Starla hanya bisa menyaksikan dengan tubuh beku pemandangan di hadapannya hingga berdetik-detik lamanya. Ia harap saat ini sedang bermimpi. Tapi adegan yang tersaji di hadapannya begitu nyata. Ini bukanlah ilusi atau khayalannya saja.Rasanya Starla ingin menampakkan diri di hadapan Radev agar lelaki itu tahu bahwa Starla menyaksikan segalanya. Agar lelaki tahu bahwa Starla tidak mudah dibodohi. Tapi sebelum pikiran itu berkembang lebih liar Starla mengingatkan diri bahwa ia bukanlah siapa-siapa.Dengan hati yang tidak lagi berbentuk Starla merapatkan pintu lalu membawa dirinya pergi dari sana. Baru tadi siang ia dan Radev membicarakan kelanjutan hubungan mereka. Baru beberapa jam yang lalu Radev mengatakan memilih Starla dan akan bicara dengan keluarganya untuk meninggalkan Ajeng. Tapi apa yang Starla saksikan dengan matanya barusan meruntuhkan segala kepercayaannya pada Radev, yang sekaligus membuktikan padanya bahwa lelaki itu tidak lebih dari seorang bajingan.Tahu akan begini Sta
Radev memutuskan berangkat ke pabrik dengan disupiri oleh supir pribadinya. Entah mengapa. Padahal pria itu biasanya selalu menyetir sendiri. Starla mencoba untuk berpikir positif, mungkin saja Radev sengaja membawa supir agar Starla memiliki teman bicara selagi lelaki itu bersama dengan tunangannya.Dan jadilah Starla duduk di depan bersama supir pribadi Radev. Sedangkan Radev duduk berdua dengan Ajeng di jok belakang.Ajeng bermanja-manja dengan Radev meski lelaki itu tidak meresponnya. Ia menyandarkan kepalanya ke pundak Radev, tidak peduli sudah berkali-kali Radev menepisnya dan meminta agar Ajeng duduk baik-baik. Alhasil Radev hanya bisa membiarkan pada akhirnya.Selama perjalanan berlangsung Starla sibuk menenangkan hatinya. Ia mengingatkan lagi posisinya bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa dan tidak boleh mencemburui apa yang dilakukan Radev dan Ajeng di belakang sana. Jangankan beradu bahu, lebih dari itu pun sudah pernah pasangan itu lakukan.Mereka tiba di pabrik sebelum jam
Starla sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam tas setelah merapikan meja. Ia bersiap untuk pulang. Tidak ada lagi yang perlu dilakukannya. Radev juga tidak ada tanda-tanda akan menahannya bekerja sampai malam.Begitu akan memasukkan ponsel benda itu berbunyi. Ada nomor tak dikenal tertera di sana. Starla mengernyit. Entah telepon dari mana lagi ini.Karena tidak berhenti Starla memutuskan untuk menerimanya.“Halo.”“Selamat sore, dengan ibu Starla Sashenka?” Suara tegas di seberang sana menyapa Starla.“Sore, dengan saya sendiri.”“Ini dari Bank Berdikari, kami ingin mengingatkan bahwa cicilan hutang Ibu sudah menunggak selama tiga bulan. Kalau besok masih belum dibayar kami terpaksa menyita rumah Ibu.”Suara penuh penekanan itu membuat Starla terkejut. Bagaimana tidak. Starla selalu membayar cicilan utangnya setiap bulan. Walaupun tidak selalu tepat waktu tapi Starla pasti menunaikan kewajibannya itu.“Apa Bapak nggak salah orang? Saya bayar cicilannya tiap bulan kok, Pak, ibu s
Setelah beberapa menit menumpahkan air matanya di dada Gathan Starla melepaskan diri dari pelukan lelaki itu. Ia merasa malu sendiri setelahnya.“It’s okay, kamu nggak usah malu, menangis itu hal yang manusiawi,” ucap Gathan seakan mengerti sembari menyisipkan sejumput rambut yang menutupi sebagian wajah Starla ke belakang telinga.Justru sekarang Starla yang tidak mengerti kenapa Gathan yang jelas-jelas merupakan sepupu Ajeng begitu baik padanya, terlepas dari ucapannya yang blak-blakkan waktu itu.Starla masih sibuk mengemas air matanya ketika Gathan bergerak mengemudikan mobil. Ia tidak tahu lelaki itu akan membawanya ke mana. Tapi Starla yakin jika saat ini ia sudah bersama orang yang tepat.Mobil yang dikendarai Gathan memasuki sebuah komplek apartemen. Setelah memakirkan mobilnya dengan rapi lelaki itu mengajak Starla turun.“Turun sebentar yuk.”Starla mengedarkan mata ke sekeliling, mencari tahu keadaan di sekitarnya. Mungkin tidak ada salahnya ia mengikuti Gathan.Gathan memb
“Gue nggak percaya sama kata-kata lo. Starla nggak mungkin kayak gitu,” tukas Radev menyanggah semua perkataan Gathan.“Mau percaya atau nggak itu urusan lo, bukan urusan gue,” jawab Gathan ringan lalu menarik langkah keluar dari toilet.Radev ikut meninggalkan tempat itu. Ia akan menanyakannya langsung pada Starla.“Sudah?” tanya Starla saat Gathan Kembali ke meja mereka.Lelaki itu mengangguk dengan senyum tersungging di bibirnya. “Pulang yuk,” ajaknya karena makanan mereka sudah habis.Starla berdiri lalu berjalan di sebelah Gathan. Baru beberapa langkah meninggalkan pintu masuk suara seseorang yang begitu familier dengan Starla terdengar memanggilnya.“Starla!”Ditolehkannya kepala untuk mengetahui orang itu yang kini melangkah dengan cepat menghampirinya.“Pak Radev …” Starla bergumam.“Ikut sama saya!” Radev langsung menarik tangan Starla agar meninggalkan lelaki yang berada di sebelahnya.Starla menolak. Ia mencoba untuk melepaskan diri dari belenggu Radev, tapi cekalan pria it
Starla berjalan dengan terburu-buru. Masih sepagi ini ia sudah berada di bank untuk melakukan pembayaran cicilan utangnya yang menunggak. Starla tidak mau ambil risiko dengan memberikannya pada Mayang sehingga ia harus membayarnya langsung dengan konsekuensi mengambil sedikit waktu kerjanya pagi ini.Rasa lega menyelimutinya setelah pembayaran selesai dilakukan. Itu artinya ia bisa bernapas dan menghirup udara dengan tenang. Setelahnya ia kembali ke kantor. Tadi ia sudah memberitahu pada Kia dan menitip pesan jika ia akan datang sedikit terlambat.Baru saja tiba di kantor ponselnya berbunyi. Starla melihat ada nama Gathan di layar. Kemarin Starla dan lelaki itu memang sempat tukaran nomor ponsel masing-masing. Sambil berdiri menunggu lift Starla memutuskan untuk menjawab panggilan dari Gathan.“Halo, pagi, Gat,” sapanya ramah.“Pagi, Starla. Lagi di mana?” Suara lelaki di seberang menjawab tak kalah ramahnya.“Aku udah di kantor, baru aja nyampe. Tadi ke bank dulu buat bayar cicilan.
Sedan hitam yang dikendarai Gathan baru saja melaju meninggalkan Nusantara Building. Kedua manusia yang berada di dalamnya duduk di tempat masing-masing dan melaluinya dalam diam.Tadi dari dalam mobil Starla sempat melihat Radev berbicara dengan Gathan. Tapi tentu saja Starla tidak tahu apa yang mereka perbincangkan.“Gat, tadi Pak Radev bilang apa sama kamu?” Starla menanyakannya karena merasa penasaran.“Dia marah,” jawab Gathan dari belakang kemudi.“Marah kenapa?”“Dia marah karena aku ngajak kamu makan siang. Padahal hanya makan siang biasa. Aku nggak ngerti kenapa dia sampai semarah itu. Dia memang seposesif itu ya?”Starla berdeham sambil memperbaiki posisi duduknya. Sejujurnya, Radev memang sangat posesif, seakan-akan Starla adalah miliknya.“Aku heran kenapa kamu selalu mau diatur Radev. Kamu memang asistennya, tapi bukan berarti dia juga harus mengatur kehidupan pribadi kamu kan? Sekali-sekali kamu juga harus ngelawan biar dia tahu dia nggak bisa seenaknya sama kamu. Sebaga
"Shit!”Umpatan itu meluncur dari mulut Radev. Lelaki itu lalu menatap nanar pada pesan yang baru diterimanya.Di pesan itu terlampir foto yang memuat kebersamaan Starla dan Gathan serta diberi caption, “Dev, sebelum gue balikin Starla gue mau short time bentar. Ya ... gue nggak perlu sih izin dari lo. Gue cuma mau kasih tahu biar lo nggak cemas kalo nanti Starla telat balik ke kantor.”Radev menahan kesal sendiri. Tangannya terkepal erat melihat di foto itu Gathan melingkarkan tangannya ke pundak Starla. Perempuan itu juga terlihat sangat menikmati kebersamaan mereka.Radev tidak sanggup lagi menahan emosinya. Gathan boleh saja memainkan siapa pun. Perempuan dari mana pun, asal jangan Starla.Jari-jari lelaki itu lantas bergerak di atas layar sentuh ponselnya untuk membalas pesan tersebut.“Lo di mana, Bajingan?”Menunggu beberapa detik, Gathan membalas pesannya.“Kenapa? Lo mau ngebuktiin sendiri gue bohong apa nggak? Wait, abis ini gue send alamatnya. Bentar.”Radev menunggu sesaa