Setelah ledakan besar yang menghancurkan gudang senjata keluarga Rosso, kota menjadi semakin mencekam. Keluarga Rosso terpukul besar, dan kabar tentang serangan itu menyebar dengan cepat. Keluarga-keluarga lain yang sebelumnya hanya mengamati dari jauh mulai waspada, menyadari bahwa pertempuran ini akan membawa dampak pada keseimbangan kekuasaan di kota. Luca Ombra kini dipandang sebagai ancaman serius oleh musuh-musuhnya, tapi juga sebagai pemimpin yang tidak ragu mengambil tindakan ekstrem demi melindungi keluarga.
Namun, meski Luca berhasil mengirimkan pesan yang kuat kepada Rosso, ia tahu bahwa perang ini masih jauh dari kata selesai. Keluarga Rosso akan semakin bertekad untuk menjatuhkan Ombra, dan Luca harus selalu bersiap untuk menghadapi rencana balasan mereka. Di sisi lain, ia juga harus mengawasi Matteo, karena menyerahkan sebagian wilayah di distrik timur merupakan keputusan besar yang bisa mengancam kekuasaan Ombra dalam jangka panjang. Malam itu, Luca duduk di ruang kerjanya, memeriksa dokumen-dokumen penting sambil memikirkan langkah berikutnya. Dante masuk, membawa kabar yang menambah beban di pikirannya. “Luca, aku baru menerima laporan. Keluarga Rosso telah berusaha merekrut keluarga-keluarga kecil di kota ini untuk membentuk aliansi melawan kita. Mereka menawarkan perlindungan dan keuntungan finansial sebagai imbalan,” kata Dante dengan nada prihatin. Luca mengangguk, sudah memperkirakan langkah itu. “Mereka mencoba menekan kita dengan memanfaatkan keluarga yang lebih lemah. Ini adalah strategi yang licik, tapi kita tidak bisa mengabaikan ancaman ini. Jika keluarga-keluarga kecil bergabung dengan Rosso, mereka bisa memiliki pasukan tambahan dan sumber daya yang cukup besar.” “Apakah kita perlu mengirim pesan kepada mereka, untuk mengingatkan siapa yang berkuasa di kota ini?” tanya Dante dengan nada tajam. Luca berpikir sejenak. “Tidak, bukan itu caranya. Jika kita menunjukkan kekerasan pada keluarga-keluarga kecil ini, kita hanya akan membuat mereka semakin takut dan lebih cenderung mencari perlindungan dari Rosso. Sebaliknya, kita perlu menunjukkan bahwa kita adalah kekuatan yang lebih stabil dan bisa diandalkan.” Dante mengangguk setuju, tetapi masih ada kebingungan di wajahnya. “Bagaimana kau berencana melakukannya, Luca?” “Dengan menawarkan mereka aliansi yang lebih menguntungkan,” jawab Luca sambil tersenyum tipis. “Kita akan mengirimkan pesan yang menekankan bahwa mereka akan mendapatkan keamanan dan kesejahteraan yang lebih besar dengan kita, tanpa risiko besar yang akan datang jika mereka berpihak pada Rosso. Dengan cara ini, kita bisa mendapatkan dukungan mereka tanpa harus menggunakan kekerasan.” ** Esoknya, Luca mulai bergerak dengan strateginya. Ia mengirimkan utusan kepada beberapa keluarga kecil di kota, menawarkan aliansi dengan jaminan perlindungan penuh dari keluarga Ombra. Pesan yang dikirimkan dengan hati-hati itu menekankan pada pentingnya perdamaian dan stabilitas yang hanya bisa dijamin oleh keluarga Ombra. Sebagai langkah lebih lanjut, Luca juga memerintahkan Dante untuk mengadakan pertemuan rahasia dengan beberapa pemimpin keluarga kecil yang ragu. Dalam pertemuan itu, Dante menekankan bahwa bersekutu dengan keluarga Ombra adalah pilihan yang lebih bijaksana daripada bergabung dengan keluarga Rosso yang semakin terdesak. Ia juga menjelaskan bahwa keluarga Ombra memiliki sumber daya yang cukup untuk memberikan perlindungan dan keuntungan finansial kepada mereka. Dalam beberapa hari, hasil dari strategi ini mulai tampak. Beberapa keluarga kecil mengumumkan dukungan mereka kepada Ombra, sementara yang lainnya memilih untuk netral. Langkah ini secara tidak langsung melemahkan pengaruh Rosso dan membuat mereka kesulitan membangun kekuatan tambahan. Namun, Luca tahu bahwa meski strategi ini berhasil, keluarga Rosso tidak akan tinggal diam. Ia harus siap menghadapi serangan balasan yang lebih besar dari sebelumnya. ** Beberapa malam setelahnya, Luca menerima kabar yang mengejutkan. Seorang mata-mata yang bekerja di pihak Rosso mendatangi markas Ombra dengan ketakutan, meminta perlindungan. Pria itu mengaku mengetahui informasi penting tentang rencana besar yang sedang disusun oleh keluarga Rosso. “Aku tidak bisa terus tinggal di sana, Tuan Luca. Keluarga Rosso semakin kejam, dan mereka merencanakan serangan yang akan menghancurkan Ombra. Aku tahu aku bisa dihukum karena berpindah pihak, tapi aku lebih memilih mengambil risiko daripada mati di tangan mereka,” kata pria itu dengan nada gemetar. Luca menatap pria itu dengan tajam. “Jika informasi yang kau bawa cukup berharga, maka kami akan memberimu perlindungan. Tapi jika kau mencoba mengelabui kami, kau akan menyesalinya.” Pria itu mengangguk, matanya menunjukkan ketakutan yang dalam. “Mereka merencanakan serangan mendadak di distrik selatan. Mereka berencana menggunakan sisa persenjataan yang mereka miliki untuk menghancurkan salah satu gudang utama keluarga Ombra.” Luca mengangkat alis, sadar betapa seriusnya rencana itu. Gudang di distrik selatan adalah salah satu pusat distribusi utama keluarga Ombra. Jika tempat itu dihancurkan, mereka akan kehilangan akses ke sebagian besar senjata dan persediaan penting. “Berapa banyak orang yang mereka kerahkan untuk serangan ini?” tanya Luca dengan nada serius. “Setidaknya tiga puluh orang, Tuan. Mereka juga akan membawa bahan peledak yang cukup untuk menghancurkan seluruh bangunan,” jawab pria itu. Luca berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk mengambil tindakan cepat. Ia memanggil Dante dan memberi instruksi untuk memperkuat pertahanan di sekitar gudang di distrik selatan. Mereka akan memasang pengawasan ketat dan menyiapkan jebakan untuk menyambut serangan dari pihak Rosso. “Kita tidak hanya akan bertahan,” kata Luca dengan tatapan tajam. “Kita akan memanfaatkan kesempatan ini untuk membalikkan serangan mereka. Jika Rosso benar-benar datang, kita akan menjebak mereka dan menghancurkan sisa pasukan mereka.” ** Malam penyerangan pun tiba. Luca dan timnya telah bersiap dengan matang di sekitar gudang distrik selatan. Mereka memasang beberapa jebakan di titik-titik strategis dan menyebar di berbagai posisi untuk mengepung musuh. Sekitar tengah malam, mereka melihat pergerakan mencurigakan. Seperti yang diharapkan, pasukan keluarga Rosso datang dengan perlengkapan lengkap, siap untuk menghancurkan gudang Ombra. Mereka bergerak dengan hati-hati, namun tidak menyadari bahwa setiap langkah mereka sudah dipantau. Ketika pasukan Rosso mendekati gudang dan bersiap meletakkan bahan peledak, Luca memberi isyarat kepada timnya untuk memulai serangan. Tembakan pertama terdengar di udara, diikuti oleh rentetan senjata dari berbagai arah. Pasukan Rosso terkejut dan tidak siap untuk menghadapi serangan mendadak itu. Dante dan beberapa orang kepercayaan Luca menutup jalur keluar, memastikan bahwa tidak ada satu pun dari mereka yang bisa melarikan diri. Dalam kekacauan itu, para anggota keluarga Rosso mencoba melawan, tetapi mereka tidak memiliki kesempatan. Tembakan demi tembakan menghujani mereka, dan dalam waktu singkat, sebagian besar pasukan Rosso telah jatuh. Beberapa yang selamat mencoba menyerah, mengangkat tangan mereka dengan putus asa. Luca melangkah maju, menatap mereka dengan dingin. “Kalian telah membuat kesalahan besar dengan menantang keluarga Ombra,” katanya tegas. “Beritahu keluarga kalian bahwa Ombra tidak akan pernah tunduk.” Para anggota Rosso yang tersisa berlari ketakutan, meninggalkan tempat itu dalam keadaan babak belur. Luca memperhatikan mereka pergi, lalu menatap Dante yang berdiri di sampingnya. “Kita berhasil, tapi perang ini masih jauh dari selesai,” kata Luca dengan nada penuh tekad. “Keluarga Rosso akan semakin berani setelah ini, dan kita harus siap untuk apapun yang mereka rencanakan.” Dante mengangguk, menyadari bahwa pertempuran ini hanyalah salah satu bagian dari konflik yang jauh lebih besar. Mereka berhasil mempertahankan gudang distrik selatan, tetapi musuh-musuh mereka tidak akan berhenti. Luca tahu bahwa ia harus terus melangkah maju, tanpa ragu, demi melindungi keluarganya dan kekuasaan yang telah dibangunnya.Berlin menjadi saksi bisu ketegangan yang tak terlihat di balik gemerlapnya lampu-lampu kota. Setelah berhasil menyusup ke markas Bayangan Kedua, Luca, Elena, dan Marco tahu mereka tidak bisa berlama-lama di kota ini. Informasi yang mereka bawa terlalu penting untuk disimpan terlalu lama tanpa tindakan. Namun, pergerakan mereka kini diikuti, dan waktu untuk bersembunyi sudah hampir habis. Di apartemen kecil yang mereka sewa, Elena memimpin analisis mendalam terhadap data yang mereka curi. Peta digital, pesan-pesan terenkripsi, dan dokumen keuangan menjadi bahan utama mereka. Semua bukti itu menunjukkan bahwa Bayangan Kedua sedang mempersiapkan sebuah operasi besar, yang disebut “Proyek Valhalla.” “Elena, apa sebenarnya proyek ini?” tanya Marco, duduk di sofa dengan pistol di pangkuannya. Elena mengerutkan kening sambil mengetik cepat di laptopnya. “Proyek Valhalla tampaknya adalah serangkaian serangan terkoordinasi di berbagai negara. Mereka menarget
Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju s
Suara kendaraan yang mendekat membuat suasana di pondok semakin tegang. Marco berdiri di ambang pintu, mencoba mengintip dari celah kecil. Di kejauhan, lampu sorot kendaraan terlihat menembus kegelapan hutan. “Mereka sudah sampai,” bisik Marco. Elena segera mengambil posisi di samping jendela, senjata di tangan. Luca memeriksa Krylov yang tetap terikat di kursinya, wajahnya masih dengan senyuman mengejek. “Apakah kau memberitahu mereka lokasimu?” tanya Luca dingin. Krylov mengangkat bahu. “Mungkin saja. Kau tahu, Bayangan Kedua punya cara mereka sendiri.” “Bungkam dia,” kata Elena tajam. Luca memutuskan untuk menyumpal mulut Krylov dengan kain, memastikan dia tidak bisa berteriak atau memberi isyarat apa pun. “Marco, berapa banyak?” tanya Luca sambil memeriksa senjatanya. “Dua mobil, setidaknya delapan orang,” jawab Marco sambil melangkah mundur dari pintu.
Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju sebuah hostel sederha
Setelah perjalanan panjang, Luca, Elena, dan Marco akhirnya tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan, tempat perlindungan yang sebelumnya mereka gunakan sebagai markas darurat. Pondok itu sederhana, dengan dinding kayu yang mulai lapuk dan jendela kecil yang hampir tidak memberikan cahaya. Namun, di dalamnya terdapat persediaan yang cukup untuk bertahan beberapa hari. Krylov, yang tangannya masih terikat, diseret masuk oleh Marco. Pria itu tetap tersenyum seperti biasanya, meskipun keadaannya sekarang jauh dari menyenangkan. “Tempat ini cukup terpencil. Kita aman untuk sementara,” kata Marco sambil mengunci pintu belakang. “Kita harus bergerak cepat,” ujar Elena sambil memeriksa senjatanya. “Bayangan Kedua tidak akan menyerah sampai mereka mendapatkan Krylov kembali.” Luca mengangguk setuju. “Kita harus memanfaatkan waktu ini untuk menggali informasi sebanyak mungkin darinya.” ### **Interogasi Dimulai** Krylov didu
Kendaraan melaju kencang melewati jalan-jalan sepi di luar Praha. Di dalamnya, suasana penuh ketegangan. Luca duduk di kursi depan, tangannya erat menggenggam setir. Di belakang, Elena dan Marco duduk berjaga dengan senjata di tangan, sementara Krylov yang terborgol tersenyum sinis, seolah tidak gentar sedikit pun meski dia sudah menjadi tawanan mereka. “Kita ke mana sekarang?” tanya Elena, memecah keheningan. “Markas sementara di luar kota,” jawab Luca sambil tetap fokus pada jalan. “Kita tidak bisa menuju pangkalan utama. Mereka mungkin sudah memantau semua jalur ke sana.” Marco menatap Krylov dengan tajam. “Pria ini pasti punya lebih banyak trik. Jangan sampai kita lengah.” Krylov tertawa kecil. “Ah, kalian terlalu berlebihan. Aku hanya seorang pria tua yang kalah dalam pertarungan, bukan?” “Kalah?” Elena mendekatkan wajahnya ke Krylov. “Jangan terlalu percaya diri. Kita sudah menghancurkan sebagian besar jaringanmu. Kau buka