, dan kau menyia-nyiakannya.”

Akhirnya, Marco tidak bisa lagi menyembunyikan rasa takutnya. Ia berlutut di hadapan Luca dan mengakui bahwa ia telah ditekan oleh keluarga Rosso untuk bekerja sebagai mata-mata di dalam keluarga Ombra. Mereka mengancam akan menghancurkan keluarganya jika ia tidak membantu mereka.

Luca menarik napas dalam-dalam, merasa kecewa namun juga iba. "Kau telah membuat pilihan yang buruk, Marco. Tetapi aku mengerti alasanmu."

Setelah percakapan itu, Luca memutuskan untuk memberi Marco satu kesempatan lagi, dengan syarat ia harus membantu Luca dalam misi rahasia untuk menjatuhkan keluarga Rosso dari dalam. Meskipun kecewa, Luca sadar bahwa Marco masih bisa berguna dalam rencana besar ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 55: Perang Dimulai

    Berlin menjadi saksi bisu ketegangan yang tak terlihat di balik gemerlapnya lampu-lampu kota. Setelah berhasil menyusup ke markas Bayangan Kedua, Luca, Elena, dan Marco tahu mereka tidak bisa berlama-lama di kota ini. Informasi yang mereka bawa terlalu penting untuk disimpan terlalu lama tanpa tindakan. Namun, pergerakan mereka kini diikuti, dan waktu untuk bersembunyi sudah hampir habis. Di apartemen kecil yang mereka sewa, Elena memimpin analisis mendalam terhadap data yang mereka curi. Peta digital, pesan-pesan terenkripsi, dan dokumen keuangan menjadi bahan utama mereka. Semua bukti itu menunjukkan bahwa Bayangan Kedua sedang mempersiapkan sebuah operasi besar, yang disebut “Proyek Valhalla.” “Elena, apa sebenarnya proyek ini?” tanya Marco, duduk di sofa dengan pistol di pangkuannya. Elena mengerutkan kening sambil mengetik cepat di laptopnya. “Proyek Valhalla tampaknya adalah serangkaian serangan terkoordinasi di berbagai negara. Mereka menarget

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 54: Jejak di Berlin

    Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju s

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 53: Pertarungan yang Tak Terhindarkan

    Suara kendaraan yang mendekat membuat suasana di pondok semakin tegang. Marco berdiri di ambang pintu, mencoba mengintip dari celah kecil. Di kejauhan, lampu sorot kendaraan terlihat menembus kegelapan hutan. “Mereka sudah sampai,” bisik Marco. Elena segera mengambil posisi di samping jendela, senjata di tangan. Luca memeriksa Krylov yang tetap terikat di kursinya, wajahnya masih dengan senyuman mengejek. “Apakah kau memberitahu mereka lokasimu?” tanya Luca dingin. Krylov mengangkat bahu. “Mungkin saja. Kau tahu, Bayangan Kedua punya cara mereka sendiri.” “Bungkam dia,” kata Elena tajam. Luca memutuskan untuk menyumpal mulut Krylov dengan kain, memastikan dia tidak bisa berteriak atau memberi isyarat apa pun. “Marco, berapa banyak?” tanya Luca sambil memeriksa senjatanya. “Dua mobil, setidaknya delapan orang,” jawab Marco sambil melangkah mundur dari pintu.

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 54: Jejak di Berlin

    Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju sebuah hostel sederha

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 52: Jaring Perangkap

    Setelah perjalanan panjang, Luca, Elena, dan Marco akhirnya tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan, tempat perlindungan yang sebelumnya mereka gunakan sebagai markas darurat. Pondok itu sederhana, dengan dinding kayu yang mulai lapuk dan jendela kecil yang hampir tidak memberikan cahaya. Namun, di dalamnya terdapat persediaan yang cukup untuk bertahan beberapa hari. Krylov, yang tangannya masih terikat, diseret masuk oleh Marco. Pria itu tetap tersenyum seperti biasanya, meskipun keadaannya sekarang jauh dari menyenangkan. “Tempat ini cukup terpencil. Kita aman untuk sementara,” kata Marco sambil mengunci pintu belakang. “Kita harus bergerak cepat,” ujar Elena sambil memeriksa senjatanya. “Bayangan Kedua tidak akan menyerah sampai mereka mendapatkan Krylov kembali.” Luca mengangguk setuju. “Kita harus memanfaatkan waktu ini untuk menggali informasi sebanyak mungkin darinya.” ### **Interogasi Dimulai** Krylov didu

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 51: Jejak Bayangan yang Memudar

    Kendaraan melaju kencang melewati jalan-jalan sepi di luar Praha. Di dalamnya, suasana penuh ketegangan. Luca duduk di kursi depan, tangannya erat menggenggam setir. Di belakang, Elena dan Marco duduk berjaga dengan senjata di tangan, sementara Krylov yang terborgol tersenyum sinis, seolah tidak gentar sedikit pun meski dia sudah menjadi tawanan mereka. “Kita ke mana sekarang?” tanya Elena, memecah keheningan. “Markas sementara di luar kota,” jawab Luca sambil tetap fokus pada jalan. “Kita tidak bisa menuju pangkalan utama. Mereka mungkin sudah memantau semua jalur ke sana.” Marco menatap Krylov dengan tajam. “Pria ini pasti punya lebih banyak trik. Jangan sampai kita lengah.” Krylov tertawa kecil. “Ah, kalian terlalu berlebihan. Aku hanya seorang pria tua yang kalah dalam pertarungan, bukan?” “Kalah?” Elena mendekatkan wajahnya ke Krylov. “Jangan terlalu percaya diri. Kita sudah menghancurkan sebagian besar jaringanmu. Kau buka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status